Apakah sah aqiqahnya jika kita pesan aqiqah ke penyedia layanan aqiqah yang bisa langsung dibagikan dalam keadaan matang atau sudah dimasak? 0821-2927-xxxx
Tidak ditemukan ketentuan syari’at daging aqiqah harus dibagikan mentah atau harus dibagikan matang. Demikian juga sebaliknya, tidak ditemukan aturan syari’at daging aqiqah tidak boleh dibagikan mentah atau tidak boleh dibagikan matang. Ketiadaan ketentuan syari’at ini menunjukkan ketiadaan tuntutan sehingga berarti longgar atau bebas. Boleh dibagikan mentah atau matang. Dalam qa’idah fiqhiyyah dikenal sebuah qa’idah:
اَلْأَصْلُ بَرَاءَةُ الذِّمَّةِ
Yang asal itu bebas tuntutan.
Maksudnya jika tidak ada ketentuan syari’at maka berarti kembali ke kaidah asalnya yakni bebas dari tuntutan. Berarti boleh dibagikan mentah atau matang.
Imam Ibnul-Qayyim al-Jauziyyah dalam kitabnya Tuhfatul-Maudud bi Ahkamil-Maulud (Hadiah Terkasih seputar Hukum Bayi) mengutip dialog dari para ulama salaf tentang boleh tidaknya membagikan daging aqiqah dalam keadaan matang. Semua ulama yang dikutip oleh Imam Ibnul-Qayyim membolehkannya dan bahkan menganjurkannya. Beliau kemudian memberikan penjelasan tambahan:
وَهَذَا لِأَنَّهُ إِذَا طَبَخَهَا فَقَدْ كَفَى الْمَسَاكِيْنَ وَالْجِيْرَانَ مُؤْنَةَ الطَّبْخِ وَهُوَ زِيَادَةٌ فِي الْإِحْسَانِ وَشُكْرِ هَذِهِ النِّعْمَةِ وَيَتَمَتَّعُ الْجِيْرَانُ وَالْأَوْلَادُ وَالْمَسَاكِيْنُ بِهَا هَنِيْئَةً مَكْفِيَّةَ الْمُؤْنَةِ فَإِنَّ مَنْ أُهْدِيَ لَهُ لَحْمٌ مَطْبُوْخٌ مُهَيَّأٌ لِلْأَكْلِ مُطَيَّبٌ كَانَ فَرْحُهُ وَسُرُوْرُهُ بِهِ أَتَمَّ مِنْ فَرْحِهِ بِلَحْمٍ نَيْءٍ يَحْتَاجُ إِلَى كَلْفَةٍ وَتَعَبٍ فَلِهَذَا قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ يَتَحَمَّلُوْنَ ذَلِكَ وَأَيْضًا فَإِنَّ الْأَطْعِمَةَ الْمُعْتَادَةَ الَّتِي تَجْرِي مَجْرَى الشُّكْرَانِ كُلَّهَا سَبِيْلُهَا الطَّبْخُ
Hal ini karena jika ia sudah memasaknya maka sudah cukup bagi kaum miskin dan para tetangga dari makanan yang dimasak. Itu adalah nilai lebih dalam berbuat baik dan syukur nikmat ini, membuat senang para tetangga, anak-anak, dan orang-orang miskin, membuat mereka puas dan cukup dari makanan. Orang yang diberi hadiah daging yang sudah dimasak dan siap dimakan lagi enak maka bahagianya dan gembiranya lebih sempurna dibanding kebahagiaan menerima daging mentah yang masih harus diolah dan memerlukan tenaga. Oleh sebab itu Imam Ahmad berkata: “Mereka harus memikul tugas tersebut.” Demikianlah makanan yang biasa dibagikan dalam rangka syukuran semuanya caranya dimasak terlebih dahulu (Tuhfatul-Maudud bi Ahkamil-Maulud, hlm. 76).
Pertimbangan Imam Ibnul-Qayyim bahwa daging aqiqah sebaiknya dibagikan matang dirujukkan pada pihak penerima yang akan merasa lebih bahagia, bukan pada pertimbangan dalil adanya anjuran dari Nabi saw. Artinya sangat mungkin bisa terjadi sebaliknya jika ternyata pihak pemberi aqiqah merasa repot dan tidak cukup dana untuk sekalian memasaknya. Atau mungkin juga penerima aqiqah yang ingin memasaknya sendiri agar sesuai dengan cita rasa yang ia inginkan. Hanya yang jelas, dalam persoalan ini tidak ada ketentuan syari’atnya, jadi boleh dibagikan mentah atau matang. Kembali lagi pada kesanggupan pemberi aqiqah, dan pihak penerima aqiqah cukup bersyukur menerima apa yang diberi tanpa dibolehkan menuntut lebih. Wal-‘Llahu a’lam.