Haji dan Qurban

‘Umrah Tetap Wajib, Meski Haji Sudah Tidak Mungkin

Kewajiban haji dan ‘umrah ditegaskan dalam satu ayat yang sama: wa atimmul-hajja wal-‘umrata lil-‘Llah. Maka haji dan ‘umrah kedua-duanya wajib; haji wajib, ‘umrah pun wajib. Setiap muslim wajib melakukan perencanaan matang dalam hal finansial dan usia agar kedua kewajiban tersebut bisa ditunaikan. Jika haji bisa diamalkan, otomatis kewajiban ‘umrah pun akan tertunaikan. Tetapi jika haji sudah tidak mungkin ditunaikan karena terhalang batas usia misalnya, maka ‘umrah tetap wajib untuk ditunaikan meski tanpa haji. Tentunya bagi mereka yang secara finansial berkemampuan.

‘Umrah secara bahasa ziyarah atau ‘imarah (memakmurkan) Masjidil Haram dengan cara menziarahinya. Ketentuan hukumnya diperselisihkan di kalangan ulama antara yang mewajibkan dan yang sebatas menilainya sunat. Yang mewajibkan adalah madzhab Syafi’i, Hanbali, dan Ahli Atsar (ahlul-hadits). Sementara yang menilainya sunat adalah madzhab Maliki dan Hanafi. Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari bab wujubil-‘umrah wa fadlliha menjelaskan bahwa pihak yang menilainya sunat berlandaskan pada hadits Jabir ra. Demikian halnya yang menilai wajib berdasar pada hadits Jabir ra. Kedua-duanya dituliskan oleh al-Hafizh dalam Bulughul-Maram kitab al-Hajj sebagai berikut:

 وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ ﷺ أَعْرَابِيٌّ. فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي عَنِ الْعُمْرَةِ, أَوَاجِبَةٌ هِيَ؟ فَقَالَ: «لَا، وَأَنْ تَعْتَمِرَ خَيْرٌ لَكَ». رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَالتِّرْمِذِيُّ, وَالرَّاجِحُ وَقْفُهُ. وَأَخْرَجَهُ ابْنُ عَدِيٍّ مِنْ وَجْهٍ آخَرَ ضَعِيفٍ عَنْ جَابِرٍ مَرْفُوعًا: «الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ فَرِيضَتَانِ».

  1. Dari Jabir ibn ‘Abdillah—semoga Allah meridlai keduanya—ia berkata: Ada seorang Arab pegunungan datang kepada Nabi saw dan bertanya: “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang ‘umrah, apakah itu wajib?” Nabi saw menjawab: “Tidak, tetapi ‘umrah lebih baik bagimu.” Ahmad dan Tirmidzi meriwayatkannya, tetapi yang kuat mauquf (berupa pernyataan Jabir). Ibn ‘Adi meriwayatkan dari sanad lain yang juga dla’if dari Jabir secara marfu’ (dari Nabi saw): “Haji dan ‘umrah keduanya wajib.”

Sebagaimana terlihat dalam penjelasan al-Hafizh di atas, kedua hadits di atas dla’if. Jadi tidak bisa dijadikan hujjah. Untuk menentukan hukumnya harus berhujjah pada dalil lain yang tidak dla’if.

Imam al-Bukhari sendiri dalam kitab Shahihnya memilih pendapat ‘umrah wajib sebagaimana ditulis dalam salah satu tarjamah (judul bab):

بَاب وُجُوبِ الْعُمْرَةِ وَفَضْلِهَا. وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا لَيْسَ أَحَدٌ إِلَّا وَعَلَيْهِ حَجَّةٌ وَعُمْرَةٌ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا إِنَّهَا لَقَرِينَتُهَا فِي كِتَابِ اللَّهِ {وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ}

Bab: Kewajiban ‘Umrah dan Keutamaannya. Ibn ‘Umar ra berkata: “Tidak ada seorang pun melainkan wajib baginya satu kali haji dan satu kali ‘umrah.” Ibn ‘Abbas ra berkata: “Sungguh petunjuknya itu ada dalam kitab Allah: Dan sempurnakanlah haji dan ‘umrah karena Allah.”

Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari menjelaskan bahwa tarjamah di atas menunjukkan bahwa Imam al-Bukhari menegaskan hukum ‘umrah wajib. Dasar dalil beliau atsar dari Ibn ‘Umar dan Ibn ‘Abbas yang menyatakan keduanya wajib berdasarkan firman Allah swt dalam QS. al-Baqarah [2] : 196. Lebih lengkapnya pernyataan Ibn ‘Umar ra sebagaimana dijelaskan al-Hafizh dalam Fathul-Bari adalah sebagai berikut; bersumber dari riwayat Ibn Khuzaimah, ad-Daraquthni, dan al-Hakim:

لَيْسَ مِنْ خَلْق اللَّه أَحَد إِلَّا عَلَيْهِ حَجَّة وَعُمْرَة وَاجِبَتَانِ مَنْ اِسْتَطَاعَ سَبِيلًا ، فَمَنْ زَادَ شَيْئًا فَهُوَ خَيْر وَتَطَوُّع

Tidak ada seorang pun makhluk Allah melainkan haji dan ‘umrah jadi dua kewajiban untuknya, yakni bagi orang yang mampu di perjalanannya. Siapa yang menambah meski sekali maka itu lebih baik dan sunat.

Dalam jalur riwayat Sa’id ibn ‘Arubah, Ibn ‘Umar ra menyatakan:

الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ فَرِيضَتَانِ

Haji dan ‘umrah adalah dua kewajiban.

Selain itu masih ada juga atsar dari Jabir dan ‘Umar sebagai berikut:

لَيْسَ مُسْلِم إِلَّا عَلَيْهِ عُمْرَة

Tidak ada seorang muslim pun melainkan wajib baginya ‘umrah (riwayat Ibnul-Jahm al-Maliki dengan sanad hasan dari pernyataan Jabir ra).

قال صُبَيّ بْن مَعْبَد لِعُمَر: رَأَيْت الْحَجّ وَالْعُمْرَة مَكْتُوبَيْنِ عَلَيَّ فَأَهْلَلْت بِهِمَا. فَقَالَ لَهُ: هُدِيت لِسُنَّةِ نَبِيّك. أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ

Shubay ibn Ma’bad berkata kepada ‘Umar: “Aku menilai haji dan ‘umrah dua kewajiban untukku, maka aku ihlal dengan keduanya (ihram haji dan ‘umrah).” ‘Umar berkata kepadanya: “Kamu sudah ditunjukkan pada sunnah Nabimu.” Riwayat Abu Dawud.

Selanjutnya dalam riwayat Ibn Khuzaimah pada hadits Jibril as yang berdialog dengan Nabi saw tentang rukun iman dan islam, Nabi saw menyebutkan rukun islam kelima dalam salah satu riwayatnya:

وَأَنْ تَحُجّ وَتَعْتَمِر

Kamu haji dan ‘umrah (sanad Ibn Khuzaimah ini diriwayatkan juga oleh Imam Muslim meski beliau tidak menuliskan matannya).

Dan yang paling jelas adalah firman Allah swt dalam QS. al-Baqarah [2] : 196 di atas yang menyebutkan haji dan ‘umrah kedua-duanya harus ditunaikan dengan sempurna. Demikian halnya Imam al-Bukhari berdalil dengan hadits yang juga menyebutkan ‘umrah dan haji dalam satu kesatuan.

الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Satu ‘umrah sampai ‘umrah berikutnya adalah kifarat untuk dosa yang ada di selang waktu keduanya. Dan haji mabrur tidak ada baginya balasan kecuali surga (Shahih al-Bukhari kitab abwab al-‘umrah bab wujubil-‘umrah wa fadliha no. 1773; Shahih Muslim kitab al-hajj bab fi fadllil-hajji wal’umrah no. 3355).

Hadits di atas, menurut al-Hafizh juga menjadi isyarat bahwa ‘umrah boleh didahulukan sebelum haji. Imam al-Bukhari sampai menuliskan satu bab khusus: man-i’tamara qablal-hajj (boleh ber’umrah sebelum haji). Dalilnya adalah jawaban Ibn ‘Umar ra ketika ditanya bolehkah ‘umrah dahulu sebelum haji? Lalu beliau menjawab boleh karena Nabi saw juga demikian. Sebagaimana dijelaskan oleh Anas ibn Malik ra dalam hadits no. 1778 bab kam i’tamaran-Nabiy saw (berapa kali Nabi saw ber’umrah) bahwa Nabi saw ber’umrah sebanyak empat kali dan yang tiga dilaksanakan sebelum hajinya; haji wada’. Ketiganya adalah ‘umrah Hudaibiyyah yang tidak jadi karena dihalangi kaum kafir (6 H), ‘umrah qadla pada bulan Dzulqa’dah tahun berikutnya (7 H), dan ‘umrah Ji’raniyyah ketika Nabi saw membagikan ghanimah perang Hunain (8 H). ‘Umrah yang keempatnya pada saat haji wada’ pada tahun 10 H.

Dalil-dalil di atas menuntut setiap muslim untuk tetap memprioritaskan daftar haji dan ‘umrah sekaligus semoga bisa ditunaikan sebelum terhalang batas usia. Sementara bagi yang sudah terhalang batas usia, kewajiban ‘umrahnya tidak hilang selama usia dan finansial memungkinkan. Maka ‘umrah harus diprioritaskan demi menunaikan kewajiban rukun Islam yang kelima. Wal-‘Llahu a’lam.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button