Kesepakatan Waris Dibagi Rata

Kami tujuh bersaudara (4 lelaki dan 3 perempuan) mendapatkan waris sebidang tanah. Tetapi kami berselisih dalam hal pembagiannya antara yang menghendaki dibagi berdasarkan fara`idl dan yang menghendaki dibagi rata. Saudara kami yang lain kemudian sudah menyepakati agar dibagi rata saja. Apakah saya berhak menerima waris seperti itu?
Kesepakatan untuk tidak mengamalkan hukum waris adalah kesepakatan yang batal. Meski itu tajuknya demi perdamaian dan kerukunan sekalipun. Sebab kesepakatan manusia haram untuk menentang hukum yang sudah diwajibkan Allah swt.
الصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ المُسْلِمِينَ، إِلَّا صُلْحًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا، وَالمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ، إِلَّا شَرْطًا حَرَّمَ حَلَالًا، أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا
Kesepakatan damai itu diperbolehkan di antara kaum muslimin, kecuali kesepakatan yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Kaum muslimin harus memenuhi persyaratan yang mereka sepakati, kecuali persyaratan yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram (Sunan at-Tirmidzi bab ma dzukira ‘an Rasulillah fis-shulh bainan-nas no. 1352).
Allah swt sendiri sudah mengingatkan terkait aturan hukum warisnya:
فَرِيضَةً مِّنَ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا(١٢) … ۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ (١٢) تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۚ … (١٣) وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدْخِلْهُ نَارًا خٰلِدًا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٌ مُّهِينٌ (١٤
…Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (11) … (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun (12). (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah… (13) Dan siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan (QS. an-Nisa` [4] : 11-14).
Kalau kemudian ada kesepakatan yang modelnya: Dibagi sesuai fara`idl terlebih dahulu, tetapi kemudian ada kesepakatan juga untuk saling berbagi kembali sehingga terbagi sama rata, hemat kami ini adalah salah satu bentuk kesepakatan untuk menghindari hukum waris. Model kesepakatan seperti ini adalah kesepakatan bodong untuk menghalalkan yang haram, maka hukumnya haram. Istilah agamanya adalah hailah (akal-akalan) untuk menghindari hukum Allah swt.
لَا تَرْتَكِبُوا مَا ارْتَكَبَتِ الْيَهُودُ، فَتَسْتَحِلُّوا مَحَارِمَ اللهِ بِأَدْنَى الْحِيَلِ
Janganlah kalian berbuat seperti perbuatan Yahudi, mereka menghalalkan hal-hal yang diharamkan Allah dengan hailah (tipuan/akal-akalan) yang paling kecil sekalipun (riwayat Ibn Baththah dalam Ibthalul-hiyal. Ibn Katsir menilainya jayyid dalam Tafsir Ibn Katsir QS. al-Baqarah [2] : 67. Al-Albani menilainya hasan dalam Shifatil-Fatwa).
Meski ada anjuran berbagi kepada kerabat, anak yatim, dan faqir miskin setelah pembagian waris (QS. an-Nisa` [4] : 8) tetapi modelnya bukan untuk melabrak hukum waris sehingga harus terbagi rata. Anjuran berbagi dalam ayat tersebut sebatas shadaqah yang sukarela dan tidak ditentukan.
Jika kesepakatan untuk membagikan waris secara rata itu tetap ada, dan anda sudah berusaha maksimal untuk menolaknya, maka anda tetap berhak mendapatkan waris tersebut, karena memang anda ahli warisnya. Jika anda anak perempuan yang seharusnya mendapatkan lebih kecil dari anak lelaki, maka kembalikanlah yang bukan hak anda kepada anak lelaki. Jika anda anak lelaki yang mendapatkan bagian kurang dari yang seharusnya, maka itu artinya hak anda dizhalimi oleh saudara-saudara anda. Anda tinggal menuntutnya saja nanti di hari akhir, jika di dunia tidak ada lagi jalan untuk menuntut hak anda tersebut. Wal-‘Llahu a’lam.