Bismillah, izin bertanya. Ustadz kalau tidur dari jam 7 pagi lalu bangun jam 8 malam, bagaimana? Dikerjakan semua shalat yang tertinggal atau tidak?
Shalat terlewat dari waktunya pernah dialami oleh Nabi saw akibat tertidur dan perang. Yang disebabkan tertidur karena Nabi saw melakukan perjalanan semalaman sampai menjelang shubuh. Pada saat itu Nabi saw bahkan hampir terjatuh dari kendaraannya, sehingga terpaksa tidur menjelang shubuh. Sementara yang diakibatkan perang adalah pada perang Khandaq (5 H) yang baru selesai setelah matahari terbenam dan shalat ‘ashar belum dikerjakan.
عَنْ أَبِى قَتَادَةَ قَالَ : …فَمَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنِ الطَّرِيقِ فَوَضَعَ رَأْسَهُ ثُمَّ قَالَ احْفَظُوا عَلَيْنَا صَلاَتَنَا. فَكَانَ أَوَّلَ مَنِ اسْتَيْقَظَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَالشَّمْسُ فِى ظَهْرِهِ قَالَ فَقُمْنَا فَزِعِينَ … ثُمَّ أَذَّنَ بِلاَلٌ بِالصَّلاَةِ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى الْغَدَاةَ فَصَنَعَ كَمَا كَانَ يَصْنَعُ كُلَّ يَوْمٍ
Dari Abu Qatadah, ia berkata: … Kemudian Rasulullah saw menepi dari jalan, beliau berbaring dan berkata: “Jagalah untuk kami shalat kami.” Tetapi ternyata yang paling awal bangun adalah Rasulullah saw. Sinar matahari saat itu sudah mengenai punggungnya. Kami pun bangun dalam keadaan terkejut… Bilal kemudian adzan shalat. Rasulullah lalu shalat dua raka’at (qabla shubuh), kemudian shalat shubuh. Beliau mengerjakan shalat sebagaimana yang beliau kerjakan setiap hari (Shahih Muslim kitab al-masajid bab qadla`is-shalatil-fa`itah no. 1594).
Dalam kelanjutan hadits di atas, Nabi saw menjelaskan:
إِنَّهُ لَيْسَ فِى النَّوْمِ تَفْرِيطٌ إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلاَةَ حَتَّى يَجِىءَ وَقْتُ الصَّلاَةِ الأُخْرَى فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلْيُصَلِّهَا حِينَ يَنْتَبِهُ لَهَا فَإِذَا كَانَ الْغَدُ فَلْيُصَلِّهَا عِنْدَ وَقْتِهَا.
“Sungguh dalam tidur itu tidak ada penelantaran. Hanyasanya yang dikategorikan menelantarkan itu adalah orang yang sengaja tidak mengerjakan satu shalat sehingga datang waktu shalat berikutnya. Maka siapa yang melakukan itu (terlantar dari shalat akibat tidur) hendaklah ia shalat ketika terbangun. Tetapi untuk esok harinya hendaklah ia shalat tepat pada waktunya.”
Dalam hadits lain, Nabi saw juga menjelaskan bahwa selain ketiduran, qadla shalat berlaku juga ketika lupa.
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
Siapa yang lupa shalat atau tertidur darinya, maka kifaratnya adalah shalat ketika ia ingat/bangun (Shahih Muslim bab qadla`is-shalatil-fa`itah no. 1600).
Sementara yang disebabkan perang, dijelaskan oleh Jabir ibn ‘Abdillah ra sebagai berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ جَاءَ يَوْمَ الْخَنْدَقِ بَعْدَ مَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ فَجَعَلَ يَسُبُّ كُفَّارَ قُرَيْشٍ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كِدْتُ أُصَلِّي الْعَصْرَ حَتَّى كَادَتْ الشَّمْسُ تَغْرُبُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاللَّهِ مَا صَلَّيْتُهَا فَقُمْنَا إِلَى بُطْحَانَ فَتَوَضَّأَ لِلصَّلَاةِ وَتَوَضَّأْنَا لَهَا فَصَلَّى الْعَصْرَ بَعْدَ مَا غَرَبَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا الْمَغْرِبَ
Dari Jabir ibn ‘Abdillah ra: Sungguh ‘Umar ibnul-Khaththab ra datang pada hari perang Khandaq setelah matahari terbenam sambil mengumpat kaum kafir Quraisy. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, aku hampir tidak sempat shalat ‘ashar sehingga matahari hampir terbenam.” Nabi saw malah menimpali: “Demi Allah, saya bahkan belum shalat.” Maka kami berdiri ke arah Buthhan. Beliau berwudlu untuk shalat dan kami pun berwudlu. Beliau lalu shalat ‘ashar setelah terbenam matahari, kemudian beliau shalat sesudahnya shalat maghrib (Shahih al-Bukhari bab man shalla bin-nas jama’ah ba’da dzahabil-waqt no. 596).
Dari hadits-hadits di atas diketahui bahwa ketika shalat terlewat dari waktunya akibat tertidur, lupa, atau ada darurat seperti perang, maka shalat harus diamalkan ketika bangun, ingat, atau selesai kedaruratannya. Tidak ada kifarat apapun selain itu. Shalatnya diamalkan sebagaimana biasanya; wudlu, adzan, shalat sunat qabliyyah (jika ada), iqamat, dan shalat berjama’ah. Shalat-shalat yang tertinggal pun jika lebih dari satu yang tertinggalnya, dilaksanakan secara berurutan sebagaimana biasanya. Seperti dalam peristiwa perang Kahandaq di atas, Nabi saw tetap melaksanakan shalat ‘ashar dahulu kemudian shalat maghrib, meski itu diamalkan di waktu maghrib.
Wal-‘Llahu a’lam.