Larangan Shalat Sunat Qabla Shubuh

Jama’ah masjid umumnya belum mengetahui bahwa syari’at shalat sunat qabla shubuh hanya ada shalat rawatib qabla shubuh saja. Tidak boleh ditambah dengan tahiyyatul-masjid, syukrul-wudlu, qadla witir, shalat sunat muthlaq, atau shalat sunat lainnya. Di sini tidak berlaku dalih memperbanyak amal lebih baik; yang berlaku adalah mengikuti sunnah itu yang terbaik.


Padahal larangan shalat sunat qabla shubuh di luar shalat rawatib qabla shubuh mudah ditemukan di kitab-kitab fiqih yang kecil seperti Bulughul-Maram. Dalam kitab ini, ketentuan sunnah tidak ada shalat sunat qabla shubuh ditulis pada nomor 186 dan 187 bab mawaqitus-shalat; waktu-waktu shalat, sebagai berikut:

وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْفَجْرِ إِلاَّ سَجْدَتَيْنِ. أَخْرَجَهُ الْخَمْسَةُ إِلاَّ النَّسَائِيَّ. وَفِي رِوَايَةِ عَبْدِ الرَّزَّاقِ: لاَ صَلاَةَ بَعْدَ طُلُوعِ الْفَجْرِ إِلاَّ رَكْعَتَيِ الْفَجْرِ

Dari Ibn ‘Umar—semoga Allah meridlai mereka berdua—bahwasanya Rasulullah—shalawat dan salam senantiasa tercurah kepadanya—bersabda: “Tidak ada shalat sesudah fajar kecuali dua sujud/raka’at.” Lima Imam mengeluarkannya kecuali an-Nasa`i (Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibn Majah). Dalam riwayat ‘Abdurrazzaq disebutkan: “Tidak ada shalat sesudah terbit fajar kecuali dua raka’at fajar/qabla shubuh.”

وَمِثْلُهُ لِلدَّارَقُطْنِيِّ عَنِ ابْنِ عَمْرِوِ بْنِ الْعَاصِ

Dan yang seperti itu diriwayatkan juga oleh ad-Daraquthni dari ‘Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash.

Hadits Ibn ‘Umar di atas terdapat dalam Musnad Ahmad musnad ‘Abdillah ibn ‘Umar no. 5811, Sunan Abi Dawud kitab at-tathawwu’ bab man rakhkhasha fihima idza kanatis-syamsu murtafi’ah no. 1280, Sunan at-Tirmidzi abwab ­as-shalat bab ma ja`a la shalat ba’da thulu’il-fajr illa rak’atain no. 419, dan Sunan Ibn Majah abwab as-sunnah bab man ballagha ‘ilman no. 235.
Untuk riwayat ‘Abdurrazzaq yang jelas menyebut “sesudah terbit fajar kecuali dua raka’at fajar” tertulis dalam Mushannaf ‘Abdirrazzaq kitab as-shalat bab as-shalat ba’da thulu’il-fajr no. 4760.

Sementara hadits ‘Abdullah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash tertulis dalam Sunan ad-Daraquthni kitab as-shalat bab la shalat ba’dal-fajr illa sajdatain no. 1551.

Al-Hafizh Ibn Hajar dalam at-Talkhishul-Habir no. hadits 278 menjelaskan bahwa sanad-sanad hadits di atas tidak ada yang luput dari kelemahan. Akan tetapi kelemahannya itu terkuatkan dengan banyaknya sanad. Maka dari itu dalam Bulughul-Maram al-Hafizh tidak menyatakan atau sekedar mengisyaratkan bahwa hadits-hadits di atas lemah dan tidak bisa dijadikan hujjah, melainkan justru beliau menunjukkan hadits-hadits yang menjelaskannya dengan tanpa mengkritiknya. Hal yang sama dikemukakan juga Syaikh al-Albani dalam kitab Irwa`ul-Ghalil no. hadits 478. Ia menjelaskan, dengan membuang sanad-sanad yang kelemahannya parah, hadits ini masih bisa naik derajatnya menjadi hasan/shahih dengan sanad-sanad sisanya yang tidak terlalu parah.

Dalam riwayat Ahmad dan Abu Dawud, dijelaskan bahwa Ibn ‘Umar menyampaikan hadits Nabi saw ini kepada Yasar, salah seorang maula (hamba sahaya yang dibebaskan)-nya, ketika menegurnya shalat berulang kali sebelum shalat shubuh.

عَنْ يَسَارٍ مَوْلَى عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: رَآنِي ابْنُ عُمَرَ وَأَنَا أُصَلِّي بَعْدَمَا طَلَعَ الْفَجْرُ فَقَالَ: يَا يَسَارُ كَمْ صَلَّيْتَ؟ قُلْتُ: لَا أَدْرِي، قَالَ: لَا دَرَيْتَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ خَرَجَ عَلَيْنَا وَنَحْنُ نُصَلِّي هَذِهِ الصَّلاَةَ فَقَالَ: أَلَا لِيُبَلِّغْ شَاهِدُكُمْ غَائِبَكُمْ، أَنْ لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ إِلَّا سَجْدَتَانِ

Dari Yasar maula ‘Abdullah ibn ‘Umar, ia berkata: Ibn ‘Umar melihatku sedang shalat setelah terbit fajar (ba’da adzan shubuh—pen). Lalu ia bertanya: “Wahai Yasar, berapa kali kamu shalat?” Aku menjawab: “Tidak ingat.” Ia menegur: “Kamu tidak tahu sungguh Rasulullah saw pernah ketika keluar (dari kamarnya) kepada kami dan saat itu kami sedang shalat seperti shalat ini, beliau bersabda: “Perhatikan, hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir, bahwasanya tidak ada shalat setelah (terbit) shubuh kecuali dua raka’at (qabla shubuh).”
Dari sababul-wurud (latar belakang kronologis) hadits ini diketahui bahwa maksud “tidak ada shalat sesudah fajar” itu adalah shalat sunat setelah adzan shubuh dan sebelum shalat shubuh, sebab adzan shubuh itu pasti dikumandangkannya sesudah terbit fajar dan dalam hadits di atas disebutkan kejadiannya sebelum shalat shubuh. Pengecualian “dua raka’at” pun diketahui maksudnya adalah dua raka’at qabla shubuh.

Hadits ini juga jelas memerintahkan agar setiap orang menyampaikan tentang larangan ini kepada siapa pun yang belum mengetahuinya, khususnya mereka yang shalat selain dua raka’at qabla shubuh agar hanya melaksanakan shalat dua raka’at qabla shubuh saja. Shahabat Ibn ‘Umar adalah di antara yang mengamalkannya. Beliau tidak segan untuk menegur maula-nya yang shalat lebih dari dua raka’at qabla shubuh sebelum shalat shubuh dikerjakan.

Demikian halnya Sa’id ibn al-Musayyib, seorang ulama dari generasi tabi’in, yang juga pernah menegur orang yang shalat lebih dari dua raka’at qabla shubuh sebelum shalat shubuh, sebagaimana diriwayatkan Imam ‘Abdurrazzaq berikut ini:

عَنِ ابْنِ الْمُسَيِّبِ أَنَّهُ رَأَى رَجُلًا يُكَرِّرُ الرُّكُوعَ بَعْدَ طُلُوعِ الْفَجْرِ فَنَهَاهُ، فَقَالَ: يَا أَبَا مُحَمَّدٍ أَيُعَذِّبُنِي اللهُ عَلَى الصَّلاَةِ؟ قَالَ: لاَ وَلَكِنْ يُعَذِّبُكَ عَلَى خِلَافِ السُّنَّةِ

Dari Ibnul-Musayyib, ia melihat seseorang mengulang-ulang shalat setelah terbit fajar, ia pun menegurnya. Orang itu malah balik bertanya: “Wahai Abu Muhammad (panggilan untuk Sa’id ibnul-Musayyib) apakah Allah akan mengadzabku karena shalat?” Ia (Ibnul-Musayyib) menjawab: “Tidak, tetapi ia akan mengadzabmu karena menyalahi sunnah.” (Mushannaf ‘Abdirrazzaq kitab as-shalat bab as-shalat ba’da thulu’il-fajr no. 4755).

Jawaban yang sungguh bagus untuk “membungkam” dalih para pelaku bid’ah hasanah yang jelas-jelas menyalahi sunnah. Sudah menjadi rahasia umum jika mereka selalu berdalih bahwa bid’ah-bid’ah yang mereka lakukan adalah bagus, sebuah ibadah, amal sunat, atau kebaikan yang dianjurkan agama, jadi tidak mungkin salah apalagi sampai disiksa kelak. Akan tetapi jawaban Sa’id ibnul-Musayyib di atas mengajarkan bahwa untuk amal-amal ibadah yang seperti itunya memang tidak akan disiksa. Disiksanya itu karena menyalahi sunnahnya.

Dalam konteks shalat qabla shubuh, yang disunnahkan hanya qabla shubuh saja, tidak boleh ada yang lainnya. Jadi kalau ada dalih daripada duduk menunggu mending sambil menambah shalat sunat saja, itu adalah menyalahi sunnah. Sebab sunnahnya hanya qabla shubuh saja dan sesudah itu duduk menunggu imam memulai shalat shubuh. Dan perlu diingat kembali, Nabi saw sering menyabdakan bahwa menunggu shalat itu pahalanya dihitung sama dengan shalat (Shahih al-Bukhari bab man jalasa fil-masjid yantazhirus-shalat no. 659). Jadi dengan tidak shalat karena mengikuti sunnah Nabi saw itu pun sudah dihitung shalat. Imam ‘Abdurrazzaq dalam hal ini meriwayatkan atsar dari dua shahabat sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ قَالَ: قَالَ مُجَاهِدٌ: كَانَ ابْنُ عَبَّاسٍ لَا يُبْصِرُ، وَكَانَ يُبْصَرُ لَهُ، فَإِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ جَلَسَ قَالَ: وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَنْظُرُ، فَإِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ جَلَسَ

Dari Ibn Juraij, ia berkata: Mujahid berkata: “Ibn ‘Abbas (di masa tuanya) tidak melihat, orang lain yang melihat untuknya. Apabila (ia diberitahu) fajar sudah terbit, ia shalat dua raka’at, kemudian duduk. Sementara Ibn ‘Umar bisa melihat. Apabila (ia melihat) fajar sudah terbit, ia shalat dua raka’at, kemudian duduk (menunggu shalat shubuh—pen) (Mushannaf ‘Abdirrazzaq kitab as-shalat bab as-shalat ba’da thulu’il-fajr no. 4758).

Imam at-Tirmidzi menyimpulkan fiqih hadits di atas sebagai berikut:

وَهُوَ مَا اجْتَمَعَ عَلَيْهِ أَهْلُ العِلْمِ. كَرِهُوا أَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ بَعْدَ طُلُوعِ الفَجْرِ إِلَّا رَكْعَتَيِ الفَجْرِ، وَمَعْنَى هَذَا الحَدِيثِ: إِنَّمَا يَقُولُ: لَا صَلَاةَ بَعْدَ طُلُوعِ الفَجْرِ، إِلَّا رَكْعَتَيِ الفَجْرِ

Ini adalah yang disepakati oleh para ulama. Mereka tidak menyukai seseorang shalat setelah terbit fajar kecuali dua raka’at fajar. Makna hadits ini adalah ‘tidak ada shalat sesudah terbit fajar kecuali dua raka’at fajar/qabla shubuh’ (Sunan at-Tirmidzi bab ma ja`a la shalat ba’da thulu’il-fajr illa rak’atain [tidak ada shalat sesudah terbit fajar selain dua raka’at saja] no. 419). Wal-‘Llahu a’lam.