Hukum Menggunakan Sepeda Motor Yang Digadaikan

Bismillah. Pa Ustadz mau tanya. Bagaimana hukum gadai menggadai motor, pinjam uang, gadainya motor, terus waktunya tidak dibatasi. Selama belum bisa mengembalikan uang itu, motor dipakai sama yang punya uang. Bagaimana hukumnya Ustadz? 08787351xxxx

Sering diajukannya pertanyaan semacam ini menunjukkan bahwa praktik gadai seperti ini sangat lumrah di tengah-tengah masyarakat kita. Tidak mustahil juga ketika sudah diberi tahu haram—sebagaimana sering dijelaskan dalam istifta bulletin ini—muncul pertanyaan; lalu apa fungsi dari barang gadai itu sendiri? Bukankah pegadaian itu tujuannya untuk bisa mengambil manfaat dari barang gadai? Jika memang tidak boleh maka untuk apa ada praktik pegadaian? Jika demikian berarti jangan ada pegadaian sama sekali?

Perlu ditegaskan ulang di sini bahwa pegadaian itu adalah pinjam meminjam. Akad pinjam meminjam itu dasarnya harus ta’awun (saling tolong menolong) bukan profit oriented (mencari keuntungan atau manfaat). Jika pinjam meminjam diniatkan untuk mencari manfaat dan keuntungan maka pasti jatuh pada riba, dan hukumnya haram. Nabi saw menegaskan:

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا

Setiap pinjaman yang menarik manfaat (kelebihan) maka itu adalah riba (Hadits hasan riwayat al-Harits ibn Abi Usamah yang dikuatkan oleh riwayat al-Baihaqi dan al-Bukhari. Bulughul-Maram kitab al-buyu’ bab ar-riba no. 881-883).

Maka dari itu luruskan niatnya terlebih dahulu bahwa meminjamkan uang itu niatnya untuk menolong, bukan mengambil manfaat. Jika itu dipraktikkan dengan adanya gadai, maka status gadai itu hanya sebatas jaminan/agunan. Seandainya peminjam tidak bisa membayar pinjamannya maka barang gadai itu bisa dijual dan dibayarkan pinjaman. Pemberi pinjaman tentu akan merasa lebih tenteram meminjamkan kepada yang mempunyai jaminan, daripada kepada yang tidak ada jaminan. Ini adalah salah satu hikmah dari pegadaian. Tetapi tidak juga jadi dalih bahwa meminjamkan itu hanya boleh kepada yang mempunyai barang gadai saja, sebab niat awalnya juga harus karena menolong, bukan cari keuntungan.

Akan tetapi status barang gadai/jaminan/agunan itu sendiri adalah milik pemiliknya, dalam hal ini yang meminjam/menggadaikan. Maka pihak pemiliknya masih berhak atas barangnya itu selama belum diputuskan bahwa ia gagal bayar dan harus menjual barang gadainya untuk membayar pinjamannya. Sementara itu pihak pemberi pinjaman juga tidak berhak memanfaatkan sekecil apapun barang gadai tersebut. Jika itu dilakukan, maka ini adalah riba karena adanya kelebihan dalam transaksi pinjam meminjam. Jadinya pemberi pinjaman menerima pembayaran pinjaman plus pemanfaatan barang gadai. Pemanfaatan barang gadainya ini riba. Atau peminjam jadi harus membayar pinjamannya dan sepeda motor yang dipakai pemberi pinjaman, misalnya. Sepeda motor yang dipakai pemberi pinjaman tersebut adalah ribanya. Nabi saw mengingatkan:

لاَ يَغْلَقُ الرَّهْنُ مِنْ صَاحِبِهِ الَّذِي رَهَنَهُ، لَهُ غُنْمُهُ وَعَلَيْهِ غُرْمُهُ

Gadai tidak menghalangi kepemilikan yang menggadaikan atas barang yang digadaikannya. Keuntungannya baginya (yang menggadaikan) dan kerugian juga tanggung jawabnya (yang menggadaikan) (Riwayat as-Syafi’i, ad-Daraquthni dan al-Hakim. Bulughul-Maram no. 879).

اَلرَّهْنُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا وَعَلَى الَّذِي يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ النَّفَقَةُ

Binatang yang digadaikan boleh ditunggangi jika dibayar nafaqahnya, dan susu dari hewan yang digadaikan boleh diminum jika dibayar nafaqahnya. Dan bagi orang yang menunggangi dan memimumnya wajib membayar nafaqahnya (Shahih al-Bukhari kitab al-buyu’ bab ar-rahn markubun wa mahlubun no. 2512).

Berdasarkan hadits terakhir ini maka pemberi pinjaman boleh menggunakan sepeda motor yang digadaikan asal dengan membayar nafaqah/uang kepada yang menggadaikan. Atau bisa juga bentuknya dihitung mengurangi jumlah utangnya. Wal-‘Llahu a’lam