Karangan Bunga Turut Berduka Cita

Karangan Bunga Turut Berduka Cita
Di setiap momentum duka cita yang menimpa kalangan elit seringkali ada banyak kiriman karangan bunga sebagai bentuk ungkapan turut berduka cita. Apakah tradisi kalangan elit seperti itu dibenarkan syari’at? 0898–7118-xxx
Dalam hadits, Nabi saw melarang tradisi Jahiliyyah yang berlaku di kalangan elit mereka berupa pengumuman kematian yang berlebihan atau an-na’yu. Meski tidak kemudian haram sepenuhnya mengumumkan kematian tersebut. Yang haram itu yang kental unsur tradisi jahiliyyahnya yakni yang berlebih-lebihan. Dalam Bulughul-Maram kitab al-jana`iz, al-Hafizh Ibn Hajar menuliskan dalil-dalil seputar an-na’yu sebagai berikut:
577- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فِي قِصَّةِ الْمَرْأَةِ الَّتِي كَانَتْ تَقُمُّ الْمَسْجِدَ قَالَ: فَسَأَلَ عَنْهَا النَّبِيُّ ﷺ قَالُوا: مَاتَتْ, فَقَالَ: أَفَلَا كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي؟ فَكَأَنَّهُمْ صَغَّرُوا أَمْرَهَا فَقَالَ: دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهَا، فَدَلُّوهُ, فَصَلَّى عَلَيْهَا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah ra pada kisah perempuan yang mengurus masjid dan ketika Nabi saw menanyakannya dijawab sudah meninggal, Nabi saw bertanya: “Mengapa kalian tidak memberitahuku?” Seakan-akan para shahabat menganggap remeh urusannya. Nabi saw lalu bersabda: “Tunjukkan kepadaku kuburannya.” Lalu ditunjukkan kepada beliau dan beliau menshalatkannya. Disepakati keshahihannya
578- وَعَنْ حُذَيْفَةَ : أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَنْهَى عَنِ النَّعْيِ. رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ
Dari Hudzaifah ra: “Sesungguhnya Nabi saw melarang mengumumkan kematian.” Ahmad dan at-Tirmidzi meriwayatkannya, dan at-Tirmidzi juga menghasankannya.
579- وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ : أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ نَعَى النَّجَاشِيَّ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ وَخَرَجَ بِهِمْ مِنَ الْمُصَلَّى، فَصَفَّ بِهِمْ وَكَبَّرَ عَلَيْهِ أَرْبَعًا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah ra: “Sesungguhnya Nabi saw mengumumkan kematian Najasyi (Raja Habasyah) pada hari kematiannya, lalu beliau keluar menuju mushalla bersama para shahabat, mengatur shaf mereka, dan bertakbir empat kali.” Disepakati keshahihannya.
Dalam hadits Abu Hurairah ra yang pertama Nabi saw menegur para shahabat mengapa ketika marbot masjid meninggal dunia beliau tidak diberi tahu sehingga beliau tidak ikut menshalatkan jenazahnya. Itu artinya sekadar mengumumkan kematian untuk memberi tahu orang-orang terdekat agar mereka ikut menshalatkan jenazah hukumnya dianjurkan. Hal itu juga yang Nabi saw lakukan terkait kematian Najasyi sehingga beliau dan para shahabat bisa menshalatkan jenazahnya meski jenazah Najasyinya ghaib (tidak ada di hadapan jama’ah shalat).
Sementara larangan Nabi saw secara muthlaq atas praktik an-na’yu itu sendiri dijelaskan oleh al-Hafizh Ibn Hajar: “Yang terlarang itu yang seperti dilakukan orang-orang jahiliyyah dengan mengutus orang-orang tertentu untuk mengumumkan di gerbang-gerbang kota dan pasar.” (Fathul-Bari bab ar-rajul yan’a ila ahlil-mayyit bi nafsihi). Pengumuman seperti ini kental dengan unsur pamernya karena mustahil seluruh orang di kota dan pasar mengenali jenazah dan kemudian menshalatkannya.
Mengirimkan karangan bunga turut berduka cita hemat kami termasuk pada an-na’yu yang dilarang karena ada unsur berlebih-lebihan dan pamer. Jama’ah yang akan menshalatkan jenazah tidak memerlukan pajangan karangan bunga tersebut. Mereka yang lewat dan melihatnya pun tidak dipastikan akan menshalatkan jenazahnya kalau memang tidak mengenalnya. Jadi tidak ada keterkaitannya sama sekali dengan ajakan untuk menshalatkan jenazah. Apalagi faktanya seringkali dipajang selama beberapa hari meskipun jenazahnya sudah dikuburkan.
Meskipun ada yang menilainya sebagai perkara keduniaan yang hukum asalnya boleh, hemat kami pertimbangan tasyabbuh dengan tradisi jahiliyyah harus lebih dipertimbangkan agar selamat dari syubhat. Wal-‘Llahu a’lam.