Menonton Film Religi Yang Tidak Sesuai Syari’at

Menonton Film Religi Yang Tidak Sesuai Syari’at
Ustadz, bagaimana hukumnya menonton film ‘religi’ yang di dalamnya ada adegan lawan jenis bukan mahram, ada yang tidak menutup aurat, dan ada yang menutup aurat. Konon bertujuan untuk dakwah, kemudian film tersebut dipromosikan oleh ustadz dan ustadzah ternama. Apakah ada perincian hukumnya, mohon pencerahannya? 0812-2058-xxxx
Pertanyaan anda pada hakikatnya sama dengan apakah boleh melihat tetangga, masyarakat, dan orang lain yang dalam keseharian masih banyak yang tidak menutup aurat dan ada juga yang bersamaan antara lawan jenis bukan mahram. Hukum asalnya tentu haram. Tetapi sepanjang itu belum bisa dihilangkan sepenuhnya karena membutuhkan proses lama, maka tidak jadi berdosa sepanjang tidak ikut membenarkannya. Tetap harus ada ketegasan prinsip dalam diri bahwa itu semua haram dan salah. Hal ini tidak termasuk membenarkan kemunkaran, sepanjang kegiatan amar ma’ruf nahyi munkar dijalankan, sebab semuanya butuh proses yang lama. Yang bisa mempercepat proses transformasi budaya itu hanya perundang-undangan dari Pemerintah sebagaimana halnya Thaliban di Afghanistan, tetapi untuk hal itu pun dalam konteks Indonesia, masih memerlukan proses yang lama. Nabi saw dalam hal ini sudah memberikan petunjuk:
كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ
Anak cucu Adam telah ditakdirkan mendapatkan bagian dari zina. Semuanya akan mengalaminya, mustahil tidak. Adapun mata, zinanya melihat. Telinga zinanya mendengar. Lisan zinanya berbicara. Tangan zinanya memegang. Kaki zinanya melangkah. Sementara hati hanya menginginkan dan berangan-angan, kemudian farji (kemaluan) mengiyakannya atau menolaknya (Shahih Muslim kitab al-qadr bab quddira ‘ala ibn Adam hazhzhahu minaz-zina no. 6925).
Maksudnya selama ditolak, tidak dibenarkan, berarti seseorang tidak termasuk mengamalkan zina-zina yang disebutkan di atas.
Apalagi jika konteksnya melawan citra negatif Islam yang sudah lama dipropagandakan oleh musuh-musuh Islam melalui dunia kesenian. Dalam hal ini maka pertimbangan mengejar mashlahat bisa dijadikan pilihan. Kalaupun masih ada kendala karena belum sepenuhnya Islami, maka ini dikategorikan kedaruratan yang tidak mungkin dihindari. Asalkan ghaira baghin wa la ‘adin; bukan karena ingin dan tidak berlebihan, maka fa la itsma ‘alaih; tidak jadi dosa.
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَذَكَرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا وَٱنتَصَرُواْ مِنۢ بَعۡدِ مَا ظُلِمُواْۗ وَسَيَعۡلَمُ ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓاْ أَيَّ مُنقَلَبٖ يَنقَلِبُونَ ٢٢٧
Kecuali orang-orang (seniman-seniman) yang beriman dan beramal shaleh dan banyak menyebut Allah serta membela diri sesudah menderita kezhaliman. Dan orang-orang yang zhalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali (QS. as-Syu’ara` [26] : 227).
Nabi saw mencontohkannya dengan Hassan ibn Tsabit ra, yang didukung oleh Nabi saw sendiri untuk aktif memproduksi sya’ir-sya’ir guna menyerang balik sya’ir-sya’ir yang dibuat orang-orang kafir yang merendahkan Islam. Dalam konteks zaman ini berarti sama dengan memproduksi karya-karya seni; musik, lagu, film, content media sosial, novel, puisi, dan karya seni lainnya untuk membela Islam sekaligus mempromosikan Islam. Meski dalam hal-hal tertentu masih belum bisa sepenuhnya Islami. Wal-‘Llahu a’lam