Taubat Tidak Ada Syarat Dihukum

Bismillah, ustadz maaf saya mau tanya, bagaimanakah cara taubat untuk seseorang yang telah melakukan hampir semua dosa besar kecuali membunuh? Sedangkan di Indonesia sendiri tidak menggunakan hukum Islam? Syukran 08966061xxxx
Tidak ada syarat harus dihukum bagi para pelaku dosa besar seperti mencuri, berzina, mabuk, dan membunuh. Taubatnya berlaku sebagaimana umumnya; meninggalkan semua dosa tersebut dan memperbaiki diri dengan iman dan amal shalih (QS. al-Furqan [25] : 70-71)
Hukuman bagi pelaku dosa besar sebatas wajib ditegakkan. Jika tidak ditegakkan padahal mampu maka hukumnya berdosa. Jika tidak ditegakkan karena tidak mampu maka tidak berdosa. Dalilnya sabda Nabi saw:
فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَىْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَىْءٍ فَدَعُوهُ
Apa yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Dan apa yang aku larang, maka tinggalkanlah [baik mampu atau tidak mampu] (Shahih al-Bukhari kitab al-I’tisham bil-kitab was-sunnah bab al-iqtida bi sunani rasulillah no. 6744).
Dalam konteks Indonesia, hukuman untuk pelaku dosa besar itu tidak ditegakkan karena memang belum mampu, jadi tidak berdosa. Sebab suatu hukum bisa ditegakkan di sebuah negara itu syaratnya: (1) pemerintah yang memberlakukan hukum untuk rakyatnya, dan atau (2) rakyat yang mendesak pemerintah untuk memberlakukan hukum. Dua hal ini belum terwujud di Indonesia untuk hukuman bagi pelaku dosa besar. Akan tetapi untuk hukum pernikahan, perceraian, waris, waqaf, dan ekonomi syari’ah sudah bisa ditegakkan karena dua syarat di atas sudah ada. Kuncinya terletak pada “kesadaran hukum”. Disebabkan “kesadaran hukum” dari rakyat dan pemerintah masih tidak ada dalam hukuman bagi pelaku dosa besar, maka hukuman ini belum mampu ditegakkan di Indonesia. Meski demikian, kewajibannya tidak gugur. Setiap muslim wajib tetap berusaha menegakkannya dengan berda’wah membangun kesadaran hukum di tengah-tengah keluarga, masyarakat, sampai negara.
Dalam al-Qur`an sendiri Allah swt berfirman:
إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ مِن قَبۡلِ أَن تَقۡدِرُواْ عَلَيۡهِمۡۖ فَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ
Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menangkap (menghukumi) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. al-Ma`idah [5] : 34).
Maksudnya, kalau sudah bertaubat sebelum dihukum, maka sudah jangan diproses hukumnya, Allah sudah mengampuni mereka. Ayat ini tegas menyatakan bahwa taubat tidak ada syarat harus dihukum.
Dalam hadits, Nabi saw menyatakan:
وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ اِجْتَنِبُوا هَذِهِ اَلْقَاذُورَاتِ اَلَّتِي نَهَى اَللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا, فَمَنْ أَلَمَّ بِهَا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اَللَّهِ تَعَالَى, وَلِيَتُبْ إِلَى اَللَّهِ تَعَالَى, فَإِنَّهُ مَنْ يَبْدِ لَنَا صَفْحَتَهُ نُقِمْ عَلَيْهِ كِتَابَ اللهِ رَوَاهُ اَلْحَاكِمُ, وَهُوَ فِي “اَلْمُوْطَّإِ” مِنْ مَرَاسِيلِ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ
Dari Ibn ‘Umar, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Jauhilah perbuatan-perbuatan asusila (zina) yang telah Allah larang ini. Siapa saja yang sudah melakukannya, maka bersembunyilah dengan penutupan dari Allah dan bertaubatlah kepada Allah. Sebab siapa saja yang menampakkan kepada kami perbuatan asusilanya, kami akan menegakkan kepadanya hukum Allah awj.” Al-Hakim meriwayatkannya. Hadits ini dalam al-Muwaththa` termasuk mursal Zaid ibn Aslam (Bulughul-Maram kitab al-hudud bab haddiz-zina no. 1248).
Hanya memang, jika hukum itu sudah bisa ditegakkan, seorang pelaku dosa besar yang ingin benar-benar memastikan dosanya diampuni, adalah dengan menyerahkan diri untuk dihukum. Dalilnya adalah seorang perempuan Juhainah yang selingkuh di zaman Nabi saw, lalu menyerahkan diri untuk dihukum rajam (dilempar batu sampai mati), kemudian sesudah mati, Nabi saw menshalatkannya seraya mengatakan: “Sungguh taubat perempuan ini setara dengan taubatnya 70 orang penduduk Madinah.” (Shahih Muslim bab man i’tarafa ‘ala nafsihi biz-zina no. 4529).
Jika belum dihukum pun tidak berarti pasti disiksa:
وَمَنْ أَصَابَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَأُخِذَ بِهِ فِي الدُّنْيَا فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَطَهُورٌ وَمَنْ سَتَرَهُ اللَّهُ فَذَلِكَ إِلَى اللَّهِ إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ
Siapa yang melanggar larangan-larangan itu satu saja (mencuri, zina, membunuh, dan dosa kriminal lainnya), lalu ia dihukum di dunia maka itu kifarat dan pembersih baginya. Tetapi siapa yang ditutupi Allah (tidak dihukum) maka itu terserah Allah; jika Dia mau Dia akan menyiksanya, dan jika Dia mau Dia akan mengampuninya (Shahih al-Bukhari bab taubatis-sariq no. 6801)
Wal-‘Llahu a’lam bis-shawab.