Keluarga

Berteman Tapi Mesra

Assalamu ‘alaikum Ustadz. Saya mau bertanya, jika ada perempuan yang sudah bersuami masih suka memperhatikan laki-laki lain, bertemu sembunyi-sembunyi dengan alasan ingin membantu atau menjenguknya yang sedang sakit, apakah di hadapan Allah itu termasuk baik? Terima kasih. 08572011xxxx
Hal pertama yang perlu dilakukan terkait perbuatan orang lain tentu husnu zhan (berprasangka baik). Jika masih susah untuk husnu zhan, maka lakukan tabayyun (mencari kebenaran) dengan cara berdialog langsung dengan cara yang terbaik. Jika terbukti benar bahwa perempuan atau lelaki yang sudah menikah itu terlalu dekat dengan teman lawan jenisnya, atau dalam bahasa umumnya berteman tapi mesra, maka langsung dinasihati saja dengan cara yang baik pula (mau’izhah hasanah).
Perlu ditegaskan, bahwa Islam tidak mentolerir hubungan lelaki dan perempuan di luar nikah/keluarga, apalagi dilakukan oleh lelaki atau perempuan yang sudah menikah. Dinyatakan “apalagi” sebab hukuman untuk pezina yang sudah menikah dalam Islam lebih berat daripada yang belum menikah. Jika yang belum menikah sebatas didera (jilid) 100 kali, maka untuk yang sudah menikah dihukum mati (rajam). Sebagai isyarat bahwa dosa zina bagi yang sudah menikah itu lebih besar.
Hubungan lelaki dan perempuan di luar nikah/keluarga yang dilakukan dalam bentuk pertemanan tetapi mesra termasuk dalam kategori fahisyah (asusila/zina) yang tidak terang-terangan. Al-Qur`an tegas melarang semua jenis perbuatan fahisyah, baik yang terang-terangan (zhahara, yakni hubungan intim badan) atau yang tidak terang-terangan (bathana, yakni hubungan pertemanan yang mesra).

وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلۡفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَۖ

Janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan asusila, baik yang nampak darinya maupun yang tersembunyi (QS. al-An’am [6] : 151)
Hadits Sa’ad ibn ‘Ubadah menjelaskan salah satu bentuk fahisyah yang tidak terang-terangan itu sebagai berikut:
عَنْ الْمُغِيرَةِ قَالَ قَالَ سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ لَوْ رَأَيْتُ رَجُلًا مَعَ امْرَأَتِي لَضَرَبْتُهُ بِالسَّيْفِ غَيْرَ مُصْفَحٍ فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللهِ ﷺ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ غَيْرَةِ سَعْدٍ وَاللهِ لَأَنَا أَغْيَرُ مِنْهُ وَاللهُ أَغْيَرُ مِنِّي وَمِنْ أَجْلِ غَيْرَةِ اللهِ حَرَّمَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
Dari al-Mughirah, ia berkata: Sa’ad ibn ‘Ubadah pernah berkata: “Seandainya aku lihat seorang lelaki sedang berduaan bersama istriku, pasti aku penggal ia dengan pedang, bukan dengan belahan sisinya (tetapi dengan mata pedangnya. Maksudnya pukulan untuk membunuh, bukan pukulan biasa—Fathul-Bari).” Pernyataan Sa’ad tersebut lalu dilaporkan kepada Rasulullah saw. Beliau pun menyatakan: “Kenapa kalian heran dari kecemburuan Sa’ad. Demi Allah, aku pun lebih pencemburu daripada itu. Dan Allah lebih pencemburu daripada aku. Oleh karena itu Allah mengharamkan perbuatan asusila, baik yang tampak atau tersembunyi.” (Shahih al-Bukhari bab qaulin-Nabi saw la syakhsha aghyaru minal-‘Llah no. 7416)
Jadi meskipun yang diancamkan Sa’ad kepada istrinya itu tidak termasuk zina hubungan badan, baru sebatas berduaan dengan lelaki lain, Nabi saw membenarkan kemarahan Sa’ad tersebut, dan beliau kemudian mengategorikannya pada perbuatan fahisyah yang tidak terang-terangan.
Ayat dan hadits di atas menjadi ancaman kepada siapa pun yang memiliki teman lawan jenis di luar hubungan pernikahan/keluarga untuk berhati-hati agar tidak terlaku dekat. Jika terlalu dekat, lalu ada hubungan mesra, maka itu termasuk zina yang tidak terang-terangan dan hukumnya haram. Apalagi di zaman teknologi komunikasi yang semakin canggih dewasa ini, dimana hubungan mesra bisa dibangun melalui telepon genggam dari tempat yang berjauhan sekalipun. Na’udzu bil-‘Llah.

Related Articles

Back to top button