Istihadlah Akibat Pil Keluarga Berencana (KB)

Istihadlah Akibat Pil Keluarga Berencana (KB)
Saya ganti KB, setelah itu haidlnya jadi lama bahkan sampai 14 hari? Tetapi kalau tidak di-KB haidl berjalan normal. Apakah saya wajib shalatnya setelah bersih meski sampai dua pekan dan bagaimana cara bersucinya? 0857–1866-xxx
Dari pertanyaan anda diketahui bahwa siklus haidl tidak normal itu akibat KB. Kalau tidak di-KB siklus haidl normal kembali. Itu berarti pendarahan yang melampaui masa haidl normal akibat KB masuknya kategori istihadlah (pendarahan non-haidl). Maka yang ditetapkan sebagai haidl itu yang tujuh hari pertama. Selebihnya termasuk istihadlah yang sudah terkena kewajiban shalat. Sebagaimana Nabi saw jelaskan kepada Hamnah binti Jahsy:
عَنْ حَمْنَةَ بِنْتِ جَحْشٍ قَالَتْ: كُنْتُ أُسْتَحَاضُ حَيْضَةً كَبِيرَةً شَدِيدَةً, فَأَتَيْتُ النَّبِيَّ ﷺ أَسْتَفْتِيهِ, فَقَالَ: إِنَّمَا هِيَ رَكْضَةٌ مِنَ الشَّيْطَانِ, فَتَحَيَّضِي سِتَّةَ أَيَّامٍ أَوْ سَبْعَةً ثُمَّ اغْتَسِلِي, فَإِذَا اسْتَنْقَأْتِ فَصَلِّي أَرْبَعَةً وَعِشْرِينَ أَوْ ثَلاَثَةً وَعِشْرِينَ وَصُومِي وَصَلِّي فَإِنَّ ذَلِكَ يُجْزِئُكَ, وَكَذَلِكَ فَافْعَلِي كَمَا تَحِيضُ النِّسَاءُ, فَإِنْ قَوِيتِ عَلَى أَنْ تُؤَخِّرِي الظُّهْرَ وَتُعَجِّلِي الْعَصْرَ ثُمَّ تَغْتَسِلِي حِينَ تَطْهُرِينَ وَتُصَلِّينَ الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا, ثُمَّ تُؤَخِّرِينَ الْمَغْرِبَ وَتُعَجِّلِينَ الْعِشَاءَ ثُمَّ تَغْتَسِلِينَ وَتَجْمَعِينَ بَيْنَ الصَّلاَتَيْنِ فَافْعَلِي. وَتَغْتَسِلِينَ مَعَ الصُّبْحِ وَتُصَلِّينَ. قَالَ وَهُوَ أَعْجَبُ الْأَمْرَيْنِ إِلَيَّ. رَوَاهُ الْخَمْسَةُ إِلاَّ النَّسَائِيَّ وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ الْبُخَارِيُّ
Dari Hamnah binti Jahsy, ia berkata: Aku pernah mengalami pendarahan yang banyak, lalu aku datang kepada Nabi saw memohon fatwa kepadanya. Beliau bersabda: “Sesungguhnya itu gangguan dari setan. Maka hitunglah masa haidlmu enam atau tujuh hari, lalu mandilah. Apabila telah bersih (dari haidl), maka shalatlah selama 24 atau 23 hari. Shaumlah dan shalatlah sebagaimana biasa, itu cukup untukmu. Demikian juga lakukanlah olehmu sebagaimana yang dilakukan perempuan-perempuan yang haidl. Jika kamu kuat untuk mengakhirkan zhuhur dan mengawalkan ashar, kemudian kamu mandi dan kamu shalat zhuhur dan ‘ashar dijama’; demikian juga jika kamu mampu mengakhirkan maghrib dan mengawalkan ‘isya, kemudian kamu mandi dan menjama’ dua shalat tersebut, lakukanlah. Dan kamu juga mandi di waktu shubuh dan shalat shubuh. Itu adalah yang paling aku senangi dari dua perkara (antara wudlu dan mandi).” Lima Imam meriwayatkannya kecuali an-Nasa`i. At-Tirmidzi menilainya shahih dan al-Bukhari menilainya hasan (Bulughul-Maram bab al-haidl no. 151).
Adapun cara bersuci dari istihadlah itu sendiri ada empat cara dan bisa dipilih salah satunya yang paling mudah atau yang paling baik jika mampu, yaitu:
Pertama, berwudlu untuk setiap shalat, ini cara yang paling mudah dan wajib (hadits ‘Aisyah riwayat al-Bukhari, Bulughul-Maram bab al-haidl no. 153). Cara berikutnya hukumnya sunat.
Kedua, mandi untuk setiap shalat (hadits ‘Aisyah riwayat Muslim, Bulughul-Maram bab al-haidl no. 152). Pada kedua cara pertama ini shalat dilaksanakan pada masing-masing waktunya.
Ketiga, mandi tiga kali sehari untuk shalat zhuhur-‘ashar, maghrib-‘isya, dan shubuh. Cara shalatnya: zhuhur-‘ashar dijama’ dengan cara shalat zhuhur di akhir waktu zhuhur dan shalat ‘ashar di awal waktu ‘ashar. Demikian halnya dengan maghrib-‘isya, yakni shalat maghrib di akhir waktu maghrib dan shalat ‘isya di awal waktu ‘isya. Sementara shubuh sebagaimana biasanya disyari’atkan. Cara ini dikategorikan cara yang terbaik sebagaimana dinyatakan Nabi saw dalam hadits Hamnah binti Jahsy di atas (Bulughul-Maram bab al-haidl no. 151).
Keempat, mandi dan wudlu disatukan pelaksanaannya sama dengan cara ketiga di atas, hanya untuk shalat ‘ashar dan ‘isyanya diselingi dengan berwudlu terlebih dahulu (hadits Asma binti ‘Umais riwayat Abu Dawud, Bulughul-Maram bab al-haidl no. 150).
Wal-‘Llahu a’lam