Shalat Lansia Yang Sering Buang Air Kecil

Ustadz bagaimana shalat lansia yang sudah sering buang air kecil. Solusinya bagaimana? 08154803-xxxx

Tentunya berbeda-beda kadar keseringan kencing pada lansia. Dalam konteks shalat ada yang masih bisa shalat pada jarak waktu satu kencing ke kencing berikutnya, meski mungkin dalam satu waktu shalat tidak bisa menahan kencing sehingga harus dibatalkan, tetapi masih bisa shalat sesudahnya sampai datang lagi waktu kencing berikutnya; dan ada juga yang sama sekali tidak bisa shalat melainkan selalu terganggu ritme kencing.

Untuk kondisi yang pertama, tentunya shalat masih bisa dilaksanakan sebagaimana mestinya, meski dalam beberapa kesempatan adakalanya shalat terganggu oleh desakan kencing. Tinggal dibatalkan saja shalatnya, kemudian bersuci kembali, dan memulai kembali shalatnya. Lansia yang sudah seperti ini berarti sangat dianjurkan kencing dahulu dan bersuci sesaat sebelum shalat agar ketika shalat tidak terganggu oleh desakan kencing. Bahkan jika shalat berjama’ah di masjid sudah tidak mungkin karena waktunya pasti lebih panjang, maka dianjurkan shalat di rumah saja agar lebih ringkas waktunya. Jadi rukhshah yang diambilnya tidak berjama’ahnya, bukan shalat dengan berhadats dan najisnya, karena shalat tidak berjama’ah hukum asalnya sah, sementara shalat dengan berhadats dan najis hukum asalnya tidak sah.

Sementara untuk kondisi yang kedua berarti itu sudah termasuk kondisi da`imul-hadats; selamanya hadats. Statusnya sama dengan perempuan yang istihadlah; terus menerus pendarahan. Dan mengingat istihadlah itu juga ada yang sewaktu-waktu istihadlahnya dan di waktu lain tidak istihadlah (waqtan), maka kondisi da`imul-hadats pada lansia yang sering buang air kecil ini pun mungkin saja sewaktu-waktu ritme kencingnya mengganggu shalat, dan mungkin juga di waktu lainnya tidak mengganggu shalat. Maka otomatis kondisi da`imul-hadats-nya tidak bisa diberlakukan selamanya. Dalam kondisi da`imul-hadats maka shalat tetap bisa dilaksanakan meski dalam kondisi hadats dan najis.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ اعْتَكَفَتْ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ امْرَأَةٌ مِنْ أَزْوَاجِهِ مُسْتَحَاضَةٌ فَكَانَتْ تَرَى الْحُمْرَةَ وَالصُّفْرَةَ فَرُبَّمَا وَضَعْنَا الطَّسْتَ تَحْتَهَا وَهِيَ تُصَلِّي

Dari ‘Aisyah ra ia berkata: “Salah seorang istri Nabi saw yang istihadlah ada yang i’tikaf bersama Rasulullah saw. Ia melihat tetesan darah merah kekuning-kuningan. Adakalanya kami menyimpan wadah di bawahnya ketika ia shalat.” (Shahih al-Bukhari bab i’tikafil-mustahadlah no. 2037. Ditulis juga pada no. 309 dengan matan yang sedikit berbeda)
Terkait hadits di atas, al-Hafizh Ibn Hajar menjelaskan:

وَفِي الْحَدِيث جَوَاز مُكْث الْمُسْتَحَاضَة فِي الْمَسْجِد وَصِحَّة اِعْتِكَافهَا وَصَلَاتهَا وَجَوَاز حَدَثِهَا فِي الْمَسْجِد عِنْد أَمْنِ التَّلْوِيث وَيَلْتَحِق بِهَا دَائِم الْحَدَث وَمَنْ بِهِ جُرْح يَسِيل

Dalam hadits ini terkandung pelajaran bahwa dibolehkan perempuan yang istihadlah diam di masjid; i’tikaf dan shalatnya sah; dan boleh berhadats di masjid ketika aman dari mengotori. Berlaku sama dengannya orang yang da`imul-hadats (senantiasa hadats) dan yang memiliki luka basah/pendarahan (Fathul-Bari bab i’tikafil-mustahadlah).

Berarti lansia yang sudah sering buang air kecil dan masuk kategori da`imul-hadats boleh shalat dalam keadaan hadats, meski tentunya harus dijamin agar najisnya tidak menyebar ke bagian lain pakaian dan tempat shalat. Caranya untuk zaman sekarang bisa menggunakan pembalut atau popok celana dewasa. Wal-‘Llahu a’lam