Sampai hari ini masjid di dekat rumah saya memberlakukan shaf renggang untuk shalat berjama’ah, jum’at, dan tarawihnya. Apakah baiknya saya shalat di masjid ataukah shalat di rumah saja?
0812-1830-xxxx, 0895-3380-xxxx, 0813-2285-xxxx
Sebagaimana sudah dibahas dalam edisi Fiqih Jaga Jarak tertanggal 20 Maret 2020 M, ada dua pendapat terkait hal tersebut. Pendapat pertama adalah yang menilai shaf rapat itu sebagai bagian dari kesempurnaan shalat saja. Jadi seandainya shaf tidak rapat maka shalatnya tetap sah. Dalilnya adalah hadits yang populer:
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ، فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ تَمَامِ الصَّلَاةِ
Luruskanlah shaf kalian karena meluruskan shaf itu termasuk kesempurnaan shalat (Musnad Ahmad musnad Anas ibn Malik no. 12813, 13899, 14096).
Meski hadits ini hanya menyebut “meluruskan shaf” bukan “merapatkan shaf”, tetapi dipahami oleh kelompok ini bahwa yang terkait shaf berarti hanya kesempurnaan saja, bukan syarat shah. Seandainya tidak rapat pun maka shalat berjama’ahnya sah.
Pendapat kedua menilai rapat shaf itu bagian dari rukun shalat berjama’ah, sehingga jika tidak rapat shaf berarti shalat berjama’ah tidak sah, sama saja dengan shalat sendirian (munfarid). Dalilnya adalah perintah Nabi saw untuk selalu merapatkan shaf dalam shalat berjama’ah.
أَقِيمُوا الصُّفُوف وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَل وَلَا تَذَرُوا فُرُجَات لِلشَّيْطَانِ وَمَنْ وَصَلَ صَفًا وَصَلَهُ اَللَّهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ
Luruskanlah shaf, rekatkanlah di antara bahu-bahu, isilah celah-celah yang kosong, dan janganlah kalian menyisakan celah untuk setan. Siapa yang menyambungkan shaf maka Allah akan menyambung (pahala/barakah)-nya, dan siapa yang memutuskan shaf maka Allah akan memutus (pahala/barakah)-nya (Sunan Abi Dawud bab taswiyatis-shufuf no. 666-667)
عَنْ أَنَسٍ عَنْ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ
Dari Anas, dari Nabi saw, beliau bersabda: “Luruskan shaf kalian, karena sungguh aku melihat kalian dari belakang punggungku.” Anas berkata: “Salah seorang dari kami menyentuhkan bahunya pada bahu orang yang ada di sampingnya dan telapak kakinya pada telapak kaki yang ada di sampingnya.” (Shahih al-Bukhari bab ilzaqil-mankib bil-mankib no. 725).
Ketika Nabi saw menemukan shaf shahabat tidak rapat, Nabi saw langsung menegur mereka:
أَلاَ تَصُفُّونَ كَمَا تَصُفُّ الْمَلاَئِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا. فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ تَصُفُّ الْمَلاَئِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا قَالَ يُتِمُّونَ الصُّفُوفَ الأُوَلَ وَيَتَرَاصُّونَ فِى الصَّفِّ
“Tidak bisakah kalian bershaf seperti shaf malaikat di hadapan Rabb mereka?” Kami bertanya: “Bagaimana wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Mereka menyempurnakan dahulu shaf yang paling depan dan merapatkan shaf (tidak menyisakan celah).” (Shahih Muslim bab al-amr bis-sukun fis-shalat no. 996).
Kami lebih memilih pendapat yang kedua dan menilai kerapatan shaf itu bagian dari rukun shalat berjama’ah, sehingga tidak sah shalat berjama’ah jika shaf shalatnya renggang. Shaf yang rapat juga in sya`al-‘Llah tidak akan mempercepat penularan virus sebab selama shalat tidak ada yang membuka mulutnya dan tidak ada yang saling berjabat tangan, apalagi berpelukan. Semua yang shalat juga sudah dalam keadaan suci badannya. Asalkan jaga jarak dijaga selama di masjid, in sya`al-‘Llah penularan virus yang ditakutkan tidak akan ada.
Jadi jika anda tidak bisa mengusulkan ke DKM untuk memberlakukan shaf rapat dalam shalat berjama’ah, hemat kami lebih baik anda shalat di rumah saja. Sebab memang jika ada udzur syar’i untuk shalat berjama’ah, dalam dalilnya juga bukan dengan merenggangkan shaf, melainkan dengan shalat di rumah saja. Wal-‘Llahu a’lam.