Ekonomi

Bunga Koperasi Simpan Pinjam

  1. Koperasi tempat saya bekerja menawarkan pinjaman dengan pembayaran tanpa bunga jika pembayarannya tepat waktu. Tetapi jika ada keterlambatan, diberlakukan denda administrasi. Bagaimana hukumnya?
  2. Sebuah Koperasi Simpan Pinjam memberlakukan bunga 2% dari keseluruhan jumlah sisa utang di setiap kali cicilan pembayarannya. Jika pinjam 2.000.000 dengan cicilan 10 kali, maka di cicilan pertama bayar 240.000 (cicilan 200.000 + bunga 2% dari 2.000.000). Cicilan kedua bayar 236.000 (cicilan 200.000 + bunga 2% dari 1.800.000). Dan demikian seterusnya sampai cicilan ke-10. Bagaimana hukumnya?

08969618xxxx
Denda administrasi yang ditanyakan pada pertanyaan pertama, itulah yang disebut riba nasi`ah dan diharamkan oleh al-Qur`an dalam QS. al-Baqarah [2] : 275-281 dan QS. Ali ‘Imran [3] : 130. Riba nasi`ah adalah riba yang diberlakukan ketika ada nasi`ah (tambahan tempo pembayaran). Jika tidak telat membayar, maka tidak ada riba/bunga. Jika ada keterlambatan dan ada tambahan tempo untuk membayar, maka berlaku riba/bunga. Jadi jelas haramnya, meski namanya “denda administrasi” (Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Bunga [Interest/Fa`idah]). Nama tidak bisa mengubah hakikat, jika pada hakikatnya tetap riba.
“Denda administrasi” atau istilah syari’ah-nya ta’widl baru sah jika sang penarik denda sudah mengeluarkan jasa/barang yang bukan “pinjaman”—yakni berupa jual beli jasa/barang atau sewa menyewa—dan mengalami kerugian akibat keterlambatan pembayaran. Contohnya seperti PLN yang sudah menjual listrik dan mengalami kerugian akibat keterlambatan pembayaran pelanggan, maka PLN memberlakukan denda. Atau sebuah Perguruan Tinggi (PT) swasta yang sudah melakukan kegiatan akademik untuk para mahasiswanya, tetapi mahasiswa telat membayar sehingga PT rugi karena tetap harus membayar dosen dan karyawan. Denda untuk mahasiswa yang telat membayar bisa dibenarkan. Jika denda itu akadnya “pinjaman” maka ini bukan ta’widl melainkan riba nasi`ah (Fatwa DSN-MUI No. 43 tentang ganti rugi/ta’widh).
Sementara sistem pembayaran pinjaman yang ditanyakan pada pertanyaan kedua, itu adalah bunga modern yang jauh lebih kejam daripada bunga zaman jahiliyyah (riba nasi`ah/riba jahiliyyah). Meski dinyatakan bunga 2%, jika dihitung sampai cicilan ke-10 berarti bunga yang sebenarnya adalah 11%. Jadi selain praktik bunga yang lebih kejam, disertai juga dengan penipuan. Dalam hal ini MUI berfatwa: “Bunga uang atas pinjaman (qardh) yang berlaku di atas lebih buruk dari riba yang diharamkan Allah SWT dalam al-Qur`an, karena dalam riba tambahan hanya dikenakan pada saat si peminjam (berutang) tidak mampu mengembalikan pinjaman pada saat jatuh tempo. Sedangkan dalam sistem bunga tambahan sudah langsung dikenakan pada sejak terjadi transaksi.” (Fatwa MUI Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Bunga [Interest/Fa`idah]).
Maka dari itu MUI menetapkan Hukum Bunga (Interest) sebagai berikut:

  1. Praktik pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW, yakni riba nasi`ah. Dengan demikian praktik pembungaan uang termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya.
  2. Praktik pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh Bank, Asuransi, Pasar Modal, Pegadaian, Koperasi, dan Lembaga Keuangan lainnya, maupun dilakukan oleh individu.

Jadi meskipun namanya “simpan-pinjam koperasi” bukan “bunga bank”, jika praktiknya seperti di atas, hukumnya haram. Keharaman riba termasuk dosa besar, sekelas dengan membunuh dan berzina. Na’udzu bil-‘Llah min dzalik.

Related Articles

Back to top button