Bagaimana hukum dzikir al-ma`tsurat? Sunnah ataukah bid’ah? 08997024xxxx
Al-Ma`tsurat artinya kumpulan yang ma`tsur. Ma`tsur itu sendiri artinya “diatsarkan”, maksudnya diriwayatkan atau jelas ada rujukannya dari Nabi saw. Dzikir al-ma`tsurat berarti adalah kumpulan dzikir-dzikir yang jelas ada riwayatnya dari Nabi saw. Sepengetahuan kami, al-ma`tsurat yang biasa diterbitkan oleh penerbit-penerbit di Indonesia hari ini adalah al-ma`tsurat yang disusun oleh Hasan al-Banna rahimahul-‘Llah, pendiri pergerakan Islam di Mesir yang kemudian menginternasional, Ikhwanul Muslimin. Beliau adalah putra dari Ahmad al-Banna rahimahul-‘Llah, ulama hadits dari Mesir yang menulis kitab al-Fathur-Rabbani, berisi hadits-hadits Musnad Ahmad yang disestimatisasikan olehnya berdasarkan tema fiqih. Al-Ma`tsurat itu sendiri berisi himpunan dzikir-dzikir ma`tsur yang dianjurkan oleh Rasul saw untuk dibaca pada waktu pagi dan sore.
Bulletin at-Taubah sendiri pernah membahasnya pada edisi 27 September 2013 dan sudah dimuat dalam buku Menuju Islam Kaffah (jilid 1) yang terbit pada tahun 2014 silam. Dalam tulisan tersebut sudah dibahas bahwa sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh al-‘Utsaimin dalam Syarah Riyadlus-Shalihin, yang dimaksud dzikir pagi adalah dzikir yang dibaca antara waktu shubuh dan dluha (sampai menjelang zhuhur), dan dzikir sore adalah dzikir yang dibaca antara shalat ‘ashar dan ‘isya. Bisa dibaca menyendiri tanpa terikat shalat, atau dibaca sebelum atau sesudah shalat; shubuh atau dluha untuk waktu pagi, dan ‘ashar atau maghrib untuk waktu sore. Hanya memang yang disajikan dalam tulisan tersebut tidak selengkap al-ma`tsurat yang ditulis oleh Hasan al-Banna mengingat keterbatasan ruang yang tersedia.
Dalam tulisan tersebut kami juga sudah menegaskan bahwa dzikir pagi dan petang ini banyak diperintahkan oleh Allah swt dalam al-Qur`an dan oleh Nabi saw dalam hadits. Dalam al-Qur`an misalnya bisa ditemukan dalam QS. al-A’raf [7] : 205, Thaha [20] : 130, an-Nur [24] : 36-37, al-Ahzab [33] : 42, Shad [38] : 18, Ghafir [40] : 55, al-Fath [48] : 9 dan al-Insan [76] : 25. Waktu pagi disebut oleh al-Qur`an dengan ghuduw, qabla thulû’is-syams, bukratan, ibkâr, dan isyrâq, sementara waktu sore disebut dengan âshâl, qabla ghurûbiha, ashîlan, dan ‘asyiy.
Berdasarkan penelitian kami terhadap dzikir-dzikir yang ada dalam al-ma`tsurat bisa dipastikan bahwa dzikir-dzikir yang dituliskan di dalamnya semuanya shahih ma`tsur dari Rasulullah saw. Beberapa di antaranya dapat ditemukan juga dalam kitab-kitab populer seperti Bulughul-Maram dan Riyadlus-Shalihin pada bab dzikir pagi dan sore. Jadi bukan lagi boleh diamalkan, melainkan sangat dianjurkan (sunnah) untuk diamalkan. Hanya tentu berdasarkan hadits-hadits yang ada, tidak berarti bahwa semua dzikir yang ada dalam al-ma`tsurat tersebut harus dibaca semuanya sekaligus dalam satu kesempatan dzikir pagi atau petang. Jika ada yang tidak terbaca maka dzikirnya tidak sah. Tentu tidak demikian, karena hadits-hadits Nabi saw yang mencontohkan dzikir pagi dan petang sifatnya pilihan. Maksudnya boleh untuk kesempatan pagi suatu hari membaca dzikir-dzikir yang bagian ini, dan di kesempatan sorenya membaca dzikir-dzikir yang bagian itu. Lalu di kesempatan pagi esoknya membaca dzikir-dzikir yang lainnya, dan di kesempatan sore harinya membaca dzikir-dzikir yang lainnya lagi tetapi masih sama-sama ma`tsur. Hanya tentu jika semuanya dibaca dalam satu kesempatan dzikir pagi atau petang itu lebih baik lagi.
Kami harus memastikan kepada pembaca sekalian bahwa dzikir-dzikir al-ma`tsurat itu adalah sunnah. Siapa yang tidak menyukainya atau membencinya berarti membenci sunnah Nabi saw. Dalam hal ini harus diingat ancaman Nabi saw:
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي
Siapa yang tidak senang pada sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku (Shahih al-Bukhari kitab an-nikah bab at-targhib fin-nikah no. 5063).
Berdasarkan hadits ini para ulama menjelaskan bahwa meninggalkan sunnah itu jika sesekali memang tidak berdosa. Tetapi jika disengaja dirutinkan meninggalkan sunnah setiap hari maka itu berdosa karena termasuk pada tidak menyukai sunnah Nabi saw.
Jika pembaca belum hafal dzikir-dzikir al-ma`tsurat tersebut, boleh dibaca sambil melihat teks tertulisnya sebagaimana banyak ditemukan pada buku-buku saku yang diterbitkan oleh beberapa penerbit buku/al-Qur`an di Indonesia. Jika sudah mampu dihafal tentu lebih baik lagi, karena dzikir yang dihafal lebih terasa keluar dari hatinya dibanding dzikir yang masih melihat teks tertulis.
Wal-‘Llahu a’lam