Di masjid kami setiap kali shalat qabliyyah shubuh dan zhuhur, jarak waktunya menuju iqamah cukup lama karena banyaknya jama’ah yang shalat sunat dan mereka kebanyakan yang baru datang menyusul lalu shalat sunat. Sekurang-kurangnya ini membuat yang sudah hadir di awal waktu menunggu dengan kesal. Apakah ada batasan waktu antara adzan dan iqamah? 0899-5499-xxxx
Dalam kitab Shahihnya, Imam al-Bukhari menulis satu bab khusus tentang “jarak antara adzan dan iqamah”. Hadits yang dituliskannya adalah anjuran Nabi saw untuk shalat sunat di antara adzan dan iqamah. Dari sini bisa diketahui bahwa jarak antara adzan dan iqamah itu seukuran lamanya satu shalat; antara dua dan empat raka’at, mengingat qabla zhuhur dan ‘ashar diperkenankan empat raka’at. Masih dalam bab yang sama, Imam al-Bukhari menuliskan hadits Anas ibn Malik ra tentang shalat sunat qabla maghrib dimana Anas menekankan bahwa waktunya pendek.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ الْمُؤَذِّنُ إِذَا أَذَّنَ قَامَ نَاسٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ ﷺ يَبْتَدِرُونَ السَّوَارِيَ حَتَّى يَخْرُجَ النَّبِيُّ ﷺ وَهُمْ كَذَلِكَ يُصَلُّونَ الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْمَغْرِبِ وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَ الْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ شَيْءٌ قَالَ عُثْمَانُ بْنُ جَبَلَةَ وَأَبُو دَاوُدَ عَنْ شُعْبَةَ لَمْ يَكُنْ بَيْنَهُمَا إِلَّا قَلِيلٌ
Dari Anas ibn Malik, ia berkata: “Muadzdzin apabila selesai adzannya, para shahabat Nabi saw langsung berdiri menuju tiang-tiang masjid (untuk shalat). Sampai ketika Nabi saw sudah datang ke masjid, para shahabat masih shalat dua raka’at qabla maghrib. Tidak ada sesuatu (yang lain) antara adzan dan iqamah.” ‘Utsman ibn Jabalah dan Abu Dawud meriwayatkan dari Syu’bah yang matannya: “Tidak ada jarak di antara keduanya melainkan sebentar saja.” (Shahih al-Bukhari bab kam bainal-adzan wal-iqamah no. 625).
Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari menjelaskan shalat yang dianjurkan qabla maghrib tersebut berarti sama dengan qabla shubuh. Hal ini mengingat jarak waktu shalat keduanya yang pendek. Maka dari itu hadits-hadits tentang shalat qabla shubuh misalnya, hampir semuanya menekankan kemestian meringkasnya dan tidak memanjangkan bacaannya, di antaranya:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يُخَفِّفُ الرَّكْعَتَيْنِ اللَّتَيْنِ قَبْلَ صَلَاةِ الصُّبْحِ حَتَّى إِنِّي لَأَقُولُ هَلْ قَرَأَ بِأُمِّ الْكِتَابِ
Dari ‘Aisyah ra, ia berkata: Nabi saw meringkas dua raka’at qabla shubuh sampai aku berkata: “Apakah beliau membaca al-Fatihah?” (Shahih al-Bukhari bab ma yuqra`u fi rak’atail-fajr no. 1171).
Tentunya bukan berarti Nabi saw tidak membaca al-Fatihah, melainkan bacaan shalatnya lebih pendek daripada membaca al-Fatihah yang biasa pada shalat lainnya (Fathul-Bari). Dalam hadits Abu Hurairah disebutkan bahwa Nabi saw membaca surat al-Kafirun dan al-Ikhlash (Shahih Muslim bab istihbab rak’atai sunnatil-fajr no. 1723). Sementara dalam hadits Ibn ‘Abbas ra diinformasikan bahwa Nabi saw cukup membaca satu ayat saja yaitu QS. al-Baqarah [2] : 136 dan QS. Ali ‘Imran [3] : 52 atau 64 (Shahih Muslim bab istihbab rak’atai sunnatil-fajr no. 1724).
Memang terdapat riwayat bahwa Nabi saw pernah ada satu keperluan sehingga datang terlambat shalat shubuh, dan pada saat itu beliau tetap shalat qabla shubuh dahulu meski shubuh sudah terang. Bilal ra yang agak keberatan berkata:
يَا رَسُولَ اللهِ، إنَّكَ أصْبَحْتَ جِدًّا؟ فقَالَ: لَوْ أصْبَحْتُ أكْثَرَ مِمَّا أصْبَحْتُ، لَرَكَعْتُهُمَا، وَأحْسَنْتُهُمَا وَأجْمَلْتُهُمَا
“Wahai Rasulullah, engkau sudah datang siang sekali?” Beliau menjawab: “Seandainya aku datang lebih siang dari ini aku tetap akan shalat dua raka’at qabla shubuh dengan membaguskannya dan membaikkannya.” (Sunan Abi Dawud bab fi takhfifihima no. 1259).
Kejadian dalam hadits ini terjadinya hanya sekali, maka dari itu berlakunya hanya sesekali saja. Jika berulang kali datang kesiangan dan kemudian shalat qabla shubuh, hemat kami imam boleh meninggalkannya untuk shalat berjama’ah karena pada pokoknya jarak antara adzan dan iqamah itu sebentar saja. Maka seseorang yang sudah terbiasa datang terlambat shalat berjama’ah, jikalau ia kemudian shalat sunat dan ditinggalkan oleh imam, hemat kami tidak perlu tersinggung karena pada intinya jarak waktu adzan dan iqamah itu tidak terlalu lama. Imam pun seandainya masih bisa menoleransi tentu lebih baik memberikan toleransi waktu mengingat menunggu shalat wajib itu pahalanya sama dengan mengamalkan shalat itu sendiri. Jadi seandainya menunggu lama pun tidak akan rugi, sebab pahalanya akan tercatat lebih banyak. Dalam hal ini saling pengertian antara jama’ah yang sudah hadir di awal waktu dengan jama’ah yang hadir di akhir waktu mutlak diberlakukan. Wal-‘Llahu a’lam.