Berqurban Sepanjang Waktu
Ibadah qurban tentu saja dilaksanakan setahun sekali dengan cara menyembelih hewan qurban sesuai syari’at pada hari raya ‘Idul-Adlha atau tiga hari setelahnya (ayyam tasyriq). Akan tetapi sebagai wujud konkrit dari taqwa, ikhbat, dan ihsan, tentu saja ibadah qurban ini menuntut pembuktian di sepanjang waktu. Pembuktian apakah ibadah qurban yang dilaksanakan pada waktu ‘Idul-Adlha itu benar-benar diterima oleh Allah swt ataukah tidak.
Allah swt sudah menyatakan bahwa ibadah qurban adalah pembuktian taqwa dari seorang muslim. Diterima dan tidaknya ibadah qurban tergantung dari taqwa yang ada dalam hatinya:
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ ٢٧
Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al-Ma`idah [5] : 27).
وَمَن يُعَظِّمۡ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقۡوَى ٱلۡقُلُوبِ ٣٢
Dan siapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah (hewan qurban), maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati (QS. Al-Hajj [22] : 32).
لَن يَنَالَ ٱللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَآؤُهَا وَلَٰكِن يَنَالُهُ ٱلتَّقۡوَىٰ مِنكُمۡۚ
Daging-daging qurban dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya (QS. Al-Hajj [22] : 37).
Bagi mereka yang berqurban dengan benar, Allah swt memberi gelar al-mukhibitin (orang-orang yang tunduk) dan al-muhsinin (orang-orang yang beramal amat baik).
وَبَشِّرِ ٱلۡمُخۡبِتِينَ ٣٤ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَٱلصَّٰبِرِينَ عَلَىٰ مَآ أَصَابَهُمۡ وَٱلۡمُقِيمِي ٱلصَّلَوٰةِ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ ٣٥
Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah (mukhbitin), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan shalat dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka (QS. Al-Hajj [22] : 34-35).
وَبَشِّرِ ٱلۡمُحۡسِنِينَ
Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat amat baik (QS. Al-Hajj [22] : 37).
Ayat-ayat di atas mengajarkan kepada setiap muslim yang berqurban bahwa qurban tidak terhenti setelah menyembelih hewan qurban saja, masih ada pembuktian yang harus ditunjukkan lewat amal taqwa, ikhbat, dan ihsan. Jika amal-amal tersebut terbukti mampu diamalkan di sepanjang tahunnya, maka berarti ibadah qurban itu besar harapannya diterima oleh Allah swt. Jika tidak, maka kemungkinan besarnya ibadah qurban yang dilakukan hanya sekedar formalitas belaka, tiada niatan ikhlas sama sekali untuk meningkatkan taqwa, ikhbat, dan ihsan kepada Allah swt. Maka konsekuensinya berqurban pun jadi harus sepanjang masa, bukan sebatas pada moment ‘Idul-Adlha semata.
Ketaqwaan dalam konteks ibadah harta seperti halnya ibadah qurban selalu diarahkan oleh al-Qur`an dalam bentuk berderma di setiap saat; di saat lapang dan susah sekalipun.
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ
(Orang-orang yang bertaqwa itu adalah) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit (QS. Ali ‘Imran [3] : 134).
وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ
(Orang-orang yang bertaqwa itu) menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka (QS. al-Baqarah [2] : 3).
Para pequrban sejatinya adalah orang-orang yang selalu siap berderma di setiap saat, di sepanjang tahun. Baik itu ketika diminta ataupun ketika tidak diminta, karena tahu ada hak yang harus diberikan kepada mereka yang membutuhkan. Baik itu di saat lapang atau susah, karena zakat dan shadaqah sudah menjadi rutinitas yang tidak boleh dilewatkannya. Faqir miskin, anak-anak yatim, dan kaum dlu’afa lainnya tidak pernah abai dari perhatian dermanya.
Para pequrban adalah orang-orang yang akan selalu siap menyisihkan harta dari apa yang dimilikinya sebesar dan sekecil apapun itu. Meski harta yang dimiliki tidak sebesar orang lain, tetapi ia selalu sempat untuk menyisihkannya dan mendermakannya pada urusan fi sabilillah. Urusan masjid, madrasah, majelis ta’lim, ormas/lembaga da’wah, lembaga zakat, panti asuhan, beasiswa sekolah dan kuliah, dan segenap urusan fi sabilillah lainnya selalu menjadi perhatian derma hartanya, di sepanjang tahunnya.
Para pequrban juga adalah orang-orang yang selalu ikhbat kepada Allah swt di sepanjang tahunnya. Mereka selalu merasakan getaran hati yang khas setiap kali mendengar adzan dikumandangkan; setiap kali mendengar lantunan ayat-ayat suci al-Qur`an atau kalimat-kalimat dzikrullah; setiap kali mendengar dan menyimak taushiyah dari para muballigh; atau setiap kali membaca tulisan-tulisan ilmiah keagamaan yang membangkitkan iman. Semuanya itu menuntunnya untuk senantiasa tunduk kepada Allah swt.
Setiap kali ada musibah dan masalah yang menimpa, para pequrban akan selalu mampu bertahan dalam keimanan yang kokoh kepada Allah swt. Apa yang didermakannya melalui ibadah qurban, meskipun berat, selalu mampu diamalkannya. Amal itu pasti mampu membina jiwanya untuk selalu berbuat terbaik meski di saat-saat berat sekalipun. Ia tidak akan mundur dari kebaikan meski dicaci dan dihina. Dirinya akan selalu konsisten berda’wah dan amar ma’ruf nahyi munkar, meski sedang dalam kesusahan sekalipun. Kesabaran seperti itu pun akan menular pada semua jenis ibadah lainnya. Meski akan selalu ada ibadah-ibadah yang dirasa berat, ia akan selalu berusaha mengamalkannya karena kekuatan jiwanya yang sudah mendekati kesempurnaan.
Para pequrban juga akan menjadi orang yang muqim dalam shalatnya di sepanjang tahunnya. Orang yang muqimis-shalat adalah orang yang mampu mengamalkan shalat sesempurna mungkin. Tidak mungkin malas (QS. an-Nisa [4] : 142, at-Taubah [9] : 54) sehingga selalu lalai dari awal waktunya, lalai dari rukun dan syaratnya, lalai dari memahami bacaan dzikir dan do’anya, dan lalai dari kekhusyuan hatinya (QS. al-Ma’un [107] : 5). Orang yang muqimis-shalat tidak pernah menomorduakan shalat karena kalah kesibukan urusan duniawi, terutama bisnis, pekerjaan, dan dagang (QS. an-Nur [24] : 37). Mereka adalah orang-orang yang mampu mengamalkan shalat dengan benar dari mulai shalat wajib sampai shalat malam. Ketundukan hati dalam ibadah qurban secara otomatis akan menular juga pada ibadah shalat.
Puncaknya, para pequrban akan selalu berusaha mencapai derajat muhsin. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw, ihsan adalah:
أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu (Shahih Muslim kitab al-iman bab ma’rifah al-iman wal-islam wal-qadr wa ‘ilmis-sa’ah no. 102).
Al-Qur`an menggambarkan orang-orang ihsan sebagai orang-orang yang selalu serius dalam mengabdikan diri di jalan Allah swt (QS. al-‘Ankabut [29] : 69). Mereka selalu sempurna dalam berjihad, yakni dengan jiwa dan harta sekaligus (QS. al-Baqarah [2] : 195). Mereka juga selalu kuat dzikir dalam jihad sehingga jauh dari kemungkinan konflik dengan sesama mujahid (QS. Ali ‘Imran [3] : 146-148). Maka dari itu al-Qur`an menggambarkan orang-orang yang ihsan juga sebagai orang-orang yang selalu merelakan kesalahan orang lain, tanpa terus mendendamnya. Ia akan selalu menjadi orang yang tidak mudah tersinggung oleh orang lain dalam urusan pribadinya (QS. al-Ma`idah [5] : 13), terkecuali jika Allah swt dan Rasul-Nya yang dijadikan bahan singgungannya. Maka mereka selalu menjadi orang-orang yang rukun, sangat toleran, dan gemar memaafkan (QS. Ali ‘Imran [3] : 134).
Keluasan hatinya secara otomatis akan membersihkan hatinya dari segenap noda dan kotorannya. Maka seorang muhsin pun akan selalu mantap dalam beribadah kepada Allah swt; seakan-akan melihat-Nya atau sangat yakin Allah swt selalu melihatnya.
Semua ini akan dan harus dicapai oleh para pequrban. Orang-orang yang masih jauh dari akhlaq yang diuraikan di atas, berarti harus memulainya dari ibadah qurban. Jika ibadah qurban faktanya tidak mampu ia amalkan, amal-amal konsekuensi dari qurban di atas tetap harus dicapainya agar ia digolongkan sebagai orang-orang yang mencapai hakikat ibadah qurban dan disederajatkan dengan para pequrban yang taqwa, ikhbat dan ihsan.
Wal-‘Llahu a’lam