Hukum Tamasya ke Candi Borobudur

Ustadz bagaimana hukum tamasya ke candi Borobudur. Menjelang liburan, sekolah mengadakan tamasya ke candi Borobudur. Apakah hukumnya boleh? 081823xxxx
Seorang shahabat pernah berdialog dengan Nabi saw sebagai berikut:
عَنْ ثَابِتِ بْنِ الضَّحَّاكِ قَالَ: نَذَرَ رَجُلٌ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أَنْ يَنْحَرَ إِبِلاً بِبُوَانَةَ فَأَتَى النَّبِىَّ ﷺ فَقَالَ: إِنِّى نَذَرْتُ أَنْ أَنْحَرَ إِبِلاً بِبُوَانَةَ. فَقَالَ النَّبِىُّ ﷺ : هَلْ كَانَ فِيهَا وَثَنٌ مِنْ أَوْثَانِ الْجَاهِلِيَّةِ يُعْبَدُ. قَالُوا: لاَ. قَالَ: هَلْ كَانَ فِيهَا عِيدٌ مِنْ أَعْيَادِهِمْ. قَالُوا: لاَ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : أَوْفِ بِنَذْرِكَ فَإِنَّهُ لاَ وَفَاءَ لِنَذْرٍ فِى مَعْصِيَةِ اللَّهِ وَلاَ فِيمَا لاَ يَمْلِكُ ابْنُ آدَمَ.
Dari Tsabit ibn Adh Dhahhak ia berkata, seorang laki-laki bernadzar pada zaman Rasulullah saw untuk menyembelih unta di Buwanah. Kemudian ia datang kepada Nabi saw dan berkata: “Sesungguhnya saya telah bernadzar untuk menyembelih unta di Buwanah.” Nabi saw balik bertanya: “Apakah di sana terdapat berhala di antara berhala-berhala Jahiliyyah yang disembah?” Mereka berkata: “Tidak.” Beliau bertanya: “Apakah di sana terdapat perayaan Jahiliyyah?” Mereka berkata: “Tidak.” Rasulullah saw bersabda: “Penuhi nadzarmu, sesungguhnya tidak boleh memenuhi nadzar dalam bermaksiat kepada Allah, dan dalam perkara yang anak Adam tidak mampu memenuhinya.” (Sunan Abi Dawud kitab al-aiman wan-nudzur bab ma yu`maru bihi minal-wafa bin-nadzri no. 3315. Al-Albani menilainya shahih).
Secara jelas Nabi saw menyebut maksiat, mendatangi tempat yang di sana terdapat berhala Jahiliyyah yang disembah atau yang terdapat perayaan Jahiliyyah. Candi Borobudur jelas merupakan tempat peribadatan dan berhala yang disembah oleh penganut Budha. Berarti termasuk maksiat mendatanginya.
Perintah untuk menjelajah bumi (siyar) tujuannya untuk mengetahui bagaimana akibat jelek dari perbuatan para pendusta ajaran Allah swt.
فَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ ١٣٧
Berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul) (QS. Ali ‘Imran [3] : 137. Terdapat juga dalam an-Nahl [16] : 36; an-Naml [27] : 69; ar-Rum [30] : 42).
Ayat ini tentu tidak berlaku pada candi Borobudur, sebab tidak ada sisa-sisa kebinasaan di candi tersebut, yang ada justru sisa-sisa kejayaan. Menapaktilasi candi Borobudur hanya akan menimbulkan kebanggaan pada berhala. Apalagi jika faktanya disertai foto-foto dan meyentuhkan tangan pada berhala yang ada dalam stupa, meniru para penganutnya. Untuk tujuan belajar pun lebih tidak tepat lagi, sebab belajar hanya untuk hal-hal yang bermanfaat pada ilmu, iman, dan amal. Bukan pada hal-hal yang melunturkan keimanan dan menanamkan kebanggaan pada tempat pemujaan berhala. Jika alasannya hanya untuk tahu, tidak perlu dengan mendatanginya, cukup lewat bacaan. Sama seperti halnya untuk tahu bahwa mabuk haram, tidak perlu dengan mempraktikkan mabuk, cukup dengan mempelajari dalil yang mengharamkan mabuk.