Perjuangan Berat Meraih Kemuliaan

Meraih kemuliaan lailatul-qadar sungguh sangat berat. Memang tidak sampai harus mengeluarkan harta banyak ataupun banting tulang memeras keringat, melainkan hanya sebatas menghidupkan malam dengan ibadah dan menjauhi tidur. Tetapi justru “hanya menghidupkan malam” inilah yang tidak bisa dipandang sebelah mata karena mengamalkannya sungguh berat. Suatu amal yang memang hanya bisa diraih oleh orang-orang mulia dengan titel taqwa.


Al-Qur`an sangat konsisten mengulang-ulang dalam berbagai ayatnya menjelaskan sifat mulia dari orang-orang mulia salah satunya adalah keberhasilan menaklukkan ‘godaan tidur malam’. Sifat mulia ini menunjukkan keberhasilan seseorang mengalahkan syahwat dunia dan nafsu sesaat. Orang yang masih berkutat dengan tidur pulas di waktu malam sampai shubuh menunjukkan gaya hidup yang masih terpenjara nafsu dan syahwat. Orang-orang seperti ini di waktu siangnya pasti terpenjara nafsu mengejar harta dan dunia dengan mengenyampingkan ibadah. Atau sibuk mementingkan kesenangan pribadi yang otomatis dengan menyakiti orang lain.
Ketika menjelaskan sifat orang-orang bertaqwa dalam surat adz-Dzariyat, Allah swt berfirman:

إِنَّ ٱلۡمُتَّقِينَ فِي جَنَّٰتٖ وَعُيُونٍ  ١٥ ءَاخِذِينَ مَآ ءَاتَىٰهُمۡ رَبُّهُمۡۚ إِنَّهُمۡ كَانُواْ قَبۡلَ ذَٰلِكَ مُحۡسِنِينَ  ١٦ كَانُواْ قَلِيلٗا مِّنَ ٱلَّيۡلِ مَا يَهۡجَعُونَ  ١٧ وَبِٱلۡأَسۡحَارِ هُمۡ يَسۡتَغۡفِرُونَ  ١٨ وَفِيٓ أَمۡوَٰلِهِمۡ حَقّٞ لِّلسَّآئِلِ وَٱلۡمَحۡرُومِ  ١٩

Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam (karena dipakai shalat); Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian (QS. adz-Dzariyat [51] : 15-19).
Imam al-Hasan al-Bashri sebagaimana dikutip oleh al-Hafizh Ibn Katsir menjelaskan maksud ayat di atas sebagai berikut:

كَابَدُوا قِيَامَ اللَّيْلِ، فَلَا يَنَامُونَ مِنَ اللَّيْلِ إِلَّا أَقَلَّهُ، وَنَشِطُوا فَمَدُّوا إِلَى السَّحَرِ، حَتَّى كَانَ الِاسْتِغْفَارُ بِسَحَرٍ

Mereka mengamalkan shalat malam dengan lama, sehingga mereka tidak tidur di waktu malam kecuali sebentar saja. Mereka bersemangat shalat dan terus mengamalkannya hingga waktu sahur lalu dilanjutkan dengan istighfar di waktu sahur.
Ada memang penafsiran lain dari potongan ayat di atas, yakni sebagaimana dijelaskan oleh Ibn ‘Abbas: “Tidak pernah ada satu malam pun melainkan mereka shalat meski hanya sebentar”. Atau seperti dijelaskan Mujahid: “Jarang sekali mereka tidur semalaman sampai shubuh tanpa tahajjud.” Tetapi makna intinya tetap sama, mereka adalah ahli tahajjud. Terkadang memang mereka tidak tahajjud, tetapi sangat jarang. Atau terkadang mereka shalat malamnya sebentar, tetapi itu jarang. Hanya penafsiran yang ini menurut Ibn Jarir at-Thabari kurang tepat. Yang paling tepat adalah yang dijelaskan al-Hasan al-Bashri di atas. Dan itu senada dengan yang dijelaskan dalam QS. as-Sajdah:

تَتَجَافَىٰ جُنُوبُهُمۡ عَنِ ٱلۡمَضَاجِعِ يَدۡعُونَ رَبَّهُمۡ خَوۡفٗا وَطَمَعٗا وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ 

(Orang yang beriman sebenarnya adalah yang) lambung (badan) mereka jauh dari tempat tidurnya, karena mereka berdo’a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap dan mereka menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka (QS. as-Sajdah [32] : 16).
Baik ayat dalam surat adz-Dzariyat ataupun surat as-Sajdah di atas, kedua-duanya menjelaskan kebaikan orang bertaqwa dan beriman dalam hal berderma kepada sesama. Kedua-duanya juga dilandasi sifat mulia keberhasilan menaklukkan godaan tidur malam. Ini salah satu bentuk konsistensi al-Qur`an dalam menjelaskan sifat mulia seorang mulia, yakni mulia di waktu malamnya dan mulia di waktu siangnya. Jika hanya rajin berderma tetapi malas bangun malam, berarti belum mulia. Demikian halnya jika hanya rajin bangun malamnya tetapi malas berderma ini juga belum mulia. Kemuliaan akhlaq seseorang menurut al-Qur`an harus meliputi dua aspek tersebut.
Ketika menjelaskan orang-orang mulia dengan titel ‘ibadur-Rahman, al-Qur`an juga menjelaskan keberhasilan menaklukkan godaan tidur malam sebagai salah satu sifat mulianya.

وَعِبَادُ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمۡشُونَ عَلَى ٱلۡأَرۡضِ هَوۡنٗا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلۡجَٰهِلُونَ قَالُواْ سَلَٰمٗا  ٦٣ وَٱلَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمۡ سُجَّدٗا وَقِيَٰمٗا  ٦٤ وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا ٱصۡرِفۡ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَۖ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا  ٦٥ إِنَّهَا سَآءَتۡ مُسۡتَقَرّٗا وَمُقَامٗا  ٦٦ وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُواْ لَمۡ يُسۡرِفُواْ وَلَمۡ يَقۡتُرُواْ وَكَانَ بَيۡنَ ذَٰلِكَ قَوَامٗا  ٦٧

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka. Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal“. Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian (QS. al-Furqan [25] : 63-67).
Dalam ayat-ayat di atas Allah swt menjelaskan ‘ibadur-Rahman sebagai hamba yang mulia akhlaqnya di waktu siang dan malam. Di waktu siang selalu berakhlaq mulia meski kepada orang-orang bodoh sekalipun dan tidak melewatkan infaq. Sementara di waktu malam sibuk dengan sujud, berdiri, dan berdo’a.
Atau mereka yang disebut ulul-albab yakni orang-orang yang berakal dan berhati jernih. Kemampuan mereka memilih ilmu yang baik (QS. 39 : 18), merenungkan ciptaan Allah swt (QS. 39 : 21), atau berinfaq dengan berkualitas (QS. 2 : 269), karena ditunjang oleh rutinitas sujud dan berdiri shalat di waktu malam yang cukup panjang.

أَمَّنۡ هُوَ قَٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ سَاجِدٗا وَقَآئِمٗا يَحۡذَرُ ٱلۡأٓخِرَةَ وَيَرۡجُواْ رَحۡمَةَ رَبِّهِۦۗ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ  ٩

 (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS. az-Zumar [39] : 9).
Menaklukkan godaan tidur malam ini hanya bisa diamalkan oleh mereka yang sudah maksimal dalam mengimani akhirat dan tidak lagi terjebak oleh cinta dunia. Orang-orang yang mampu mengatur ritme aktivitas duniawinya sehingga tidak mengabaikan ibadah di waktu malam untuk kepentingan akhiratnya. Maka dari itu ketika Allah swt memerintah shalat malam yang lama, Dia kemudian menyinggung orang-orang yang mengabaikannya sebagai orang yang masih gila dunia dan melupakan akhirat:

وَمِنَ ٱلَّيۡلِ فَٱسۡجُدۡ لَهُۥ وَسَبِّحۡهُ لَيۡلٗا طَوِيلًا  ٢٦ إِنَّ هَٰٓؤُلَآءِ يُحِبُّونَ ٱلۡعَاجِلَةَ وَيَذَرُونَ وَرَآءَهُمۡ يَوۡمٗا ثَقِيلٗا  ٢٧

Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari. Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat) (QS. al-Insan [76] : 26-27).
Beratnya menjalani sunnah menghidupkan malam demi meraih malam yang mulia mesti dikuatkan dengan sabar pantang menyerah demi meraih kemuliaan itu sendiri.