Dalam praktik shalat berjama’ah dua orang sesama lelaki atau perempuan, kami menemukan ada yang sejajar dan ada juga yang makmum lebih ke belakang sedikit. Mana yang sesuai dengan dalil? 08575937xxxx
Kedua praktik shalat berjama’ah dua orang; sesama lelaki atau perempuan, sebagaimana anda tanyakan, kedua-duanya ada dalilnya dan merujuk satu kejadian yang sama yakni shalat berjama’ah Ibn ‘Abbas ra dengan Rasulullah saw dalam shalat tahajjud yang pada waktu itu Ibn ‘Abbas berdiri di sebelah kiri Rasulullah saw lalu beliau menariknya dan memindahkannya ke sebelah kanan.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ بِتُّ فِي بَيْتِ خَالَتِي مَيْمُونَةَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ
Imam al-Bukhari memberikan tarjamah untuk hadits tersebut:
بَاب يَقُومُ عَنْ يَمِينِ الْإِمَامِ بِحِذَائِهِ سَوَاءً إِذَا كَانَا اثْنَيْنِ
Bab: Berdiri di sebelah kanan Imam di sampingnya sejajar apabila mereka berdua.
Maksud Imam al-Bukhari, makmum tidak boleh lebih maju atau lebih mundur sedikit. Akan tetapi al-Hafizh Ibn Hajar menilai kesimpulan demikian dari hadits di atas terlalu jauh atau tidak tepat. Yang tepat sebagaimana dijelaskan oleh para ulama madzhab Syafi’i, makmum di sebelah kanan imam tetapi lebih mundur sedikit. Meski demikian, al-Hafizh memaklumi ijtihad Imam al-Bukhari di atas yang merujuk hadits di atas dimana dalam salah satu riwayatnya menyebutkan: “fa qumtu ila janbihi”; aku berdiri di samping kanannya, yang dipahami oleh al-Bukhari sebagai sejajar. Di samping itu ada beberapa atsar yang menyetujinya, di antaranya:
وَعَنْ اِبْنِ جُرَيْجٍ قَالَ : قُلْتُ لِعَطَاءٍ : الرَّجُلُ يُصَلِّي مَعَ الرَّجُلِ أَيْنَ يَكُونُ مِنْهُ ؟ قَالَ : إِلَى شِقِّهِ الْأَيْمَنِ . قُلْتُ : أَيُحَاذِي بِهِ حَتَّى يَصُفَّ مَعَهُ لَا يَفُوتُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ ؟ قَالَ : نَعَمْ
Dari Ibn Juraij, ia berkata: Aku bertanya kepada ‘Atha`: “Seseorang shalat bersama seorang lainnya, di mana posisinya?” ‘Atha` menjawab: “Sebelah kanannya.” Aku bertanya: “Apakah sejajar dengannya sehingga satu shaf dengannya, tidak ada perbedaan antara keduanya?” Ia menjawab: “Ya.” (Fathul-Bari).
وَفِي الْمُوَطَّأِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ : دَخَلْتُ عَلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ بِالْهَاجِرَةِ فَوَجَدْتُهُ يُسَبِّحُ فَقُمْتُ وَرَاءَهُ فَقَرَّبَنِي حَتَّى جَعَلَنِي حِذَاءَهُ عَنْ يَمِينِهِ
Dalam al-Muwaththa` (Malik) dari ‘Abdullah ibn ‘Utbah ibn Mas’ud, ia berkata: “Aku pernah masuk menemui ‘Umar pada siang hari. Aku menemukan beliau sedang shalat sunat. Maka aku berdiri (shalat) di belakangnya. ‘Umar lalu menarikku mendekat hingga menempatkanku sejajar di sebelah kanannya.” (Fathul-Bari)
Sementara itu yang menyatakan bahwa makmum harus lebih mundur sedikit didasarkan pada kelanjutan hadits Ibn ‘Abbas di atas yang ternyata Ibn ‘Abbas ra tidak mau berdiri sejajar dengan Nabi saw:
فَلَمَّا أَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ ﷺ عَلَى صَلاتِهِ خَنَسْتُ، فَصَلَّى رَسُولُ اللهِ ﷺ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ لِي: مَا شَأْنِي أَجْعَلُكَ حِذَائِي فَتَخْنِسُ؟ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَوَيَنْبَغِي لِأَحَدٍ أَنْ يُصَلِّيَ حِذَاءَكَ، وَأَنْتَ رَسُولُ اللهِ الَّذِي أَعْطَاكَ اللهُ؟ قَالَ: فَأَعْجَبْتُهُ، فَدَعَا اللهَ لِي أَنْ يَزِيدَنِي عِلْمًا وَفَهْمًا
Ketika Rasulullah saw melanjutkan shalatnya, aku mundur sedikit. Ketika Rasulullah saw selesai shalat beliau berpaling dan bertanya kepadaku: “Kenapa aku menempatkanmu sejajar denganku tetapi kamu malah mundur?” Aku menjawab: “Wahai Rasulullah apakah layak bagi seseorang shalat di samping anda padahal anda Rasulullah saw yang telah Allah anugerahkan kepada anda?” Jawabanku membuat beliau takjub, sehingga beliau berdo’a untukku agar Allah menambah kepadaku ilmu dan pemahaman (Musnad Ahmad bab musnad ‘Abdillah ibn al-‘Abbas no. 3060).
Dari hadits di atas bisa disimpulkan bahwa syari’at pokoknya posisi berdiri imam dan makmum yang berduaan adalah sejajar. Kecuali jika makmum merasa tidak pantas sejajar dengan imam sehingga ia mundur sedikit, maka itu diperbolehkan.