Di Balik Kebersahajaan Paus Fransiskus

Al-Qur`an memuji orang-orang Nashrani sebagai orang-orang yang berhati lembut, bersahaja, dan tidak sombong, sehingga mereka mudah beriman kepada Nabi Muhammad ﷺ dibandingkan Yahudi dan Musyrik (penyembah berhala). Akan tetapi kelembutan mereka terlalu berlebihan sehingga banyak mengharamkan yang halal, termasuk mengkultuskan Nabi ‘Isa/Yesus as sebagai anak Tuhan dan tokoh-tokoh mereka sebagai wakil-wakil Tuhan yang berhak mengubah agama Nabi ‘Isa as. Kelembutan mereka juga sering dijadikan kedok di balik misi Kristenisasi yang harus selalu dipaksakan kepada umat Islam.

Al-Qur`an selalu mengajarkan penilaian yang adil dan objektif. Terkait kaum Nashrani, al-Qur`an memuji beberapa pekerti mereka yang mulia di samping mengkritik keras sikap mereka yang kafir dan selalu memaksakan agama mereka kepada umat Islam. Ini harus menjadi pedoman umat Islam dalam menyikapi kaum Nashrani. Tetap bersikap santun dan lembut kepada mereka yang lembut dan penuh hormat, tetapi harus tegas dalam menyikapi kekufuran dan sikap mereka yang selalu memaksakan misi Kristen kepada umat Islam.

Pujian al-Qur`an kepada kaum Nashrani seraya membandingkannya dengan Yahudi dan Musyrik tertuang dalam surat al-Ma`idah sebagai berikut:

۞لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةٗ لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشۡرَكُواْۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقۡرَبَهُم مَّوَدَّةٗ لِّلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّا نَصَٰرَىٰۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنۡهُمۡ قِسِّيسِينَ وَرُهۡبَانٗا وَأَنَّهُمۡ لَا يَسۡتَكۡبِرُونَ  ٨٢ 

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani“. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri (QS. al-Ma`idah [5] : 82).

وَإِذَا سَمِعُواْ مَآ أُنزِلَ إِلَى ٱلرَّسُولِ تَرَىٰٓ أَعۡيُنَهُمۡ تَفِيضُ مِنَ ٱلدَّمۡعِ مِمَّا عَرَفُواْ مِنَ ٱلۡحَقِّۖ يَقُولُونَ رَبَّنَآ ءَامَنَّا فَٱكۡتُبۡنَا مَعَ ٱلشَّٰهِدِينَ  ٨٣ وَمَا لَنَا لَا نُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَمَا جَآءَنَا مِنَ ٱلۡحَقِّ وَنَطۡمَعُ أَن يُدۡخِلَنَا رَبُّنَا مَعَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلصَّٰلِحِينَ  ٨٤ فَأَثَٰبَهُمُ ٱللَّهُ بِمَا قَالُواْ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ وَذَٰلِكَ جَزَآءُ ٱلۡمُحۡسِنِينَ  ٨٥

Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad saw). Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang saleh?” Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya) (QS. al-Ma`idah [5] : 83-85).

وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ وَكَذَّبُواْ بِئَايَٰتِنَآ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلۡجَحِيمِ  ٨٦

Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka (QS. al-Ma`idah [5] : 86).

Terbaca jelas dari ayat-ayat di atas bahwa pujian Allah swt kepada kaum Nashrani disebabkan mereka mudah beriman kepada al-Qur`an dan Nabi Muhammad saw. Sementara orang-orang yang tetap memilih kafir diancam keras dengan neraka pada ayat 86 di atas.

Maka ayat-ayat semacam di atas tidak pantas kalau dijadikan dalih untuk memuji secara berlebihan kaum Nashrani, khususnya tokoh-tokoh mereka, selain kepada kaum Nashrani yang mudah diajak pada jalan kebenaran Islam. Ayat-ayat semakna terdapat juga dalam surat Ali ‘Imran.

۞لَيۡسُواْ سَوَآءٗۗ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ أُمَّةٞ قَآئِمَةٞ يَتۡلُونَ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ وَهُمۡ يَسۡجُدُونَ  ١١٣ يُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَيَأۡمُرُونَ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَيَنۡهَوۡنَ عَنِ ٱلۡمُنكَرِ وَيُسَٰرِعُونَ فِي ٱلۡخَيۡرَٰتِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ  ١١٤

Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh (QS. Ali ‘Imran [3] : 113-114).

Sebagaimana disimpulkan oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya, maksud ayat di atas adalah penegasan bahwa tidak semua Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani) tercela sebagaimana disebutkan ayat-ayat sebelumnya, tetapi akan selalu ada di antara mereka yang masuk Islam. Jadi pujian Allah swt dalam ayat-ayat di atas ditujukan kepada kaum Nashrani yang memilih masuk Islam.

Umat Islam juga diingatkan oleh Allah swt untuk tidak latah mengikuti tradisi tokoh-tokoh Nashrani yang sampai berani mengharamkan yang halal:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحَرِّمُواْ طَيِّبَٰتِ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكُمۡ وَلَا تَعۡتَدُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِينَ  ٨٧

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (QS. al-Ma`idah [5] : 87).

Al-Hafizh Ibn Katsir mengutip berbagai riwayat yang menjelaskan bahwa ayat di atas ditujukan kepada para shahabat yang tertarik mengikuti kebiasaan tokoh-tokoh Nashrani yang tidak menikah, memilih jalan hidup miskin, shaum terus menerus tanpa berbuka, dan shalat malam terus-menerus tanpa tidur. Nabi saw melarang mereka melakukan itu semua seraya menekankan keharusan mengikuti sunnah Nabi saw. Kemudian ayat di atas pun turun mengecam keinginan mereka hidup seperti orang-orang yang dianggap suci di kalangan Nashrani karena sudah melampaui batas.

Surat al-Hadid menyebutkan tradisi “kerahiban” yang berlaku di kalangan tokoh-tokoh agama Nashrani itu adalah bid’ah yang menyimpang dan tidak pantas diikuti. Umat Islam jangan terkecoh dengan kebersahajaan dan kelembutan tokoh-tokoh Kristiani tersebut karena faktanya banyak dicampuri bid’ah yang berlebihan.

ثُمَّ قَفَّيۡنَا عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِم بِرُسُلِنَا وَقَفَّيۡنَا بِعِيسَى ٱبۡنِ مَرۡيَمَ وَءَاتَيۡنَٰهُ ٱلۡإِنجِيلَۖ وَجَعَلۡنَا فِي قُلُوبِ ٱلَّذِينَ ٱتَّبَعُوهُ رَأۡفَةٗ وَرَحۡمَةٗۚ وَرَهۡبَانِيَّةً ٱبۡتَدَعُوهَا مَا كَتَبۡنَٰهَا عَلَيۡهِمۡ إِلَّا ٱبۡتِغَآءَ رِضۡوَٰنِ ٱللَّهِ فَمَا رَعَوۡهَا حَقَّ رِعَايَتِهَاۖ فَآتَيۡنَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنۡهُمۡ أَجۡرَهُمۡۖ وَكَثِيرٞ مِّنۡهُمۡ فَٰسِقُونَ  ٢٧

Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah (kerahiban) padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka, selain keharusan mencari keridhaan Allah, tetapi mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasiq (QS. al-Hadid [57] : 27).

Ayat ini, sebagaimana dijelaskan al-Hafizh Ibn Katsir, mengkritik kaum Nashrani dalam dua hal: Pertama, membuat bid’ah kerahiban yang sampai mengharamkan yang halal. Kedua, mereka tidak benar dalam menjalani pencarian keridlaan Allah swt sehingga mereka tidak meraihnya. Al-Qur`an tetap konsisten memuji kaum Nashrani yang kemudian beriman, tetapi mayoritasnya tetap fasiq dengan kerahiban dan penyimpangan dari jalan yang diridlai Allah swt.

Di antara penyimpangan yang dimaksud adalah berlebihan dalam mendudukkan Nabi ‘Isa/Yesus as sebagai anak tuhan, demikian juga orang-orang yang dianggap suci di antara mereka yang didudukkan sebagai wakil-wakil tuhan yang berhak mengubah-ubah ajaran agama Nashrani (QS. al-Ma`idah [5] : 17, 72-75; at-Taubah [9] : 31). 

Hal lain yang tetap harus diwaspadai umat Islam, kaum Nashrani tidak akan pernah bisa melepaskan diri mereka dari ajaran missi; keharusan mengkristenkan umat manusia dengan berbagai cara, bahkan dengan peperangan sekalipun. Sejarah telah membuktikannya bahwa perang Salib yang dilanjutkan dengan kolonialisasi Barat atas negara-negara di Timur dan Afrika ditunggangi oleh misi kristenisasi ini. Allah swt sudah mengingatkan:

وَلَن تَرۡضَىٰ عَنكَ ٱلۡيَهُودُ وَلَا ٱلنَّصَٰرَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمۡۗ …  ١٢٠

Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka (QS. al-Baqarah [2] : 120)

وَلَا يَزَالُونَ يُقَٰتِلُونَكُمۡ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمۡ عَن دِينِكُمۡ إِنِ ٱسۡتَطَٰعُواْۚ …  ٢١٧

Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup (QS. al-Baqarah [2] : 217)

Misi kristenisasi berbeda jauh dengan dakwah dan perang dalam Islam. Dakwah tidak boleh dengan memaksa sebagaimana menjadi keharusan dalam kristenisasi. Perang juga tujuannya untuk menghilangkan fitnah pada umat Islam, bukan untuk memaksa orang lain masuk Islam. 

Kunjungan Paus Katholik Roma ke berbagai negara mustahil lepas dari apa yang telah dijelaskan al-Qur`an. Umat Islam tidak perlu berlebihan menyambut kedatangannya di berbagai negara. Apalagi sampai memuji-muji dengan berlebihan juga. Seyogianya mengikuti sunnah Nabi saw yang berani mengajak Kaisar Romawi untuk ikut ajaran Islam. Bukan dengan melemahkan syiar-syiar Islam, tetapi memaksa tokoh-tokoh Nashrani untuk menghargai eksistensi Islam dan umat Islam di berbagai negara. Wal-‘Llahu a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *