Sekolah Sabar di Sekitar Kita

Sabar adalah titel mulia bagi seseorang yang tidak ada sekolah formalnya. Tidak sebagaimana halnya titel Doktor, Magister, ataupun Sarjana yang tersedia jalur pendidikan formalnya. Meski demikian jalur pendidikan untuk gelar sabar itu tersedia di jalur informal. Dalam lingkup kehidupan keluarga, masyarakat, dan aktifitas sehari-hari. Jenjang pendidikannya mulai dari shalat, zakat, shaum, sampai haji dan umrah.
Sabar sebagai titel mulia terlihat dari ayat-ayat al-Qur`an yang mensyaratkan titel tersebut untuk masuk surga. Di antaranya:
أُوْلَٰٓئِكَ يُجۡزَوۡنَ ٱلۡغُرۡفَةَ بِمَا صَبَرُواْ وَيُلَقَّوۡنَ فِيهَا تَحِيَّةٗ وَسَلَٰمًا ٧٥
Mereka itulah orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya (QS. al-Furqan [25] : 75)
جَنَّٰتُ عَدۡنٖ يَدۡخُلُونَهَا وَمَن صَلَحَ مِنۡ ءَابَآئِهِمۡ وَأَزۡوَٰجِهِمۡ وَذُرِّيَّٰتِهِمۡۖ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ يَدۡخُلُونَ عَلَيۡهِم مِّن كُلِّ بَابٖ ٢٣ سَلَٰمٌ عَلَيۡكُم بِمَا صَبَرۡتُمۡۚ فَنِعۡمَ عُقۡبَى ٱلدَّارِ ٢٤
(yaitu) surga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya, dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): “Salamun ‘alaikum bima shabartum” [keselamatan untuk kalian karena telah kuat bersabar]. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu (QS. ar-Ra’d [13] : 23-24).
Dalam ayat lain Allah swt mengingatkan bahwa target meraih surga itu hanya akan diraih jika sudah dibuktikan dengan kesabaran:
أَمۡ حَسِبۡتُمۡ أَن تَدۡخُلُواْ ٱلۡجَنَّةَ وَلَمَّا يَأۡتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوۡاْ مِن قَبۡلِكُمۖ مَّسَّتۡهُمُ ٱلۡبَأۡسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلۡزِلُواْ حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصۡرُ ٱللَّهِۗ أَلَآ إِنَّ نَصۡرَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ ٢١٤
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (QS. al-Baqarah [2] : 214).
Sabar sebagaimana dijelaskan ar-Raghib adalah al-imsak fi dlaiq; bertahan dalam kesempitan/kesusahan. Definisi yang paling sempurna untuk sabar menurut al-Hafizh Ibn Hajar adalah:
حَبْس النَّفْس عَنْ الْمَكْرُوه وَعَقْد اللِّسَان عَنْ الشَّكْوَى وَالْمُكَابَدَة فِي تَحَمُّله وَانْتِظَار الْفَرَج
Menahan diri dari hal yang dibenci, menjaga lisan dari mengeluh dan merajuk selama menanggungnya, dan menunggu kelapangan tiba (Fathul-Bari bab as-shabr ‘an maharimil-‘Llah).
Orang yang mendidik dirinya dengan sabar harus meyakini sepenuhnya bahwa balasan untuk sabar itu tidak terhingga sehingga hati akan selalu ikhlas menjalaninya. Jika ditaqdirkan hidup miskin, maka bersabar menjalaninya akan dibalas ganjaran yang tidak terhingga melebihi ganjaran orang kaya tukang berderma yang disebutkan dalam al-Qur`an dilipatgandakan menjadi 700 kali lipat. Sementara orang yang sabar menjalani miskin “tidak terhingga” atau lebih dari 700 kali lipat. Demikian al-Hafizh Ibn Hajar menjelaskannya dalam Fathul-Bari bab as-shabr ‘alal-adza.
Orang yang disakiti atau tersakiti akan ikhlas menjalani sabar daripada harus membalas meski itu dibolehkan (QS. as-Syura [42] : 29-43) yang kepuasannya hanya sebatas membalas saja, sementara dengan sabar pahalanya “tidak terhingga”. Keyakinan akan mendapatkan pahala yang lebih besar itu didasarkan pada firman Allah swt:
…إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجۡرَهُم بِغَيۡرِ حِسَابٖ ١٠
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahala mereka tanpa batas (QS. az-Zumar [39] : 10).
Ketika menghadapi kesulitan beribadah, tidak akan berputus asa meninggalkannya dengan dalih tidak mampu, melainkan menjalaninya secara bertahap dan sesuai kemampuan maksimalnya meski hasilnya tidak memuaskan, sebab demikianlah tuntunan sabar dalam ibadah (QS. al-Furqan [25] : 75). Ketika menghadapi kesulitan dalam mendidik keluarga karena mereka banyak yang malah membangkang, tidak disikapi dengan amarah emosional, sikap kasar, atau malah berputus asa, melainkan terus dengan lembut membimbing dan mengingatkan mereka karena pahalanya lebih tidak terhingga daripada bersikap kasar kepada mereka atau malah menelantarkannya (QS. Thaha [20] : 132). Ketika menghadapi tantangan berat dari musuh-musuh Islam tidak akan membuat kecut mental atau lelah hati dan menyerah, melainkan bertahan dalam melayani perlawanan mereka dengan balik melawan secara teratur dan bermartabat. Terlepas dari kalah atau menang, asalkan sabar dalam menjalaninya maka pahalanya tidak terhingga (QS. al-Baqarah [2] : 249, al-Anfal [8] : 45-46). Ketika ditimpa musibah atau ditinggal mati keluarga, lebih memilih menguatkan hati daripada terjebak dalam kesedihan yang pedih apalagi sambil menangis meronta-ronta. Yang terakhir ini malah akan menjadi siksa baginya, jauh berbalik dengan sabar yang akan membuatnya meraih pahala tidak terhingga (QS. al-Baqarah [2] : 155-157).
Inilah sekolah alam sabar yang bisa dimasuki oleh siapa pun, meski kebanyakannya tidak lulus karena tidak menyadari pahala yang “tidak terhingga” di balik sabar.
Agar seseorang meraih gelar sabar, Allah swt juga sudah menyediakan jenjang pendidikannya melalui shalat, zakat, shaum, dan haji-‘umrah.
Ketundukan seseorang kepada Allah swt dalam shalat pasti akan menuntunnya untuk tunduk kepada Allah swt di mana pun berada terutama ketika mendapatkan kesulitan. Jika belum mampu tunduk dengan sabar, pertanda shalatnya belum tunduk sepenuhnya kepada Allah swt, sehingga masih harus belajar lagi untuk meningkatkan kualitas khusyu’.