Binasa karena Flexing

Kehidupan media sosial pasti mendorong setiap orang untuk menunjukkan status sosialnya. Jika status sosialnya kebaikan dan bertujuan merangsang orang lain untuk berlomba-lomba pada kebaikan tentu tidak jadi masalah. Akan tetapi umumnya yang ditonjolkan itu sebatas status sosial kekayaan atau kelebihan duniawi semata yang bahasa gaulnya flexing. Yang seperti ini masuk kategori pamer dunia dan hanya akan berujung binasa.
Perilaku pamer dunia atau bahasa gaulnya flexing disebut dalam al-Qur`an dan hadits dengan istilah tafakhur dan takatsur. Pelakunya disebut fakhur.
وَلَا تُصَعِّرۡ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمۡشِ فِي ٱلۡأَرۡضِ مَرَحًاۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخۡتَالٖ فَخُورٖ ١٨
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. Luqman [31] : 18)
Dalam surat al-Hadid Allah swt mengkritik perilaku tafakhur sebagai perilaku orang-orang yang tertipu dengan dunia. Dikiranya hal tersebut bagus, padahal nyata jeleknya. Dikira baik karena jadi banyak pengikutnya, padahal di sanalah letak tipuannya itu.
ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞ وَزِينَةٞ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٞ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ كَمَثَلِ غَيۡثٍ أَعۡجَبَ ٱلۡكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصۡفَرّٗا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمٗاۖ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٞ شَدِيدٞ وَمَغۡفِرَةٞ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٞۚ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ ٢٠
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (QS. al-Hadid [57] : 20).
Model public figure yang tertipu karena merasa banyak follower (pengikut)-nya itu adalah Qarun, salah seorang kaum Nabi Musa as.
فَخَرَجَ عَلَىٰ قَوۡمِهِۦ فِي زِينَتِهِۦۖ قَالَ ٱلَّذِينَ يُرِيدُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا يَٰلَيۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَآ أُوتِيَ قَٰرُونُ إِنَّهُۥ لَذُو حَظٍّ عَظِيمٖ ٧٩ وَقَالَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ وَيۡلَكُمۡ ثَوَابُ ٱللَّهِ خَيۡرٞ لِّمَنۡ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحٗاۚ وَلَا يُلَقَّىٰهَآ إِلَّا ٱلصَّٰبِرُونَ ٨٠
Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”. Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar” (QS. al-Qashash [28] : 79-80).
As the online gambling industry continues to grow, more and more online casinos and betting sites are popping up. One such site that has gained significant popularity among players is 1win casino online.
Orang yang fakhur tertipu dengan dunia yang hanya sementara ia miliki. Sementara akhirat yang kekal dan abadi terabaikan. Itulah yang dikritikkan oleh orang-orang berilmu dari kaum Nabi Musa as kepada Qarun dan follower-nya. Jadinya ketika dunia pada waktunya habis dan hilang ia tidak punya bekal apapun di kehidupan yang sebenarnya. Allah swt tegas mengingatkan hal ini dalam surat at-Takatsur:
أَلۡهَىٰكُمُ ٱلتَّكَاثُرُ ١ حَتَّىٰ زُرۡتُمُ ٱلۡمَقَابِرَ ٢ كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ٣ ثُمَّ كَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُونَ ٤ كَلَّا لَوۡ تَعۡلَمُونَ عِلۡمَ ٱلۡيَقِينِ ٥ لَتَرَوُنَّ ٱلۡجَحِيمَ ٦ ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيۡنَ ٱلۡيَقِينِ ٧ ثُمَّ لَتُسۡئَلُنَّ يَوۡمَئِذٍ عَنِ ٱلنَّعِيمِ ٨
Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin, kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu (QS. at-Takatsur [102] : 1-8).
Tegas sekali dalam surat di atas, perilaku pamer dunia diancam dengan neraka jahim. Kelak semua yang dipamerkan itu akan diperiksa. Pemeriksaan kekayaan di dunia oleh lembaga berwenang saja repotnya bukan main, apalagi pemeriksaan di akhirat yang lebih detail dan pasti akurat.
Orang-orang yang rentan dengan perilaku flexing hanya bisa selamat dengan cara membagikan kelebihan hartanya kepada mereka yang lebih membutuhkan. Nabi saw mengingatkan tegas dalam salah satu haditsnya:
إِنَّ الْأَكْثَرِينَ هُمْ الْأَقَلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ قَالَ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ وَمِنْ خَلْفِهِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ
Sesungguhnya orang yang paling banyak hartanya (di dunia) adalah orang yang paling sedikit hartanya pada hari kiamat, kecuali mereka yang membagikannya seperti ini, ini, dan ini— sambil berisyarat ke arah kanan, kiri dan belakang. Tetapi sungguh sedikit mereka yang seperti itu. (Shahih al-Bukhari bab qaulin-Nabi saw ma uhibbu anna li mitsla Uhud dzahaban no. 6444).
Orang yang paling banyak hartanya di dunia akan menjadi paling sedikit harta di akhirat karena ia sudah berdosa dalam menumpuk-numpuk kekayaan dengan tidak membagikannya kepada mereka yang lebih membutuhkan. Maka dari itu Nabi saw mengharuskan mereka yang crazy rich untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan. Tetapi orang kaya yang sadar seperti ini hanya sedikit sekali. Dalam kesempatan lain, Nabi saw menganjurkan setiap muslim untuk terobsesi menjadi orang kaya yang banyak berbagi seperti ini. Bukan orang kaya yang hanya aktif memamerkan kekayaannya.
لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ، رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ، وَآخَرُ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
Tidak ada hasud kecuali kepada dua orang; seseorang yang diberi harta oleh Allah lalu ia mengerahkan tenaganya untuk menghabiskannya dalam kebenaran dan seseorang yang diberi hikmah oleh Allah lalu ia memutuskan dengannya dan mengajarkannya (Shahih al-Bukhari kitab al-‘ilm bab al-ightibath fil-‘ilm no. 73).
Lebih tegasnya lagi, Nabi saw menyatakan:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
Bukanlah kaya itu yang banyak harta, tetapi kaya itu adalah yang kaya hatinya (Shahih al-Bukhari kitab ar-riqaq bab al-ghina ghinan-nafs no. 6446; Shahih Muslim bab laisal-ghina ‘an katsratil-‘aradl no. 2467).
Jadi orang-orang yang gemar pamer kekayaannya sebenarnya orang-orang miskin, karena kelak akan dimiskinkan oleh Allah swt. Orang kaya yang sebenarnya adalah orang kaya yang banyak berbagi kepada orang-orang yang membutuhkan.
Tentunya aktifitas berbagi tersebut juga jangan sampai terjebak flexing, karena berarti masuk kategori mann (menyebut-nyebut pemberian) dan adza (merendahkan pihak yang diberi) yang akan membatalkan pahala shadaqah:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُبۡطِلُواْ صَدَقَٰتِكُم بِٱلۡمَنِّ وَٱلۡأَذَىٰ كَٱلَّذِي يُنفِقُ مَالَهُۥ رِئَآءَ ٱلنَّاسِ وَلَا يُؤۡمِنُ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۖ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ صَفۡوَانٍ عَلَيۡهِ تُرَابٞ فَأَصَابَهُۥ وَابِلٞ فَتَرَكَهُۥ صَلۡدٗاۖ لَّا يَقۡدِرُونَ عَلَىٰ شَيۡءٖ مِّمَّا كَسَبُواْۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٢٦٤
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir (QS. al-Baqarah [2] : 264).
Wal-‘Llahu a’lam