Menentukan Hibah, Wasiat, dan Waris
Merujuk istifta edisi sebelumnya, bisa mohon diperjelas kembali bagaimana menentukan mana yang hibah, wasiat, dan waris? Soalnya fakta hari ini banyak orangtua yang sudah membagikan semua hartanya kepada anak-anaknya sampai tidak tersisa untuk waris. Apakah yang seperti itu diperbolehkan? Sementara itu pernah dijelaskan di Bulletin At-Taubah ini wasiat tidak boleh kepada ahli waris dan wasiat juga tidak boleh lebih dari sepertiga harta. Apakah hibah yang dibagikan kepada semua anak juga termasuk yang dilarang? Pembaca Bulletin At-Taubah.
Hibah adalah pemberian yang tidak ada kaitannya dengan kematian. Sementara wasiat dan waris adalah pemindahan hak kepemilikan yang terkait kematian. Bedanya kalau wasiat pemindahan hak kepemilikan sesudah kematian kepada yang bukan ahli waris dan tidak lebih dari 1/3 harta yang tersisa, sementara waris ditujukan kepada ahli waris dengan bagian-bagian yang sudah ditentukan dalam syari’at.
Sebagaimana sudah disinggung dalam edisi sebelumnya, syarat hibah hanya harus adil untuk semua anak, tidak ada batasan nominalnya apakah sampai menghabiskan semua harta atau tidak, pokoknya harus adil. Jika hibah ternyata tidak adil, maka hibah itu harus dibatalkan dan diralat. Nabi saw dalam hadits an-Nu’man ibn Basyir yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim menolak hibah dari ayah an-Nu’man kepada an-Nu’man karena tidak semua anaknya diberi secara adil. Nabi saw menyatakan bahwa hibah itu batal. Untuk memastikan apakah hibah adil atau tidak, tuntunan musyawarah dalam menentukan wasiat adil atau tidak pada QS. Al-Baqarah [2] : 182 bisa dijadikan pilihan.
Sementara wasiat, berdasarkan QS. Al-Baqarah [2] : 182 terkait dengan idza hadlara ahadakumul-maut; apabila menghadapi kematian. Wasiat itu dibagikan setelah yang berwasiat meninggal dunia dan dibagikan sebelum waris berdasarkan QS. An-Nisa` [4] : 11-12. Sebagaimana anda sampaikan dalam pertanyaan maka wasiat itu tidak boleh lebih dari 1/3 harta waris (hadits Sa’ad ibn Abi Waqqash dalam Shahih al-Bukhari bab ritsa`in-Nabiy saw Sa’d ibn Khaulah no. 1295). Jika lebih, bisa dibatalkan yang lebihnya, dan ditetapkan hanya maksimal 1/3 saja (hadits ‘Imran ibn Hushain dalam Shahih Muslim bab man a’taqa syirkan lahu no. 4425). Wasiat juga tidak boleh ditujukan kepada ahli waris berdasarkan keterangan Nabi saw (Hadits ‘Amr ibn Kharijah riwayat para penulis Sunan dan dinilai shahih oleh al-Hafizh dalam Fathul-Bari bab la washiyyah li warits). Pernyataan dalam QS. Al-Baqarah [2] : 182 wasiat ditujukan kepada orangtua dan kerabat, konteksnya sebagaimana dijelaskan Ibn ‘Abbas ra sebelum diturunkannya syari’at waris. Setelah waris disyari’atkan, maka tidak berlaku wasiat untuk yang sudah pasti mendapatkan bagian dari waris (Shahih al-Bukhari bab la washiyyah li warits no. 2747).
Jadi kalau dikaitkan dengan pertanyaan anda: Bolehkah harta orangtua dibagikan habis kepada anaknya sebelum orangtua meninggal dunia, jawabannya tentu boleh. Asal syaratnya harus adil untuk semua anaknya. Tetapi jika pertanyaannya bolehkah orangtua berwasiat agar anak A mendapatkan ini dan anak B mendapatkan itu setelah orangtua meninggal dunia, maka tentu ini tidak boleh jika konteksnya wasiat. Setelah orangtua meninggal dunia yang berlaku untuk anak-anak hanya hukum waris. Wasiat berlakunya untuk mereka yang tidak mendapatkan hak waris dan itu tidak lebih dari 1/3 harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal dunia.
Jika sudah terjadi ada hibah untuk sebagian anak dari satu orangtua sementara anak lainnya tidak terbagi, maka ini adalah hibah yang tidak sah dan harus dibatalkan. Jika kemudian musyawarah memilih untuk merelakan hibah yang sudah terjadi tersebut maka statusnya berarti sudah sah karena sudah pihak yang semula mendapatkan ketidakadilan sudah memberikan haknya kepada yang semula mendapatkan hibah. Yang seperti ini termasuk iqalah (mengabaikan) yang dibenarkan syari’at, atau juga shadaqah dari pihak yang tidak mendapatkan bagian kepada mereka yang sudah mendapatkan hibah terlebih dahulu. Wal-‘Llahu a’lam