Hukum Memanfaatkan Koneksi untuk Kepentingan Tertentu

Zaman sekarang, mengurus kepentingan apapun harus memanfaatkan koneksi atau orang dalam. Apakah hal yang semacam itu dibenarkan oleh syari’at? 0815-7350-xxxx
Sepengetahuan kami, model memanfaatkan koneksi itu ada yang melanggar aturan dan ada juga yang tidak melanggar aturan. Jika yang dimaksud kepentingan tersebut kepentingan bisnis yang terkait dengan satu perusahaan atau instansi, bisa dipastikan perusahaan atau instansi yang dimaksud memiliki aturan-aturan yang baku dalam menjalankan bisnisnya. Atau jika kepentingan yang dimaksud terkait dengan pemerintahan, bisa dipastikan pemerintah menerapkan aturan-aturan yang baku dalam menjalankan pemerintahannya. Demikian halnya dengan instansi pesantren, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya.
Maka jika memanfaatkan koneksi—atau istilah lainnya orang dalam (ordal)—yang dimaksud tidak sampai melabrak aturan yang ada, hukumnya halal. Itu semacam berkah dari sabda Nabi saw yang menganjurkan memperluas silaturahmi karena akan memanjangkan umur dan memperluas rezeki.
Sementara jika memanfaatkan koneksi itu dengan melabrak aturan sehingga menzhalimi dan mengambil hak orang lain, maka hukumnya pasti haram. Islam sangat menekankan kewajiban berbuat adil di hadapan Allah swt. Jangan merasa yang dihadapi dalam setiap urusan adalah orang-orang biasa, melainkan justru ada Allah swt yang senantiasa hadir di hadapan dan menuntut untuk senantiasa adil.
۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ بِٱلۡقِسۡطِ شُهَدَآءَ لِلَّهِ وَلَوۡ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ أَوِ ٱلۡوَٰلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَۚ إِن يَكُنۡ غَنِيًّا أَوۡ فَقِيرٗا فَٱللَّهُ أَوۡلَىٰ بِهِمَاۖ فَلَا تَتَّبِعُواْ ٱلۡهَوَىٰٓ أَن تَعۡدِلُواْۚ وَإِن تَلۡوُۥٓاْ أَوۡ تُعۡرِضُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٗا ١٣٥
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kepada mereka berdua. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan (QS. An-Nisa` [4] : 135)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُونُواْ قَوَّٰمِينَ لِلَّهِ شُهَدَآءَ بِٱلۡقِسۡطِۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنََٔانُ قَوۡمٍ عَلَىٰٓ أَلَّا تَعۡدِلُواْۚ ٱعۡدِلُواْ هُوَ أَقۡرَبُ لِلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ٨
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. al-Ma`idah [5] : 8).
Nabi saw juga mengingatkan bahwa Allah swt berfirman:
يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا
Wahai hamba-hamba-Ku, sungguh Aku mengharamkan zhalim kepada-Ku, dan aku menjadikannya haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling zhalim (Shahih Muslim bab tahrimiz-zhulm no. 6740).