Kegentingan Saat Ditiup Sangkakala

Awal kejadian kiamat diawali dengan ditiupnya sangkakala. Situasi saat itu benar-benar genting sampai tidak ada seorang manusia pun yang tidak meregang nyawa karenanya. Sesudah itu ditiup lagi sangkakala yang kedua kalinya dan kemudian semua manusia dihidupkan kembali. Di sinilah babak baru alam akhirat dimulai.
Sangkakala atau trompet hari kiamat disebut dalam al-Qur`an dengan istilah as-shur. Akan ditiup dua kali oleh malaikat Israfil pada hari kiamat. Tiupan yang pertama akan membinasakan semua makhluk dalam keadaan terkejut dan tiupan kedua akan menghidupkan mereka kembali (QS. az-Zumar [39] : 68, Yasin [36] : 51-53). Dalam peristiwa tersebut ada yang dikecualikan oleh Allah swt tidak akan mengalami kebinasaan, yakni mereka yang hidupnya hasanah (QS. an-Naml [27] : 87-89, QS. az-Zumar [39] : 68). Jika merujuk hadits-hadits shahih seputar tanda kiamat, itu disebabkan orang-orang beriman sudah diwafatkan dengan angin dingin sebelum ditiupnya sangkakala kiamat sehingga otomatis mereka tidak mengalami kegentingan hari kiamat (rujuk buku penulis, AR-RISALAH Jilid 2 Bab Mewaspadai Kiamat).
Kejadiannya diungkapkan al-Qur`an dengan zajrah; satu suara yang keras (QS. as-Shaffat [37] : 19 dan an-Nazi’at [79] : 13-14). “Zajrah”—yang arti asalnya ‘melarang keras’—adalah ungkapan lain dari suara tiupan sangkakala yang menjelaskan bahwa ditiupnya hanya satu kali tiupan saja tetapi mengeluarkan suara yang keras dan menggelegar.
Istilah lain dari sangkakala ini adalah “naqur” yang disebutkan dalam QS. al-Muddatstsir [74] : 8. Dalam QS. an-Nazi’at [79] : 6-7 diungkapkan juga dengan “rajifah” (arti asalnya menggoncangkan) untuk tiupan sangkakala yang pertama, dan “radifah” (arti asalnya yang menyusul) untuk tiupan sangkakala yang kedua.
Sementara itu dalam hadits, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad dari Abu Sa’id al-Khudri ra, Nabi Muhammad saw bersabda:
كَيْفَ أَنْعَمُ وَقَدِ الْتَقَمَ صَاحِبُ الْقَرْنِ الْقَرْنَ، وَحَنَى جَبْهَتَهُ، وَأَصْغَى سَمْعَهُ يَنْظُرُ مَتَى يُؤْمَرُ. قَالَ الْمُسْلِمُونَ: يَا رَسُولَ اللهِ، فَمَا نَقُولُ؟ قَالَ: قُولُوا: حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ عَلَى اللهِ تَوَكَّلْنَا
“Bagaimana mungkin aku bisa bersenang-senang padahal petugas sangkakala sudah menaruh sangkakala di mulutnya, menarik keningnya, dan memasang telinganya seraya menunggu perintah.” Kaum muslimin berkata: “Wahai Rasulullah, apa yang harus kami ucapkan?” Beliau bersabda: “Ucapkan oleh kalian ‘cukup bagi kami Allah dan Dia sebaik-baiknya wakil. Hanya kepada Allah kami tawakkal.” (Musnad Ahmad bab hadits Abi Sa’id no. 11039).
Hadits Abu Sa’id al-Khudri ra lainnya menceritakan sabda Nabi saw:
لَا تُخَيِّرُونِي مِنْ بَيْنِ الْأَنْبِيَاءِ فَإِنَّ النَّاسَ يَصْعَقُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يُفِيقُ فَإِذَا أَنَا بِمُوسَى آخِذٌ بِقَائِمَةٍ مِنْ قَوَائِمِ الْعَرْشِ فَلَا أَدْرِي أَفَاقَ قَبْلِي أَمْ جُزِيَ بِصَعْقَةِ الطُّورِ
“Janganlah kalian menilai aku lebih baik dibanding para Nabi lainnya, sebab sungguh kelak manusia akan mati karena terkejut pada hari kiamat. Maka aku adalah orang yang pertama kali siuman. Tetapi ternyata aku melihat Musa sudah ada tengah memegang salah satu tiang ‘Arsy. Aku tidak tahu apakah Musa termasuk yang ikut mati lalu siuman sebelumku, ataukah ia sudah dibalas dengan pingsan pada saat di Thur (dikecualikan oleh Allah)?” (Shahih al-Bukhari bab wa lamma ja`a Musa li miqatina no. 4638).
Yang dimaksud pingsan saat di Thur, yaitu ketika Nabi Musa as dipanggil Allah swt ke Thur Sina lalu meminta kepada Allah swt untuk menampakkan wujud aslinya. Lalu, “Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman” (QS. al-A’raf [7] : 143).
Catatan: Sabda Nabi saw “Janganlah kalian menilai aku lebih baik dibanding para Nabi lainnya” menurut para ulama adalah ketawadluan dari Nabi saw, sebab faktanya beliau adalah Nabi yang terbaik. Selain itu agar jangan ada pandangan dan sikap dari umat Islam yang menilai rendah para Nabi lainnya (Syarah an-Nawawi bab tafdlil Nabiyyina saw ‘ala jami’il-khala`iq).
Selepas ditiupnya sangkakala terjadilah kiamat sebagaimana dijelaskan dalam berbagai surat seperti az-Zalzalah, al-Qari’ah, al-Qiyamah, al-Insyiqaq, at-Takwir, al-Inftihar, dan surat-surat lainnya yang bertebaran di al-Qur`an. Sebagai pertanda betapa pentingnya ajaran kiamat ini bagi umat Islam, sehingga banyak disinggung bahkan di hampir setiap surat al-Qur`an.
Hadits pun banyak menjelaskan kegentingan selepas ditiup sangkakala kiamat ini, di antaranya:
يَقْبِضُ اللهُ الْأَرْضَ وَيَطْوِي السَّمَاءَ بِيَمِينِهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ مُلُوكُ الْأَرْضِ
“Allah menggemgam bumi dan menggulung langit dengan tangan kanan-Nya. Kemudian berfirman: “Akulah Maharaja. Mana raja-raja di bumi!?” (Shahih al-Bukhari bab kaifa yaqbidlul-‘Llahul-ardl yaumal-qiyamah no. 6519 dari hadits Abu Hurairah ra).
Al-Qur`an menginformasikan kejadian ini dalam QS. az-Zumar [39] : 67. Imam al-Bukhari menempatkan bab tentang digenggamnya bumi ini sesudah bab “ditiupnya sangkakala” karena memang digenggamnya bumi dan digulungnya langit berdasarkan QS. al-Haqqah [69] : 13-14 kejadiannya setelah ditiupnya sangkakala.
Al-Qadli ‘Iyadl menjelaskan bahwa peristiwa hancurnya bumi dan langit ini diungkapkan dengan kata qabdl (digenggam lalu ditarik), thayy (digulung), dan akhdz (diambil). Semuanya menunjukkan makna “menghancurkan” sesudah sebelumnya bumi dan langit terhampar dengan baik (Fathul-Bari).
Catatan: Perihal “tangan kanan” Allah swt, hadits lain menjelaskan bahwa kedua tangan Allah swt adalah tangan kanan: “Sesungguhnya orang-orang yang adil berada di sisi Allah di atas mimbar-mimbar cahaya sebelah kanan ar-Rahman ‘azza wa jalla. Dan kedua tangan-Nya itu kanan. Mereka adalah orang-orang yang adil dalam menetapkan hukum, adil dalam keluarga dan apa yang mereka urus/pimpin.” (Shahih Muslim bab al-imam al-‘adil no. 4825).
Imam an-Nawawi menegaskan berarti tidak boleh dipahami bahwa Allah swt mempunyai tangan kanan seperti makhluknya. Harus diyakini bahwa yang disebut “tangan” dalam hadits di atas bukan “tangan fisik”. Bangsa Arab memaknakan “tangan” itu dengan sesuatu yang baik, sedang “kiri” konotasinya jelek. Demikian ta`wil jumhur ahli kalam. Sementara jumhur salaf meyakini bahwa “tangan” itu adalah sifat Allah yang harus diimani tanpa ta`wil dan tidak boleh dipahami secara zhahir. Manusia juga tidak mungkin mengetahui maknanya (Syarah an-Nawawi Shahih Muslim bab fadlilatil-imamil-‘adil).
Sementara itu, dalam hadits Abu Sa’id al-Khudri yang lain dijelaskan bahwa bumi yang digenggam Allah swt itu akan dijadikan roti sebagai makanan penghuni surga yang paling awal masuk. Tentunya ini bagian dari perkara ghaib yang cukup diimani tanpa dipikirkan dengan nalar karena memang mustahil terjangkau nalar.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ النَّبِيُّ ﷺ تَكُونُ الْأَرْضُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ خُبْزَةً وَاحِدَةً يَتَكَفَّؤُهَا الْجَبَّارُ بِيَدِهِ كَمَا يَكْفَأُ أَحَدُكُمْ خُبْزَتَهُ فِي السَّفَرِ نُزُلًا لِأَهْلِ الْجَنَّةِ فَأَتَى رَجُلٌ مِنْ الْيَهُودِ فَقَالَ بَارَكَ الرَّحْمَنُ عَلَيْكَ يَا أَبَا الْقَاسِمِ أَلَا أُخْبِرُكَ بِنُزُلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ قَالَ بَلَى قَالَ تَكُونُ الْأَرْضُ خُبْزَةً وَاحِدَةً كَمَا قَالَ النَّبِيُّ ﷺ فَنَظَرَ النَّبِيُّ ﷺ إِلَيْنَا ثُمَّ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ ثُمَّ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكَ بِإِدَامِهِمْ قَالَ إِدَامُهُمْ بَالَامٌ وَنُونٌ قَالُوا وَمَا هَذَا قَالَ ثَوْرٌ وَنُونٌ يَأْكُلُ مِنْ زَائِدَةِ كَبِدِهِمَا سَبْعُونَ أَلْفًا
Dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi saw bersabda: “Bumi pada hari kiamat akan menjadi sekerat roti yang digenggam oleh Sang Mahagagah Perkasa dengan tangannya sebagaimana salah seorang dari kalian menggenggam rotinya ketika safar, sebagai hidangan persembahan bagi penghuni surga.” Kemudian ada seorang Yahudi datang dan berkata: “Semoga Allah memberkahi engkau wahai Abul-Qasim. Maukah aku beritahukan kepadamu hidangan untuk penghuni surga pada hari kiamat?” Nabi saw menjawab: “Tentu.” Yahudi itu berkata: “Bumi akan menjadi sekerat roti… dan seterusnya seperti yang dijelaskan Nabi saw.” Maka Nabi saw melihat kepada kami sambil tersenyum hingga tampak gigi gerahamnya. Orang Yahudi itu berkata lagi: “Mau aku beritahukan kepadamu lauk pauknya?” Nabi saw menjawab: “Lauk pauknya adalah Balam dan Nun.” Para shahabat bertanya: “Apa yang dimaksud itu?” Beliau menjelaskan: “Sapi jantan dan ikan paus. Akan makan dari hati kedua hewan itu 70.000 orang (yang masuk surga paling awal).” (Shahih al-Bukhari bab kaifa yaqbidlul-‘Llahul-ardl yaumal-qiyamah no. 6520).
Wal-‘Llahu a’lam