Shalat Sunat Qabla ‘Ashar
Ustadz apakah shalat qabla ‘ashar itu memang disyari’atkan? Mohon penjelasannya. 08526043xxxx
Shalat qabla ‘ashar termasuk pada shalat sunat di antara dua adzan (adzan dan iqamat) yang disyari’atkan berdasarkan hadits ‘Abdullah ibn Mughaffal riwayat al-Bukhari (Shahih al-Bukhari kitab al-adzan bab kam bainal-adzan wal-iqamah no. 624).
Di samping itu, terdapat juga syari’at shalat qabla ‘ashar yang empat raka’at, sebagaimana dituliskan al-Hafizh Ibn Hajar dalam Bulughul-Maram:
– 382
وَعَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : رَحِمَ اللَّهُ امْرَأً صَلَّى أَرْبَعًا قَبْلَ الْعَصْرِ. رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ, وَابْنُ خُزَيْمَةَ وَصَحَّحَهُ
382- Dari Ibn ‘Umar—semoga Allah meridlai keduanya—ia berkata: Rasulullah—semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah untuknya—bersabda: “Allah merahmati seseorang yang shalat empat raka’at qabla ‘ashar.” Meriwayatkannya Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi dan ia (at-Tirmidzi) menilainya hasan, juga (meriwayatkannya) Ibn Khuzaimah dan ia (Ibn Khuzaimah) menilainya shahih.
Hadits Ibn ‘Umar ini ada yang menilainya dla’if karena rawi Muhammad ibn Mihran yang dinilai cacat hafalan. Al-Hafizh tentunya bukan tidak mengetahui kritikan tersebut, tetapi beliau lebih setuju dengan penilaian hasan dari Imam at-Tirmidzi atau shahih dari Ibn Khuzaimah sebagaimana dituliskan olehnya dalam Bulughul-Maram di atas.
Dalam at-Talkhishul-Habir al-Hafizh menjelaskan bahwa memang Muhammad ibn Mihran ini fihi maqal; diperbincangkan. Akan tetapi penilaian tsiqah dari Ibn Hibban dan Ibn ‘Adi juga tidak bisa diabaikan. Maka dari itu dalam Taqrib yang ditulisnya sendiri, al-Hafizh menilai Muhammad ibn Mihran ini sebagai shaduq yukhthi`u; jujur tapi kadang keliru (Taqribut-Tahdzib no. 5701). Kualitas rawi seperti ini tidak mutlak dla’if, melainkan hasan, terlebih jika dikuatkan oleh sanad yang lain.
Imam an-Nawawi dalam Riyadlus-Shalihin bab sunnatil-‘ashr, Syaikh al-Albani dalam as-Silsilah as-Shahihah no. 237, dan Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam ta’liq Sunan Abi Dawud bab as-shalat qablal-‘ashr sama-sama menyebutkan hadits ‘Ali ibn Abi Thalib yang menjelaskan shalat sunat rawatib dan menyebutkan salah satunya empat raka’at qabla ‘ashar, sebagai hadits shahih/hasan yang menguatkannya. Imam at-Tirmidzi yang meriwayatkan hadits tersebut dalam Sunan at-Tirmidzi bab ma ja`a fil-arba’ qablal-‘ashr juga menilainya hasan. Itu disebabkan rawi ‘Ashim ibn Dlamrah yang menerima dari ‘Ali dan dinilai shaduq oleh al-Hafizh Ibn Hajar. Meski tidak sampai tsiqah tetapi statusnya shaduq/jujur tanpa ada kelemahan dalam hafalannya. Rawi seperti ini riwayatnya hasan.
Jadi kesimpulannya, shalat qabla ‘ashar ini ada, baik yang dua raka’at ataupun yang empat raka’at. Yang empat raka’at sebagaimana hukum yang berlaku umum, boleh dilaksanakan sekaligus dengan satu salam, boleh juga dua kali salam dua raka’at-dua raka’at.
Mengenai kedudukannya sebagai rawatib (dirutinkan), ini yang memang menurut Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim diperselisihkan. Jumhur ulama mengategorikannya sebagai rawatib, sebagian lainnya tidak. Sebagaimana sudah sering dimaklumatkan, perselisihan dalam fiqih tidak sepantasnya menjadi perdebatan atau perpecahan di tengah-tengah umat. Bagi yang tidak setuju sudah seyogianya menghargai kaum muslimin yang ingin menjalankan syari’at ini, sebab faktanya disyari’atkan dan bukan bid’ah. Bagi yang setuju juga tidak perlu menyinggung kaum muslimin yang tidak merutinkannya, meski kadang terjadi anomali menjadi tidak pernah dan tidak mau melaksanakannya sama sekali. Wal-‘Llahu a’lam.