Janda Lebih Baik Tidak Menikah Lagi?

Bismillah, saya mau bertanya tentang hadits yang menjelaskan keutamaan janda yang tidak menikah lagi. Bukankah itu karena faktor mengurus anak-anaknya, sehingga kalau seorang janda merasa dengan menikah lagi anak-anaknya akan lebih terurus berarti baginya lebih baik menikah lagi? 0896-3952-xxxx
Hadits-hadits yang menyebutkan keutamaan janda tidak menikah lagi karena fokus mengurus anak-anaknya sama kedudukannya dengan keutamaan perempuan pengemis untuk makan anak-anak perempuannya atau keutamaan hamba sahaya yang taat kepada Allah swt. Tentu maksudnya bukan berarti dianjurkan menjadi pengemis atau menjadi hamba sahaya. Maksud hadits-hadits itu bagi mereka yang ditaqdirkan menjadi janda yang tidak menikah lagi, atau menjadi pengemis, atau menjadi hamba sahaya, selama mereka sabar menjalani taqdirnya dan dengan tetap taat kepada Allah swt maka mereka adalah orang-orang mulia menurut Allah swt dan akan mendapatkan kemuliaan khusus pada hari kebangkitan nanti. Jika ada jalannya untuk menikah lagi maka dibolehkan untuk menikah lagi, sebagaimana ibu-ibu janda yang kemudian memilih bersedia dinikahi oleh Rasulullah saw atau para shahabat di masa wahyu turun. Meskipun keutamaan menjandanya hilang, tetapi perempuan tersebut akan mendapatkan keutamaan yang lain lagi dari aspek menjadi istri shalihahnya, berbakti kepada suami, menyambungkan silaturahmi dengan keluarga baru, dan memperbanyak amal shalih dengan harta yang dimilikinya.
أَنَا أَوَّلُ مَنْ يُفْتَحُ لَهُ بَابُ الْجَنَّةِ، إِلَّا أَنَّهُ تَأْتِي امْرَأَةٌ تُبَادِرُنِي فَأَقُولُ لَهَا: مَا لَكِ؟ وَمَا أَنْتِ؟ فَتَقُولُ: أَنَا امْرَأَةٌ قَعَدْتُ عَلَى أَيْتَامٍ لِي
Saya adalah orang pertama yang dibukakan pintu surga, tetapi tiba-tiba ada seorang perempuan yang menyusulku. Lalu aku bertanya: “Mengapa kamu bisa seperti ini? Siapa kamu?” Ia menjawab: “Aku adalah seorang perempuan yang duduk (mengurus, tidak menikah lagi—pen) untuk anak-anakku yang yatim.” (Musnad Abi Ya’la al-Mushili musnad Abi Hurairah no. 6651).
أَنَا وَامْرَأَةٌ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ كَهَاتَيْنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. وَأَوْمَأَ يَزِيدُ بِالْوُسْطَى وَالسَّبَّابَةِ امْرَأَةٌ آمَتْ مِنْ زَوْجِهَا ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ حَبَسَتْ نَفْسَهَا عَلَى يَتَامَاهَا حَتَّى بَانُوا أَوْ مَاتُوا
“Saya dan seorang perempuan yang berubah warna pipinya (tidak berdandan) seperti dua jari ini pada hari kiamat.” Yazid ibn Zurai’—seorang rawi hadits ini—berisyarat dengan jari tengah dan telunjuk. “Yaitu seorang perempuan yang ditinggal mati suaminya, padahal ia seorang perempuan terpandang dan cantik, tetapi ia menahan dirinya (tidak menikah lagi—‘Aunul-Ma’bud) demi anak-anaknya yang yatim, sampai mereka bisa hidup mandiri atau meninggal dunia.” (Sunan Abi Dawud kitab al-adab bab fi fadlli man ‘ala yatiman no. 5151).
عن عَائِشَةَ قَالَتْ جَاءَتْنِي امْرَأَةٌ مَعَهَا ابْنَتَانِ تَسْأَلُنِي فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِي غَيْرَ تَمْرَةٍ وَاحِدَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ فَدَخَلَ النَّبِيُّ ﷺ فَحَدَّثْتُهُ فَقَالَ مَنْ يَلِي مِنْ هَذِهِ الْبَنَاتِ شَيْئًا فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنْ النَّارِ
Dari ‘Aisyah—semoga Allah meridlainya—ia berkata: Ada seorang perempuan meminta-minta sambil membawa dua anak perempuan kecilnya. Aku tidak punya apapun selain satu biji kurma. Maka aku berikan satu biji kurma tersebut kepadanya. Ia pun kemudian membaginya untuk kedua putrinya, lalu beranjak pergi. Nabi saw kemudian masuk ke rumah dan aku pun memberi tahu beliau. Lalu beliau bersabda: “Siapa yang mengurus (riwayat lain: diuji) anak-anak perempuan kecil seperti itu meski sedikit, lalu ia baik kepada mereka, maka anak-anak tersebut akan menjadi penghalangnya dari neraka.” (Shahih al-Bukhari bab rahmatil-walad wa taqbilihi no. 5995)
إِذَا أَدَّى الْعَبْدُ حَقَّ اللَّهِ وَحَقَّ مَوَالِيهِ كَانَ لَهُ أَجْرَانِ
Apabila seorang hamba sahaya menunaikan hak Allah dan tuannya ia akan mendapatkan dua pahala (Shahih Muslim bab tsawabul-‘abdi wa ajruhu idza anshaha li sayyidihi no. 4412)
Wal-‘Llahu a’lam