Ungkapan “kiamat sudah dekat” sudah sangat akrab di telinga. Ayat-ayat al-Qur`an sendiri sudah banyak yang menegaskannya. Akan tetapi hal ini seringkali dijadikan guyonan dari sejak awal Islam karena nyatanya kiamat tidak kunjung datang. Padahal akhir kehidupan manusia di dunia dimulai sejak mereka mati. Ketika manusia mati, maka berakhirlah fase kehidupan mereka dan itulah kiamat. Jadi benar-benar sangat dekat.
Dalam hadits, Nabi saw menggambarkan kedekatan kiamat dengan diutusnya beliau sebagai Nabi seraya menyandingkan jari telunjuk dan jari tengah:
بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ هَكَذَا وَيُشِيرُ بِإِصْبَعَيْهِ فَيَمُدُّ بِهِمَا
Aku diutus dan (di saat yang bersamaan) kiamat sudah seperti ini—beliau berisyarat dengan dua jarinya sambil memanjangkan keduanya (Shahih al-Bukhari kitab ar-riqaq bab qaulin-Nabiy was-sa’ah ka hatain no. 6503-6505 dari Sahl ibn Sa’ad, Anas ibn Malik, dan Abu Hurairah).
Dalam sanad yang lain redaksinya ada tambahan:
وَقَرَنَ بَيْن إِصْبَعَيْهِ السَّبَّابَة وَالْوُسْطَى
Beliau menyandingkan antara dua jarinya; telunjuk dan jari tengah.
Dalam hadits Sahl ibn Sa’ad dan Anas ibn Malik, wawu pada lafazh “was-sa’ah” bermakna ma’iyyah; bersama, sehingga lafazh sa’ah dibaca manshub; was-sa’ata. Sementara dalam hadits Abu Hurairah dibaca marfu’; was-sa’atu sebagai ‘athaf kepada dlamir tu pada lafazh bu’itstu, sehingga terjemahnya: “Jarak antara aku diutus dan kiamat itu seperti ini.” (Fathul-Bari).
Sa’ah arti asalnya qith’ah minaz-zaman; sepenggal waktu. Menurut para ahli waktu, sa’ah adalah satu bagian dari 24 bagian waktu dalam satu hari satu malam (1 jam dari 24 jam). Didasarkan pada hadits Jabir yang diriwayatkan Abu Dawud dan an-Nasa`i dan dishahihkan al-Hakim.
يَوْمُ الْجُمُعَةِ اِثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً
Hari Jum’at itu ada 12 sa’ah (Fathul-Bari).
Al-Qadli Husain menjelaskan bahwa hadits ini menunjukkan standar waktu dalam satu hari 12 sa’ah, dan malam pun demikian, sehingga jumlah sehari semalamnya 24 sa’ah. Terlepas dengan perubahan sedikit di musim panas dan dingin yang kadang menjadi 10-14 jam (Fathul-Bari bab fadlil-jumu’ah).
Dalam hadits tentang kiamat di atas yang dimaksud sa’ah adalah “sepenggal waktu khusus” yakni hari kiamat. Hadits tersebut menunjukkan jarak waktu kiamat dari sejak diutusnya Nabi saw itu seperti jari tengah dan jari telunjuk yang disandingkan. Maknanya bisa diukurkan pada beda jarak tinggi telunjuk dan jari tengah yang sangat dekat sehingga berarti jarak waktu hari kiamat sudah sangat dekat. Bisa juga maknanya diukurkan pada berdampingannya jari telunjuk dan jari tengah tanpa ada jari lain di antaranya, yang menunjukkan jarak antara diutusnya Nabi saw sampai hari kiamat itu sangat dekat dan tidak ada pemisah, yakni diutusnya Nabi lain selain Nabi Muhammad saw. Demikian Imam al-Baidlawi dan al-Qurthubi menjelaskannya sebagaimana dikutip al-Hafizh Ibn Hajar.
Hadits di atas tidak bertentangan dengan hadits Jibril dimana Nabi saw menjawab pertanyaan kapan hari kiamat dengan menyatakan: “Tidaklah yang ditanya lebih tahu daripada yang bertanya”, sebab yang dimaksud tidak diketahui itu adalah hari H-nya, sementara jarak waktunya sudah diketahui, yakni sudah sangat dekat.
Hadits di atas sekaligus menyatakan bahwa awal tanda kiamat sudah tiba dan itu adalah diutusnya Nabi Muhammad saw. Hadits tersebut merupakan penjelas firman Allah swt:
فَهَلۡ يَنظُرُونَ إِلَّا ٱلسَّاعَةَ أَن تَأۡتِيَهُم بَغۡتَةٗۖ فَقَدۡ جَآءَ أَشۡرَاطُهَاۚ فَأَنَّىٰ لَهُمۡ إِذَا جَآءَتۡهُمۡ ذِكۡرَىٰهُمۡ
Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya kepada mereka dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya (diutusnya Nabi saw). Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah datang? (QS. Muhammad [47] : 18)
Al-Qadli ‘Iyadl mengkritik sebagian ulama yang terlalu memaksakan diri menguatkan pendapat bahwa yang dimaksud jarak dekat antara diutusnya Nabi saw sampai hari kiamat itu adalah 500 tahun. Pendapat ini jelas salahnya, sebab sebagaimana ditegaskan al-Hafizh Ibn Hajar (773-852 H), sampai zamannya saja sudah berlangsung 700-an tahun dan kiamat belum terjadi—apalagi jika diukurkan sampai zaman sekarang yang sudah masuk tahun 1444 H. Bagi yang berpendapat demikian, mereka menjelaskan bahwa dunia sampai zaman Nabi saw sudah berusia 6.500 tahun dari yang seluruhnya 7.000 tahun. Mereka memahami bahwa perbedaan tinggi antara telunjuk dan jari tengah itu jika dibandingkan dengan ketinggian keseluruhannya adalah 1/14. Dasar dalilnya adalah hadits Nabi saw yang dikuatkan oleh atsar-atsar dari Ibn ‘Abbas dan Wahb ibn Munabbih, yang sebagiannya dla’if dan sebagiannya shahih tetapi tidak dalam makna bahwa dunia tinggal berumur 500 tahun lagi:
الدُّنْيَا جُمُعَةٌ مِنْ جُمَع الْآخِرَة سَبْعَة آلَاف سَنَةٍ وَقَدْ مَضَى سِتَّةُ آلَاف وَمِائَة سَنَة
Dunia itu satu jum’at dari jum’at-jum’at terakhir yang lama waktu keseluruhannya 7.000 tahun, dan sudah berlangsung 6.100 tahun (riwayat at-Thabari dari Yahya ibn Ya’qub, dari Hammad ibn Abi Sulaiman, dari Sa’id ibn Jubair, dari Ibn ‘Abbas. Yahya dinilai munkarul-hadits oleh Imam al-Bukhari dan Hammad fihi maqal; bermasalah. Demikian al-Hafizh menjelaskan dalam Fathul-Bari).
الدُّنْيَا سَبْعَة آلَاف سَنَة بُعِثْت فِي آخِرِهَا
Dunia itu 7.000 tahun, dan aku diutus di akhirnya (riwayat Ibnus-Sakan dari Ziml yang disampaikan putranya dalam kitab as-Shahabah. Tetapi ia menyatakan bahwa Ziml majhul (tidak dikenal), dan putranya dla’if jiddan/dla’if sekali. Demikian al-Hafizh menjelaskan dalam Fathul-Bari)
إِنَّمَا أَجَلُكُمْ فِي أَجَلِ مَنْ خَلَا مِنْ الْأُمَمِ مَا بَيْنَ صَلَاةِ الْعَصْرِ إِلَى مَغْرِبِ الشَّمْسِ
Hanyasanya ajal kalian dibanding ajal umat sebelum kalian adalah antara shalat ‘ashar sampai terbenam matahari (Shahih al-Bukhari bab ma dzukira ‘an Bani Isra`il no. 3459. Hadits shahih ini tidak memastikan sama sekali jarak tahun, melainkan hanya menyebutkan jaraknya sudah dekat).
إِنِّى لأَرْجُو أَنْ لاَ تُعْجِزَ أُمَّتِى عِنْدَ رَبِّهَا أَنْ يُؤَخِّرَهُمْ نِصْفَ يَوْمٍ. قِيلَ لِسَعْدٍ وَكَمْ نِصْفُ يَوْمٍ قَالَ خَمْسُمِائَةِ سَنَةٍ
“Sungguh aku berharap agar umatku tidak lemah di hadapan Rabbnya ketika Dia mengakhirkan mereka setengah hari.” Sa’ad ibn Abi Waqqash (shahabat periwayat hadits) ditanya berapa lama setengah hari itu. Ia menjawab: “500 tahun.” (Sunan Abi Dawud bab qiyamis-sa’ah no. 4352. Penafsiran ½ hari sebagai 500 tahun sesuai dengan QS. al-Hajj [22] : 47 dan as-Sajdah [32] : 5).
Maksud hadits di atas adalah Nabi saw berdo’a agar umatnya yang tertahan di mauqif (tempat berkumpul dan menunggu menjelang masuk surga) selama 500 tahun bisa kuat bertahan tanpa kepayahan. Mereka adalah orang-orang kaya yang dipastikan terlambat masuk surga sampai 500 tahun, berdasarkan hadits Nabi saw:
يَدْخُلُ فُقَرَاءُ المُسْلِمِينَ الجَنَّةَ قَبْلَ أَغْنِيَائِهِمْ بِنِصْفِ يَوْمٍ وَهُوَ خَمْسُمِائَةِ عَامٍ
Kaum muslimin yang faqir akan masuk surga sebelum orang-orang kaya lebih cepat setengah hari, yakni 500 tahun (Sunan at-Tirmidzi bab anna fuqara`al-muhajirin yadkhulunal-jannah qabla aghniya`ihim no. 2355).
Al-Hafizh juga menyinggung tentang beberapa pihak yang menghitung hari kiamat dari huruf-huruf muqaththa’ah dalam awal surat al-Qur`an sehingga menyimpulkan jaraknya kurang lebih 693 tahun lagi. Tetapi menghitung dengan cara seperti ini adalah tradisi sihir dan merupakan adat Yahudi (Fathul-Bari).
Padahal jika kiamat itu berarti berakhirnya kehidupan dunia, maka satu hal yang pasti jaraknya sangat dekat sekali dan akan dialami oleh setiap orang dalam waktu dekat, dan itu adalah kematian. Maka dari itu ketika Nabi saw ditanya tentang kapan kepastian waktu kiamat, Nabi saw mengingatkannya dengan kematian:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رِجَالٌ مِنْ الْأَعْرَابِ جُفَاةً يَأْتُونَ النَّبِيَّ ﷺ فَيَسْأَلُونَهُ مَتَى السَّاعَةُ فَكَانَ يَنْظُرُ إِلَى أَصْغَرِهِمْ فَيَقُولُ إِنْ يَعِشْ هَذَا لَا يُدْرِكْهُ الْهَرَمُ حَتَّى تَقُومَ عَلَيْكُمْ سَاعَتُكُمْ
Dari ‘Aisyah, ia berkata: Beberapa lelaki Arab pedusunan yang kasar perangainya datang kepada Nabi saw dan bertanya tentang waktu kiamat. Beliau lalu melihat kepada yang paling kecil dari mereka sambil bersabda: “Jika anak ini panjang umur, ia tidak akan mengalami masa tua renta hingga datang kepada kalian kiamat kalian.” (Shahih al-Bukhari bab sakaratil-maut no. 6511; Shahih Muslim bab qurbis-sa’ah no. 7598).