Keluarga

Menyikapi Suami Fasiq; Diam atau Gugat Cerai

Menyikapi Suami Fasiq; Diam atau Gugat Cerai

Bagaimana menyikapi suami yang sering begadang online semalaman sampai shubuh, bahkan mempunyai beberapa teman lawan jenis di dunia online-nya. Lalai dari shalat lima waktu apalagi dari berjama’ah di masjid dan aktif di majelis ta’lim? Apakah boleh istrinya memilih untuk menyerah? 0896-5901-xxxx

Suami yang fasiq berarti suami yang telah berbuat nusyuz (menyimpang) dan i’radlan (berpaling dari istri) sebagaimana disebutkan Allah swt dalam QS. An-Nisa` [4] : 128-130. Dalam rubrik Istifta edisi bulletin 13 Oktober 2023 kami sudah membahasnya. Diunggah ke website pada 11 Oktober 2023 (https://attaubah-institute.com/jika-suami-jarang-pulang-ke-rumah/ ).

Al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitab Tafsirnya menjelaskan terkait tiga ayat tersebut: “Allah Ta’ala berfirman memberitahukan dan memberi tuntunan syari’at tentang keadaan suami istri: (1) Suami sering meninggalkan istri, (2) suami bersepakat dengan istri, dan (3) suami bercerai dari istri.”

Dalam kondisi pertama ketika suami mulai acuh dari istrinya maka: “tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya”, maksudnya sebagaimana dijelaskan al-Hafizh Ibn Katsir:

فَلَهَا أَنْ تُسْقِطَ حَقَّهَا أَوْ بَعْضَهُ، مِنْ نَفَقَةٍ أَوْ كُسْوَةٍ، أَوْ مَبِيتٍ، أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْحُقُوقِ عَلَيْهِ، وَلَهُ أَنْ يَقْبَلَ ذَلِكَ مِنْهَا فَلَا جَنَاحَ عَلَيْهَا فِي بَذْلِهَا ذَلِكَ لَهُ، وَلَا عَلَيْهِ فِي قَبُولِهِ مِنْهَا

Istri diperbolehkan menghilangkan haknya atau mengurangi sebagiannya, baik itu nafkah, pakaian, bermalam, atau selain itu dari hak-hak yang wajib ditunaikan suami. Suami juga boleh menerimanya. Tidak menjadi dosa bagi istri dalam hal apa yang ia korbankan untuk suaminya, demikian juga untuk suami dengan menerima apa yang ditawarkan oleh istrinya.

Dengan cara itu maka akan diperoleh kondisi yang kedua “(2) suami bersepakat dengan istri”. Maka seorang suami harus berbakti maksimal kepada istrinya dan jangan menelantarkannya hingga terkatung-katung.

Tetapi jika kesepakatan tidak kunjung tercapai, maka otomatis perceraian akan menjadi pilihan. Allah swt memberikan tuntunan agar masing-masing pihak berbesar hati: “Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya.”Al-Hafizh Ibn Katsir menjelaskan:

إِذَا تَفَرَّقَا فَإِنَّ اللَّهَ يُغْنِيهِ عَنْهَا وَيُغْنِيهَا عَنْهُ، بِأَنْ يُعَوِّضَهُ بِهَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ لَهُ مِنْهَا، وَيُعَوِّضَهَا عَنْهُ بِمَنْ هُوَ خَيْرٌ لَهَا مِنْهُ

“Jika mereka bercerai, Allah akan memberinya kecukupan atas apa yang kurang dari istrinya demikian juga sebaliknya. Allah akan menggantinya dengan istri yang lebih baik lagi, dan akan memberi ganti kepada istrinya suami yang lebih baik darinya.”

Meski demikian QS. an-Nisa` [4] : 35 mengajarkan bahwa dalam proses ishlah itu seyogianya melibatkan orang berwibawa dari pihak keluarga suami dan keluarga istri, sebab adakalanya hati suami atau istri luluh ketika melibatkan pihak ketiga yang berwibawa di mata mereka masing-masing.

Jangan dilupakan juga kunci semua problematika kehidupan yakni memohon pertolongan kepada Allah swt; wa iyyaka nasta’in. Caranya wa-sta’inu bis-shabr was-shalat; memohon pertolongan dengan sabar dan shalat. Pihak istri (atau juga suami dalam kasus sebaliknya) harus mampu mengendalikan emosi selama proses ishlah yang pastinya ada pasang surut. Dikuatkan dengan shalat dan memanjatkan do’a sepenuh hati kepada-Nya. Jika kedua belah pihak ada niatan ishlah pasti Allah swt akan merukunkan kembali rumah tangga tersebut meski sesudah melewati berbagai tragedi (QS. an-Nisa` [4] : 35). Akan tetapi jika tidak ada niatan sama sekali untuk ishlah makaMenyikapi Suami perceraian hanya menjadi jalan terakhir saja. Wal-‘Llahu a’lam

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button