Muamalah

Hukum Jual Beli Anjing dan Kucing

Saat ini banyak jual beli online anjing dan kucing. Atau di pasar hewan pun banyak diperjualbelikan anjing dan kucing. Bagaimana hukum jual beli keduanya. Pernah mendengar bahwa Nabi saw melarang jual beli anjing dan kucing. 0857-9649-xxxx
Larangan jual beli anjing dan kucing haditsnya ada perbedaan. Jual beli anjing haditsnya melarang tegas dan menyamakannya dengan bisnis pelacuran dan perdukunan dalam hal keharamannya, sementara hadits larangan jual beli kucing sebatas informasi dari shahabat bahwa Nabi saw melarangnya. Tidak tegas apakah larangan haram ataukah sebatas anjuran.
Hadits yang melarang jual beli anjing dan disamakan dengan bisnis pelacuran dan perdukunan adalah:

عَنْ أَبِى مَسْعُودٍ الأَنْصَارِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ

Dari Abu Mas’ud al-Anshari ra: “Sungguh Rasulullah saw melarang dari harga anjing (diperjualbelikan), upah pelacuran, dan upah perdukunan.” (Shahih Muslim bab tahrim tsamanil-kalb no. 4092)

شَرُّ الْكَسْبِ مَهْرُ الْبَغِىِّ وَثَمَنُ الْكَلْبِ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ

Usaha yang jelek adalah upah pelacuran, hasil penjualan anjing, dan usaha bekam (Shahih Muslim bab tahrim tsamanil-kalb no. 4094).

ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ وَمَهْرُ الْبَغِىِّ خَبِيثٌ وَكَسْبُ الْحَجَّامِ خَبِيثٌ

Hasil penjualan anjing kotor, upah pelacuran kotor, dan usaha bekam juga usaha kotor (Shahih Muslim bab tahrim tsamanil-kalb no. 4095)
Sementara hadits larangan jual beli kucing dan anjing adalah:

عَنْ أَبِى الزُّبَيْرِ قَالَ سَأَلْتُ جَابِرًا عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَالسِّنَّوْرِ قَالَ زَجَرَ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم عَنْ ذَلِكَ

Dari Abuz-Zubair, ia berkata: Aku bertanya kepada Jabir tentang hasil penjualan anjing dan kucing. Ia menjawab: “Nabi saw melarang dari hal tersebut.” (Shahih Muslim bab tahrim tsamanil-kalb no. 4098).
Terkait hadits-hadits di atas, Imam an-Nawawi menjelaskan:

وَأَمَّا النَّهْي عَنْ ثَمَن الْكَلْب وَكَوْنه مِنْ شَرّ الْكَسْب وَكَوْنه خَبِيثًا فَيَدُلّ عَلَى تَحْرِيم بَيْع، وَأَنَّهُ لَا يَصِحّ بَيْعه وَلَا يَحِلّ ثَمَنه ، وَلَا قِيمَة عَلَى مُتْلِفه سَوَاء كَانَ مُعَلَّمًا أَمْ لَا، وَسَوَاء كَانَ مِمَّا يَجُوز اِقْتِنَاؤُهُ أَمْ لَا، وَبِهَذَا قَالَ جَمَاهِير الْعُلَمَاء مِنْهُمْ أَبُو هُرَيْرَة وَالْحَسَن الْبَصْرِيّ وَرَبِيعَة وَالْأَوْزَاعِيّ وَالْحَكَم وَحَمَّاد وَالشَّافِعِيّ وَأَحْمَد وَدَاوُد وَابْن الْمُنْذِر وَغَيْرهمْ

Larangan hasil penjualan anjing dan kedudukannya sebagai salah satu usaha yang jelek dan kotor maka itu menunjukkan haramnya jual beli anjing, tidak sah jual belinya, dan tidak halal menerima hasil penjualannya. Tidak boleh dihargakan juga membunuhnya baik itu anjing terlatih untuk berburu ataukah yang tidak terlatih. Demikian juga apakah termasuk yang boleh dipelihara (di luar rumah yakni anjing pemburu dan penjaga—pen) atau tidak boleh. Ini adalah pendapat jumhur ulama di antara mereka adalah Abu Hurairah, al-Hasan al-Bashri, Rabi’ah, al-Auza’i, al-Hakam, Hammad, as-Syafi’i, Ahmad, Dawud, Ibnul-Mundzir, dan selain mereka.

دَلِيل الْجُمْهُور هَذِهِ الْأَحَادِيث. وَأَمَّا الْأَحَادِيث الْوَارِدَة فِي النَّهْي عَنْ ثَمَن الْكَلْب إِلَّا كَلْب صَيْد وَفِي رِوَايَة ( إِلَّا كَلْبًا ضَارِيًا )، وَأَنَّ عُثْمَان غَرَّمَ إِنْسَانًا ثَمَن كَلْب قَتَلَهُ عِشْرِينَ بَعِيرًا ، وَعَنْ اِبْن عَمْرو بْن الْعَاصِ التَّغْرِيم فِي إِتْلَافه فَكُلّهَا ضَعِيفَة بِاتِّفَاقِ أَئِمَّة الْحَدِيث ، وَقَدْ أَوْضَحْتهَا فِي شَرْح الْمُهَذَّب فِي بَاب مَا يَجُوز بَيْعه

Dalil jumhur adalah hadits-hadits ini (di atas). Sementara hadits-hadits yang melarang hasil penjualan anjing tetapi ada pengecualian anjing pemburu dan dalam riwayat lain anjing galak, juga bahwa ‘Utsman pernah memberikan ganti rugi kepada seseorang dari harga anjing yang dibunuhnya sebanyak 20 unta, dan dari Ibn ‘Amr ibn al-‘Ash juga ada ganti rugi atas pembunuhan anjing, maka itu semuanya dla’if berdasarkan kesepakatan para ulama hadits. Saya sudah menjelaskannya dalam Syarah al-Muhadzdzab pada bab jual beli yang diperbolehkan (Syarah Shahih Muslim bab tahrim tsamanil-kalb).
Yang dimaksud Imam an-Nawawi dengan hadits yang mengecualikan anjing pemburu adalah hadits yang dituliskan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Bulughul-Maram riwayat an-Nasa`i no. 808. Imam an-Nasa`i sendiri menilai riwayat pengecualian anjing pemburu itu sebagai riwayat munkar. Imam Ibnul-Jauzi menyebutkan dalam sanadnya ada al-Husain ibn Hafsh, dimana Yahya ibn Ma’in dan Imam Ahmad mendla’ifkannya. Imam Ibn Hibban berkata: Hadits dengan lafazh ini (ada pengecualian anjing pemburu) bathil dan tidak ada ashalnya. Memang memelihara anjing pemburu atau penjaga diperbolehkan selama dipeliharanya di luar rumah, tetapi jual belinya tetap diharamkan. Demikian penjelasan Imam as-Shan’ani dalam Subulus-Salam ketika menjelaskan hadits larangan jual beli anjing dalam Bulughul-Maram kitab al-buyu’ bab syuruthihi wa ma nuhiya ‘anhu.
Sementara terkait larangan jual beli kucing, Imam an-Nawawi menjelaskan:

وَأَمَّا النَّهْي عَنْ ثَمَن السِّنَّوْر فَهُوَ مَحْمُول عَلَى أَنَّهُ لَا يَنْفَع، أَوْ عَلَى أَنَّهُ نَهْي تَنْزِيه حَتَّى يَعْتَاد النَّاس هِبَته وَإِعَارَته وَالسَّمَاحَة بِهِ كَمَا هُوَ الْغَالِب. فَإِنْ كَانَ مِمَّا يَنْفَع وَبَاعَهُ صَحَّ الْبَيْع، وَكَانَ ثَمَنه حَلَالًا هَذَا مَذْهَبنَا وَمَذْهَب الْعُلَمَاء كَافَّةً إِلَّا مَا حَكَى اِبْنُ الْمُنْذِر. وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَة وَطَاوُسٍ وَمُجَاهِد وَجَابِر بْن زَيْد أَنَّهُ لَا يَجُوز بَيْعه، وَاحْتَجُّوا بِالْحَدِيثِ. وَأَجَابَ الْجُمْهُور عَنْهُ بِأَنَّهُ مَحْمُول عَلَى مَا ذَكَرْنَاهُ، فَهَذَا هُوَ الْجَوَابُ الْمُعْتَمَدُ

Larangan hasil penjualan kucing dipahami karena tidak bermanfaat atau sebagai anjuran agar masyarakat terbiasa menghibahkannya, meminjamkannya, dan merelakannya sebagaimana biasanya. Tetapi jika kucing itu ada manfaatnya lalu ia menjualnya maka sah jual belinya, dan hasil penjualannya pun halal. Ini adalah madzhab kami dan madzhab ulama secara keseluruhan kecuali yang diceritakan Ibnul-Mundzir. Sementara Abu Hurairah, Thawus, Mujahid, dan Jabir ibn Zaid berpendapat tidak boleh memperjualbelikan kucing, mereka berhujjah dengan hadits ini. Sementara jumhur ulama menjawabnya dengan pemahaman yang sudah disebutkan di awal. Dan inilah jawaban yang bisa dijadikan pegangan (Syarah Shahih Muslim bab tahrim tsamanil-kalb).
Berdasarkan penjelasan di atas berarti larangan jual beli kucing dalam hadits di atas statusnya makruh, tidak sampai haram. Kucing itu sebaiknya dihibahkan, dipinjamkan, dan disukarelakan di antara masyarakat, jangan sampai diperjualbelikan. Akan tetapi jika memang kucing itu berharga dan kemudian dijual maka jual belinya sah dan hasil penjualannya halal. Meski ada sebagian kecil ulama yang memahami larangan di atas tetap haram karena berpegang pada asal larangan status hukumnya pasti haram. Bagi yang hendak memilih jalan ihtiyath maka menetapkannya sebagai syubhat akan lebih selamat, sehingga jangan pernah mempraktikkan jual beli kucing.
Perbedaan ini didasarkan pada pertimbangan perbedaan status hukum kucing dan anjing itu sendiri. Kucing hewan yang tidak najis, sementara anjing hewan yang najis bahkan mughallazhah (berlipat-lipat najisnya). Anjing juga termasuk hewan buas yang bergigi taring sehingga statusnya haram. Maka dari itu bisa dipahami jika ada perbedaan status hukum dalam hal jual beli anjing dan kucing. Jual beli anjing mutlak haram, sementara jual beli kucing sebatas makruh. Wal-‘Llahu a’lam.

Related Articles

Back to top button