Ibadah

Menghitung Dzikir dengan Tangan Kanan Saja (?)

Di salah satu jama’ah tertentu dianjurkan agar menghitung dzikir itu menggunakan tangan kanan saja, tidak dengan tangan kiri. Bagaimana kedudukan hukum sebenarnya? 08138772xxxx
Hadits tentang praktik menghitung bacaan dzikir setidaknya ada tiga, sebagaimana diulas oleh Imam as-Syaukani dalam Nailul-Authar, yaitu: (1) Hadits Yusairah yang memerintahkan menghitung dzikir dengan jari-jari tangan secara umum, baik kanan atau kiri; (2) Hadits ‘Abdullah ibn ‘Amr yang menginformasikan Nabi saw menghitung tasbihnya dengan jari-jari tangan kanannya; dan (3) Hadits Sa’ad ibn Abi Waqqash dan Shafiyyah yang menghitung dzikirnya dengan biji-bijian dan batu-batu kecil dan tidak disalahkan oleh Nabi saw. Hadits Yusairah yang dimaksud adalah:

عَلَيْكُنَّ بِالتَّسْبِيحِ وَالتَّهْلِيلِ وَالتَّقْدِيسِ، وَاعْقِدْنَ بِالأَنَامِلِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ، وَلَا تَغْفُلْنَ فَتَنْسَيْنَ الرَّحْمَةَ

Hendaklah kalian bertasbih, tahlil, dan taqdis, dan hitunglah dengan jari-jari, karena jari-jari itu akan ditanya dan diminta berbicara. Janganlah kalian lalai sehingga melupakan rahmat (Sunan at-Tirmidzi no. 3583; Sunan Abi Dawud bab at-tasbih bil-hasha no. 1502; dan Musnad Ahmad bab hadits Yusairah no. 27089. Hadits hasan disebabkan rawi bernama Humaidlah binti Yasir yang hanya meriwayatkan kepada putranya, Hani ibn ‘Utsman, dan dinilai tsiqat oleh Ibn Hibban saja).
Sementara hadits Ibn ‘Umar adalah:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَعْقِدُ التَّسْبِيحَ قَالَ ابْنُ قُدَامَةَ – بِيَمِينِهِ

Dari ‘Abdullah ibn ‘Amr, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah saw menghitung tasbih.” Ibn Qudamah berkata: “dengan tangan kanannya.” (Sunan Abu Dawud bab at-tasbih bil-hasha no. 1504).
Hadits di atas diriwayatkan oleh seorang rawinya, ‘Atstsam, kepada dua orang; ‘Ubaidullah dan Muhammad ibn Qudamah. Pada sanad ‘Ubaidullah hanya disebutkan “menghitung tasbih” saja, sementara sanad Muhammad ibn Qudamah disebutkan “menghitung tasbih dengan tangan kanannya”. Selain dua rawi di atas, ‘Atssam meriwayatkan juga kepada Muhammad ibn ‘Abdul-A’la dengan matan “menghitung tasbih dengan tangannya [bi yadihi]” (Sunan at-Tirmidzi bab ma ja`a fi ‘aqdit-tasbih bi yadihi no. 3486) dan al-Husain ibn Muhammad dengan matan “menghitung tasbih” saja (Sunan an-Nasa`i bab ‘aqdit-tasbih no. 1355). Jadi variasi sanad itu saling menjelaskan bahwa maksud “menghitung tasbih” itu adalah dengan “tangannya”, yakni “tangan kanannya”. Akan tetapi ini bukan perintah, hanya informasi perbuatan, dan tidak menunjukkan rutinitas selamanya. Artinya, sebatas boleh menggunakan jari-jari tangan kanan saja. Jika memang dianjurkan dirutinkan, tentu Nabi saw akan memerintahkannya atau menganjurkannya. Dan dalam hadits Yusairah di atas, tidak mungkin Nabi saw mengakhirkan penjelasan “dianjurkan dengan tangan kanan” pada saat dibutuhkan, jika memang ketentuannya demikian (sebuah qa’idah ushul menyatakan: ta`khirul-bayan ‘an waqtil-hajah la yajuz; mengakhirkan penjelasan pada waktu dibutuhkan tidak boleh/tidak mungkin).
Sementara hadits Sa’ad ibn Abi Waqqash dan Shafiyyah adalah tentang Nabi saw melihat seorang perempuan (dalam hadits Shafiyyah adalah Shafiyyah sendiri, istri Nabi saw) yang berdzikir dengan biji-bijian dan batu-batu kecil, tetapi Nabi saw tidak menyalahkannya. Akan tetapi hadits ini diperselisihkan statusnya di kalangan para ulama antara yang mendla’ifkan seperti Syaikh al-Albani dan yang menghasankan li ghairihi seperti Ibn Hibban, al-Hafizh Ibn Hajar, as-Suyuthi, as-Syaukani, al-Mubarakfuri, dan Syu’aib al-Arnauth. Sebabnya seorang rawi bernama Khuzaimah yang dinilai majhul dan menerima dari ‘Aisyah binti Sa’ad dan menyampaikan kepada Sa’id ibn Hilal. Sementara dalam sanad lain disebutkan Sa’id menerima langsung dari ‘Aisyah tanpa menyebutkan Khuzaimah dan Sa’id dengan ‘Aisyah ini pernah bertemu dan sezaman. Hadits ini bagi yang setuju hasan dikuatkan oleh hadits Shafiyyah yang juga bermasalah karena ada Hasyim ibn Sa’id al-Kufi yang dla’if. Model ikhtilaf seperti ini lumrah ditemukan dalam riwayat hadits.
Maka amannya tentu menghitung dzikir hanya dengan jari-jari tangan, baik kanan atau kiri, karena jelas dianjurkan dan dicontohkan. Sementara dengan biji-bijian/bebatuan kecil diperselisihkan. Meski tentu yang tidak setuju menghitung dzikir dengan “bebatuan tasbih”, misalnya, dituntut untuk menjaga adab kepada mereka yang meyakininya sebagai hadits hasan dengan tidak menjatuhkan vonis sesat dan bid’ah. Wal-‘Llahu a’lam

Related Articles

Back to top button