Ayaatillah

Ketika Penjahat Berlagak Pahlawan

Ketika Penjahat Berlagak Pahlawan

Setiap musibah bencana alam adalah siksa dari Allah ﷺ atas perbuatan merusak manusia-manusia durhaka. Bukannya bertaubat dan istighfar, manusia-manusia durhaka itu malah seringkali cuci tangan. Yang lebih parahnya mereka mencitrakan diri sebagai pahlawan yang peduli. Masyarakat awam umumnya tertipu dengan pencitraan mereka sehingga selalu memuja-muja mereka sebagai pemimpin yang peduli. Tetapi masyarakat yang cerdas tidak akan melupakan perbuatan bejat mereka yang tidak ada kapoknya merusak alam.

Allah swt banyak mengingatkan dalam al-Qur`an bahwa musibah yang menimpa manusia disebabkan kedurhakaan mereka sendiri yang merusak di muka bumi. Mereka yang merusak itu adalah para penguasa dan pengusaha yang selalu berkolaborasi dalam kedurhakaan. Itu pun tidak semuanya dibalas kontan oleh Allah swt di dunia, sebab jika semua kedurhakaan dibalas kontan maka bumi ini semuanya akan rata dengan tanah. Allah swt tidak menghendaki demikian karena bumi diratakan itu sudah ada waktu yang ditentukannya yakni kiamat. Sebelum taqdir kiamat tiba, maka musibah-musibah itu dikirimkan kepada manusia untuk menegur mereka agar tidak mengulangi kesalahannya dalahpm berbuat durhaka atau mendukung dan memuja penguasa-pengusaha yang durhaka.

وَمَآ أَصَٰبَكُم مِّن مُّصِيبَةٖ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَيَعۡفُواْ عَن كَثِيرٖ  ٣٠

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) (QS. as-Syura [42] : 30).

Catatan: Ayat di atas menegaskan bahwa musibah yang terjadi disebabkan perbuatan dosa manusia, tetapi tidak semua dosa manusia tersebut diperhitungkan di dunia dengan siksa. Sebagian besarnya dimaafkan Allah swt.

وَلَوۡ يُؤَاخِذُ ٱللَّهُ ٱلنَّاسَ بِمَا كَسَبُواْ مَا تَرَكَ عَلَىٰ ظَهۡرِهَا مِن دَآبَّةٖ وَلَٰكِن يُؤَخِّرُهُمۡ إِلَىٰٓ أَجَلٖ مُّسَمّٗىۖ فَإِذَا جَآءَ أَجَلُهُمۡ فَإِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِعِبَادِهِۦ بَصِيرَۢا  ٤٥

Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan perbuatan mereka, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun, tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu. Maka apabila datang waktu yang sudah ditentukan bagi mereka, sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya (QS. Fathir [35] : 45).

Catatan: Ayat ini menegaskan bahwa seandainya semua dosa manusia dibalas siksa di dunia maka pasti bumi semuanya akan rata dengan tanah. Allah swt meratakan bumi dengan tanah itu ada ajal yang sudah ditentukan-Nya yakni kiamat, bukan sekarang-sekarang. Yang sekarang itu musibah-musibah yang tidak sampai meratakan semua bumi dengan tanah.

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ  ٤١

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS. Ar-Rum [30] : 41).

Catatan: Ayat ini menegaskan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan laut akibat perbuatan merusak manusia. Hal itu seyogianya menjadi pengingat bagi mereka untuk kembali kepada Allah swt dan tidak berbuat merusak lagi.

وَإِذَآ أَرَدۡنَآ أَن نُّهۡلِكَ قَرۡيَةً أَمَرۡنَا مُتۡرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيۡهَا ٱلۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنَٰهَا تَدۡمِيرٗا  ١٦

Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya (QS. Al-Isra` [17] : 16).

Catatan: Ayat ini menegaskan bahwa satu negeri dibinasakan Allah swt akibat perbuatan merusak orang-orang yang hidup mewah di antara mereka yakni penguasa-pengusaha.

Peringatan Allah swt dalam surat ar-Rum ayat 41 di atas: la’allahum yarji’un; agar mereka kembali (ke jalan yang benar), harus dicetak tebal agar manusia tidak mengulangi kesalahan mereka dalam merusak alam sehingga menjadi bencana yang menghancurkan semua kehidupan di alam. Surat At-Taubah ayat 126 membahasakannya dengan yatubun (bertaubat) dan yadzdzakkarun (menjadi eling). Umat manusia harus bertaubat dan eling bahwa perbuatan merusak alam; baik itu namanya pembukaan lahan sawit, lahan perkebunan, food estate, pertambangan nikel, galian A, B, atau C, dalam jumlah yang tidak terbatas, semuanya perbuatan durhaka yang tidak bisa ditolerir dan merupakan perbuatan dosa yang nyata.

وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفٗا وَطَمَعًاۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ  ٥٦

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya, dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik (QS. Al-A’raf [7] : 56).

Catatan: Larangan merusak di muka bumi yang disandingkan dengan perintah berdo’a dalam ayat di atas merupakan isyarat yang jelas agar para perusak bumi segera bertaubat dan beristighfar serta jangan merasa putus harapan dari rahmat Allah swt. Jika dikaitkan dengan ayat 55 sebelumnya yang juga memerintahkan berdo’a maka ini menjadi isyarat yang jelas bahwa do’a-do’a yang dipanjatkan kepada Allah swt itu akan terhalang oleh perbuatan merusak bumi, sebab kalimat-kalimat yang baik hanya bisa terangkat kepada Allah swt oleh amal-amal yang baik, bukan amal merusak (QS. Fathir [35] : 10).

Para penguasa-pengusaha yang massif merusak alam itu jangan dibiarkan dalam kedurhakaan mereka. Umat Islam harus bertaubat bahwa sikap mereka yang mendiamkan perbuatan merusak itu adalah kedurhakaan juga. Ketika umat bisu dari amar ma’ruf nahyi munkar maka itu salah satu bentuk dosa berjama’ah yang juga harus dihentikan.

إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوْا الْمُنْكَرَ فَلَمْ يُغَيِّرُوْهُ يُوْشِكُ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ

“Sesungguhnya manusia itu, apabila mereka melihat kemunkaran lalu mereka tidak mengubahnya, maka hampir sekali Allah meliputi mereka dengan siksa.” (Shahih Ibn Hibban dzikr al-bayan bi annal-muta`awwil qad yukhthi`u fi ta`wilihi no. 305).

قِيْلَ أَنَهْلِكُ وَفِيْنَا الصَّالِحُوْنَ قَالَ نَعَمْ إِذَا كَثُرَ الْخَبَثُ

Ditanyakan (oleh Zainab): “Apakah kami akan binasa padahal di tengah-tengah kami ada orang-orang shalih?” Beliau menjawab: “Ya, apabila banyak yang jeleknya.” (Shahih al-Bukhari kitab al-fitan bab qaulin-Nabiy wailun lil-‘arab min syarrin qad-iqtaraba no. 6650)

Yang lebih parah lagi umat malah mengelu-elukan mereka sebagai pahlawan hanya karena pencitraan-pencitraan gimmick mereka yang seolah-olah peduli kepada masyarakat ketika bencana melanda. Padahal di balik itu penguasa-pengusaha tersebut tidak ada kapoknya menjalankan program-program yang merusak alam. Model pencitraan penguasa-pengusaha perusak alam itu adalah model pencitraan orang-orang munafiq. Mereka dielu-elukan sebagai pemimpin yang menghadirkan kemaslahatan padahal sejatinya mereka adalah pemimpin yang mendatangkan kerusakan. Masyarakat yang aktif mengelu-elukan penguasa-pengusaha penjahat itu disebut oleh al-Qur`an sebagai setan-setan di alam nyata.

۞وَإِذَا رَأَيۡتَهُمۡ تُعۡجِبُكَ أَجۡسَامُهُمۡۖ وَإِن يَقُولُواْ تَسۡمَعۡ لِقَوۡلِهِمۡۖ كَأَنَّهُمۡ خُشُبٞ مُّسَنَّدَةٞۖ يَحۡسَبُونَ كُلَّ صَيۡحَةٍ عَلَيۡهِمۡۚ هُمُ ٱلۡعَدُوُّ فَٱحۡذَرۡهُمۡۚ قَٰتَلَهُمُ ٱللَّهُۖ أَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ  ٤

Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. Al-Munafiqun [63] : 4).

Catatan: Ayat ini menggambarkan pencitraan orang-orang munafiq yang nyaris sempurna dalam penampilan dan perkataan hingga mengelabui masyarakat bahkan orang-orang beriman sekalipun. Maksud kayu-kayu yang tersandar dalam budaya Arab adalah sesuatu yang menarik dan memukau. Orang-orang munafiq ini sangat menakuti kritikan dan hujatan yang tertuju atau akan tertuju kepada mereka, maka dari itu mereka selalu bekerja keras agar kritikan-kritikan itu tidak datang dengan aktif melakukan pencitraan palsu. Maka umat Islam diingatkan: “Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka.”

وَإِذَا قِيلَ لَهُمۡ لَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ قَالُوٓاْ إِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُونَ  ١١ أَلَآ إِنَّهُمۡ هُمُ ٱلۡمُفۡسِدُونَ وَلَٰكِن لَّا يَشۡعُرُونَ  ١٢

Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi“. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan“. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar (QS. Al-Baqarah [2] : 11-12).

Dalam ayat 13 berikutnya disebutkan bahwa para perusak itu malah membuat pencitraan orang-orang beriman yang mengkritik mereka sebagai orang-orang bodoh (sufaha). Dalam konteks kerusakan alam hari ini seperti tudingan-tudingan wahabi lingkungan, antek asing, anti peradaban, dan semacamnya. Dalam ayat 14 berikutnya disebutkan bahwa orang-orang yang pekerjaannya merusak itu memiliki tim khusus yang bekerja sama dan bekerja keras untuk aktif membuat pencitraan-pencitraan menyesatkan tersebut. Allah swt menyebut tim orang-orang munafiq itu sebagai syayathinihim; setan-setan mereka, karena selalu berkomplot dalam menyebarkan keburukan dan kedurhakaan sebagaimana difirmankan Allah swt dalam QS. Al-An’am [6] : 112. Wal-‘Llahu a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button