Ada tetangga yang baru melahirkan tetapi menikahnya baru dua bulan ke belakang dengan tidak undang-undang. Apakah boleh melayatnya? Soalnya ada yang berpendapat bahwa yang berzina itu otangtuanya, anaknya lahir dalam keadaan fithrah? 0853-1402-xxxx
Pertanyaan di atas mengindikasikan bahwa bayi itu lahir dari hasil zina kedua orang tuanya. Ada baiknya jika memungkinkan anda melakukan tabayyun terlebih dahulu. Jika sudah dilakukan dan ternyata benar hasil zina, maka memang bayi tersebut lahir dalam keadaan tidak berdosa, tetapi apa yang dilakukan orang tuanya termasuk dosa besar. Melayat bayi tersebut dikhawatirkan sama dengan menyetujui perbuatan dosa besar kedua orang tuanya. Menyetujui kemunkaran sama bedosa besarnya dengan melakukan kemunkaran itu sendiri. Terlebih Nabi saw sendiri sudah menentukan hukuman bagi pelaku zina muda-mudi yang belum menikah harus diasingkan selama satu tahun. Jadi selama satu tahun tetangga yang diketahui berzina tersebut jangan dikunjungi dan diajak berkomunikasi.
Ketika Nabi saw mendapatkan aduan dari seorang ayah bahwa anaknya yang masih bujangan berzina dengan istri majikannya:
وَعَلَى ابْنِكَ جَلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيبُ عَامٍ وَأَمَّا أَنْتَ يَا أُنَيْسُ لِرَجُلٍ فَاغْدُ عَلَى امْرَأَةِ هَذَا فَارْجُمْهَا فَغَدَا عَلَيْهَا أُنَيْسٌ فَرَجَمَهَا
Anakmu didera 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun. Dan kamu hai Unais, pergilah besok ke perempuan itu, lalu rajamlah (hukum mati) ia.” Unais pun pergi esok harinya dan merajamnya (Shahih al-Bukhari bab idza-shthalahu ‘ala shulhi jaur fas-shulhu mardud no. 2695; Shahih Muslim bab man-i’tarafa ‘ala nafsihi biz-zina no. 4531)
Terkait nahyi munkar Nabi saw sudah memberikan tuntunan:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
Siapa yang melihat kemunkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu, dengan hatinya (tidak menyetujui/mendukung). Dan yang terakhir ini selemah-lemahnya iman (Shahih Muslim kitab al-iman bab bayan kaunin-nahyi ‘anil-munkar no. 186).
فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ الإِيمَانِ حَبَّةُ خَرْدَلٍ
Siapa yang melawan mereka dengan tangannya, itulah mukmin. Siapa yang melawan mereka dengan lisannya, itulah mukmin. Siapa yang melawan mereka dengan hatinya, itulah mukmin. Dan tidak ada di belakang itu keimanan sebesar biji terkecil sekalipun (Shahih Muslim kitab al-iman bab bayan kaunin-nahyi ‘anil-munkar no. 188)
Tidak melayat bayi hasil zina termasuk pada bentuk nahyi munkar paling lemah yang disebutkan hadits di atas. Maka seandainya ada orang yang melayat dan baru tahu kemudian bahwa itu anak hasil zina, maka ia juga harus membencinya dengan hatinya sebagai bagian dari nahyi munkar yang paling lemah. Jika anda memilih melayat tetapi hati tidak menyetujui, maka ini sebentuk kemunafiqan yang tidak diajarkan Islam. Dalam hal nahyi munkar tidak boleh ada kemunafiqan jika tidak ada kedaruratan nyata yang terkait dengan ancaman nyawa. Konsekuensinya, orang yang tidak melayat tetapi hatinya ridla saja dengan perbuatan zina tetangganya itu, maka ia juga sudah termasuk berdosa.
إِذَا عُمِلَتِ الْخَطِيئَةُ فِى الأَرْضِ كَانَ مَنْ شَهِدَهَا فَكَرِهَهَا وَ أَنْكَرَهَا كَمَنْ غَابَ عَنْهَا وَمَنْ غَابَ عَنْهَا فَرَضِيَهَا كَانَ كَمَنْ شَهِدَهَا
Apabila ada kesalahan yang dilakukan di bumi, maka orang yang menghadirinya/menyaksikannya lalu ia membencinya dan mengingkarinya sama seperti orang yang tidak menghadirinya. Sementara siapa yang tidak menghadirinya tetapi ia menyukainya, maka ia sama dengan orang yang menghadirinya (Sunan Abi Dawud kitab al-malahim bab al-amr wan-nahy no. 4347).
Akan tetapi akhlaq kepada tetangga tersebut, termasuk kepada anak dari hasil zinanya, harus tetap baik sebagaimana dituntunkan oleh syari’at. Yang dilarang itu sebatas menyetujui perbuatan zinanya. Dengan mengasingkan pasangan yang sudah berzina selama satu tahun, itu sudah cukup sebagai nahyi munkar minimal untuk mereka. Wal-‘Llahu a’lam