Permainan Capit Boneka Termasuk Judi
Bismillah, Ustadz maaf bertanya, apakah permainan capit boneka termasuk judi? Bagaimana dengan orang yang sebatas menyediakannya? 0895-1406-xxxx
Permainan capit boneka sepengetahuan kami jelas termasuk judi karena antara apa yang ditaruh atau diberikan tidak pasti mendapatkan apa yang diinginkan. Model seperti ini masuk kategori qimar (taruhan yang hasilnya untung-untungan). Tidak termasuk jual beli yang halal, karena jual beli itu jelas apa yang dibeli harganya berapa, barangnya apa, spesifikasinya bagaimana, dan kapan bisa diterima pembelinya. Kalau permainan capit boneka tidak demikian. Bayarnya jelas, tetapi apa yang diperolehnya tidak jelas, untung-untungan, bisa dapat boneka, bisa juga lainnya yang lebih murah daripada harga boneka.
Setiap taruhan yang sifatna untung-untungan/spekulatif, Al-Qur`an menyebutnya maisir. Menurut Mujahid, seorang mufassir generasi Tabi’in, setiap yang mengandung unsur qimar (taruhan) dikategorikan maisir, walaupun itu hanya permainan anak-anak. Menurut ‘Atha`, setiap yang diundi dengan gelas masuk kategori maisir. ‘Ali ibn Abi Thalib berani memasukkan catur ke dalam unsur maisir karena sering dijadikan taruhan (Muhammad ibn Makram ibn Manzhur, Lisanul-‘Arab, Beirut: Dar Shadir, t.th., juz 5, hlm. 295).
Praktik maisir itu sendiri di zaman Jahiliyyah adalah taruhan yang dikenakan pada seekor unta. Sebelumnya ditentukan terlebih dahulu 10 nomor dengan nama-nama sebagai berikut: (1) al-Fadzdzu, (2) at-Tau`amu, (3) ar-Raqibu, (4) al-Hislu, (5) an-Nasilu, (6) al-Musbilu, (7) al-Mu`alla, (8) al-Waghdu, (9) as-Safihu, (10) al-Manihu. Setelah itu unta dibagi-bagi menjadi 28 bagian. Bagi yang mendapatkan no. 1 dapat satu bagian. Yang mendapatkan no. 2 dapat dua bagian. Dan seterusnya sampai no. 7 dapat bagian sesuai nomornya. Sementara yang mendapatkan no. 8-10 tidak mendapatkan bagian apa-apa, malah mereka harus membayar harga untanya. Tapi bagian-bagian yang didapat dari maisir itu bukan untuk dikonsumsi oleh sendiri, melainkan harus dibagikan kepada faqir miskin (Lisanul-‘Arab 1 : 368).
Jadi meskipun sifatnya sosial atau untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan, tetap saja maisir itu haram karena ada unsur taruhannya. Allah swt sendiri dalam QS. al-Baqarah [2] : 219 mengakui aspek kebermanfaatan maisir ini. Tetapi meski demikian tetap saja diharamkan karena unsur taruhannya menyisakan bahaya yang lebih besar. Apalagi yang sebatas untuk keuntungan pribadi penyedia layanan permainan judinya saja, ini jelas memperkaya diri dari jalan yang haram.
Aspek bahaya yang menjadi hikmah syari’at diharamkannya judi adalah permusuhan dan kebencian. Orang yang tidak memperoleh apa yang diinginkannya sedikitnya akan memendam rasa kebencian dan berpeluang besar menjadi permusuhan. Meski kalaupun tidak dirasakan ada kebencian dan permusuhan tersebut tidak serta merta menjadi halal permainan judi itu. Hukum judi tetap haram dan dinyatakan sebagai bagian dari tipu daya setan (QS. al-Ma`idah [5] : 90-91).
Bagi para penjual boneka dengan model permainan capit ini sudah seharusnya menghentikannya. Jual beli saja secara normal berapa harganya dan boneka mana yang akan diperolehnya. Mencari keuntungan dari sesuatu yang haram termasuk haram juga. Nabi saw bersabda:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
Sesungguhnya Allah awj apabila mengharamkan kepada satu kaum memakan sesuatu pasti Dia juga mengharamkan harganya (hasil penjualannya) (Musnad Ahmad bab musnad ‘Abdillah ibn ‘Abbas no. 2221).