Hukum Membawa Anak Kecil Shalat ke Masjid

Ustadz maaf apakah boleh anak kecil dibawa shalat ke masjid? Seringkali ada yang keberatan karena anak kecil suka lari-lari di masjid mengganggu yang shalat? 0895-0372-xxxx
Anak kecil harus didekatkan dengan masjid dari sejak usia dini sebagai bagian pendidikan agar tertanam dalam hati mereka bahwa masjid adalah bagian dari kehidupan mereka. Persoalan anak kecil yang suka lari-lari di masjid maka diusahakan semaksimal mungkin tidak demikian. Kalaupun susah dilarangnya, jama’ah masjid tidak perlu merasa risih karena shalat mereka tidak akan berkurang pahalanya selama mereka khusyu. Jangan juga merasa terganggu kekhusyuannya, melainkan abaikan saja dan sadari bahwa itulah dunia anak-anak yang harus diterima sebagai sebuah kewajaran. Ini didasarkan dalil-dalil bahwa pada zaman Nabi saw juga anak-anak dibawa ke masjid. Kalaupun ada di antara mereka yang lari-lari, Nabi saw dan para shahabat tidak merasa terganggu, melainkan diabaikan saja.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَقْبَلْتُ رَاكِبًا عَلَى حِمَارٍ أَتَانٍ وَأَنَا يَوْمَئِذٍ قَدْ نَاهَزْتُ الِاحْتِلَامَ وَرَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي بِمِنًى إِلَى غَيْرِ جِدَارٍ فَمَرَرْتُ بَيْنَ يَدَيْ بَعْضِ الصَّفِّ وَأَرْسَلْتُ الْأَتَانَ تَرْتَعُ فَدَخَلْتُ فِي الصَّفِّ فَلَمْ يُنْكَرْ ذَلِكَ عَلَيَّ
Dari ‘Abdullah ibn ‘Abbas ra, ia berkata: “Aku pernah datang mengendarai keledai betina, ketika itu menjelang ihtilam (baligh), pada saat Rasulullah saw shalat di Mina tidak menghadap dinding. Aku lewat di depan salah satu shaf (dalam riwayat lain disebutkan shaf pertama). Aku lepaskan keledai itu untuk makan. Aku lalu masuk shaf, dan tidak diingkari hal tersebut atasku.” (Shahih al-Bukhari bab mata yashihhu sima’us-shaghir no. 76).
Meski hadits di atas tidak spesifik di masjid, melainkan di Mina, tetapi fiqihnya bisa diambil, yakni bahwa anak seusia Ibn ‘Abbas saat itu yang belum baligh datang ketika jama’ah sedang shalat, ia berjalan di depan shaf pertama, di area sujud mereka (baina yadail-mushalli), lalu ia masuk ke dalam shaf, tetapi tidak ada yang menyalahkannya karena ia masih kecil. Shalatnya pun tidak diulang, dan itu menunjukkan bahwa shalatnya tidak rusak. Rasul saw dan shahabat tidak menyalahkan Ibn ‘Abbas karena memaklumi ia belum baligh. Seyogianya jama’ah masjid pun seperti itu, harus besar maklumnya kepada anak-anak yang dibawa ke masjid.
Dalam hadits Abu Qatadah dijelaskan bagaimana sunnah memaklumi anak kecil tersebut:
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَقُومُ إِلَى الصَّلَاةِ وَأَنَا أُرِيدُ أَنْ أُطَوِّلَ فِيهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي كَرَاهِيَةَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمِّهِ
Dari Abu Qatadah al-Anshari, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Sungguh aku semula hendak mengimami shalat dengan bacaan yang panjang. Tetapi tiba-tiba aku mendengar tangisan anak kecil, sehingga aku pun memendekkan bacaan shalatku karena takut memberatkan ibunya (Shahih al-Bukhari bab khurujin-nisa` ilal-masajid bil-lail wal-ghalas no. 868).
Nabi saw sama sekali tidak menyalahkan anak kecil dan ibunya, melainkan memperhatikan mereka dengan memperpendek bacaan shalatnya. Ini juga jadi dalil bahwa ibu-ibu diperbolehkan shalat di masjid dan tidak perlu merasa terhalangi oleh ketakutan bahwa anak-anak yang dibawanya akan mengganggu shalat.
Hanya memang sebaiknya, anak kecil yang dibawa ke masjid digendong atau dijaga sebaik mungkin untuk tidak mengganggu yang lain, seperti yang dicontohkan Nabi saw:
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا
Dari Abu Qatadah al-Anshari: “Rasulullah saw pernah shalat sambil menggendong Umamah putri Zainab binti Rasulullah dan Abul-‘Ash ibn Rabi’ah ibn ‘Abdisyams. Jika beliau sujud, beliau menurunkannya. Dan jika beliau berdiri, beliau menggendongnya kembali.” (Shahih al-Bukhari bab idza hamala jariyah shaghirah fi ‘unuqihi fis-shalat no. 516).