Kisah Sahabat Nabi

Serigala Berbulu Domba

Serigala Berbulu Domba

Kehidupan bermasyarakat dan bernegara selalu disesaki oleh orang-orang yang berkarakter serigala tetapi berbulu domba. Bermulut manis, bertutur kata baik, berpenampilan menarik, tetapi hatinya ibarat serigala yang selalu siap memangsa. Jika lengah dari pandangan mata, mereka tidak segan merusak tatanan kehidupan bermasyarakat dan beragama. Ayat al-Qur`an dan hadits banyak mengingatkan perilaku buruk mereka agar umat tidak menjadi seperti mereka atau menjadi pendukung mereka, melainkan harus tetap tegas berani amar ma’ruf nahyi munkar kepada mereka.

Al-Hafizh Ibn Katsir menuliskan riwayat Ibn Jarir at-Thabari tentang dialog dua orang ulama tabi’in yang sama-sama memiliki jejak keyahudian, yakni Nauf al-Bikali (w. 95 H anak tiri dari Ka’ab al-Ahbar [w. 32 H, ulama tabi’in mantan rabbi Yahudi]) dan Muhammad ibn Ka’ab al-Qurazhi (w. 120 H, dari kabilah Yahudi Bani Quraizhah).

وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: …عَنِ الْقُرَظِيِّ عَنْ نَوْف -وَهُوَ الْبِكَالِيُّ، وَكَانَ مِمَّنْ يَقْرَأُ الْكُتُبَ -قَالَ: إِنِّي لَأَجِدُ صِفَةَ نَاسٍ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ فِي كِتَابِ اللَّهِ الْمُنَزَّلِ: قَوم يَحْتَالُونَ عَلَى الدُّنْيَا بِالدِّينِ، أَلْسِنَتُهُمْ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، وَقُلُوبُهُمْ أمَرّ مِنَ الصّبِرِ، يَلْبَسُونَ لِلنَّاسِ مُسُوْكَ الضَّأْنِ، وَقُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الذِّئَابِ. يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: فَعَلَيَّ يَجْتَرِئُونَ! وَبِي يغتَرُّون! حَلَفْتُ بِنَفْسِي لَأَبْعَثَنَّ عَلَيْهِمْ فِتْنَةً تَتْرُكُ الْحَلِيمَ فِيهَا حَيْرَانَ. قَالَ الْقُرَظِيُّ: تَدَبَّرْتُهَا فِي الْقُرْآنِ، فَإِذَا هُمُ الْمُنَافِقُونَ، فَوَجَدْتُهَا: {وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ} الْآيَةَ

Ibn Jarir (at-Thabari) berkata: … dari (Muhammad ibn Ka’ab) al-Qurazhi, dari Nauf al-Bikali—ia adalah orang yang bisa membaca kitab-kitab terdahulu, ia berkata: Sungguh aku menemukan sifat sebagian orang dari umat ini dalam kitab Allah yang diturunkan (dahulu): “Satu kaum yang menipu untuk dunia dengan mengorbankan agama. Lidah mereka lebih manis daripada madu tetapi hati mereka lebih pahit daripada daun bakung. Di hadapan masyarakat mereka memakai pakaian dari bulu domba tetapi hati mereka laksana serigala. Allah ta’ala berfirman: ‘Kepada-Ku mereka berani dan kepada-Ku mereka juga menipu.’ Aku bersumpah dengan diri-Ku akan mengirimkan kepada mereka fitnah (siksa/ujian) yang menjadikan orang baiknya keheranan.” Al-Qurazhi berkata: Aku sudah mentadabburinya dalam al-Qur`an, ternyata mereka orang-orang munafiq. Aku menemukannya: {Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya—bersambung ayatnya} (Tafsir Ibn Katsir surat al-Baqarah [2] : 204).

Ayat yang dimaksud oleh Muhammad ibn Ka’ab al-Qurazhi adalah:

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعۡجِبُكَ قَوۡلُهُۥ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَيُشۡهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلۡبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلۡخِصَامِ  ٢٠٤ وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي ٱلۡأَرۡضِ لِيُفۡسِدَ فِيهَا وَيُهۡلِكَ ٱلۡحَرۡثَ وَٱلنَّسۡلَۚ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَسَادَ  ٢٠٥ وَإِذَا قِيلَ لَهُ ٱتَّقِ ٱللَّهَ أَخَذَتۡهُ ٱلۡعِزَّةُ بِٱلۡإِثۡمِۚ فَحَسۡبُهُۥ جَهَنَّمُۖ وَلَبِئۡسَ ٱلۡمِهَادُ  ٢٠٦ وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَشۡرِي نَفۡسَهُ ٱبۡتِغَآءَ مَرۡضَاتِ ٱللَّهِۚ وَٱللَّهُ رَءُوفُۢ بِٱلۡعِبَادِ  ٢٠٧

Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadanya: “Bertaqwalah kepada Allah”, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya (QS. al-Baqarah [2] : 204-207).

Dalam kitab tafsirnya al-Hafizh Ibn Katsir mengutip penjelasan as-Suddi: Ayat ini turun terkait al-Akhnas ibn Syariq ats-Tsaqafi. Ia datang kepada Rasulullah saw dan menampakkan keislamannya sementara dalam hatinya tidak demikian. al-Hafizh Ibn Hajar dalam kitab al-Ishabah fi Tamyizis-Shahabah menjelaskan bahwa al-Akhnas ini di awal ikrar Islamnya pernah menghilang dan lewat di satu kaum lalu menghancurkan ladang dan ternak mereka. Ia bahkan sempat murtad. Tetapi kemudian masuk Islam lagi dan wafat di masa ‘Umar ibn al-Khaththab.

Al-Hafizh Ibn Katsir mengutip penjelasan Ibn ‘Abbas ra bahwasanya ayat ini turun terkait sekelompok munafiq yang melecehkan Khubaib dan kawan-kawannya yang terbunuh di daerah Raji’. Maka ayat-ayat di atas turun mencela kaum munafiq dan memuji Khubaib serta kawan-kawannya. Imam al-Bukhari meriwayatkan bahwa Khubaib ibn ‘Adi dan sembilan orang kawannya diutus Nabi saw dalam satu misi. Sesampainya di Hada`ah mereka ditangkap oleh 200 pasukan Bani Hudzail untuk dijual kepada kaum kafir Quraisy. Delapan orang dari mereka melawan dan dibunuh di Raji’. Sementara Khubaib dan Zaid ibn Datsinah dijual ke kafir Quraisy dan kemudian dibunuh di Makkah sebagai bentuk balas dendam pada perang Badar. Sebelum dibunuh Khubaib minta diberi kesempatan untuk shalat dua raka’at dan berdo’a (Shahih al-Bukhari bab hal yasta`sirur-rajul wa man lam yasta`sir wa man raka’a rak’ataini ‘indal-qatl no. 3045).

Yang menjadi sasaran ujaran kebencian kaum munafiq adalah sikap Khubaib dan Zaid yang tidak melawan sebagaimana delapan orang sahabatnya, malah memilih menjadi tawanan dan budak, meski ujung-ujungnya dibunuh majikannya. Dalam hal ini kaum munafiq menebarkan hasutan kebencian kepada shahabat yang syahid dan memecah belah umat Islam yang kemudian dibantah dengan ayat-ayat di atas. Allah swt membuka kedok orang-orang munafiq yang gampang menebarkan hasutan sekaligus memuji Khubaib dan kawan-kawannya yang tetap melawan meski dengan cara yang berbeda; ada yang memilih menjadi tawanan dan budak terlebih dahulu, ada yang melawan langsung tanpa mau diperbudak terlebih dahulu. Bahkan permintaan Khubaib sebelum dihukum mati untuk shalat dua raka’at, menurut al-Hafizh Ibn Hajar dijadikan teladan oleh siapa saja yang mengalami hukuman serupa dari musuh Islam untuk mengamalkan shalat terlebih dahulu dua raka’at sebagai bentuk isti’anah (permohonan perlindungan) kepada Allah swt.

Dalam riwayat lain dari at-Thabari, al-Qurazhi berkata: “Ayat ini turun terkait seseorang, tetapi setelahnya berlaku umum.” al-Hafizh Ibn Katsir berkata: “Yang dikemukakan al-Qurazhi hasan shahih.” Jadi terlepas dari konteks ayat ini yang tertuju kepada al-Akhnas ibn Syariq ataupun para pencela Khubaib ibn ‘Adi, cakupan ayat ini berlaku umum kepada siapa saja orang-orang yang seperti mereka. Jika disertai kekafiran dalam hatinya, berarti mereka orang-orang munafiq yang kafir. Jika hatinya tidak kafir, melainkan masih beriman kepada Allah swt dan Rasul-Nya, maka mereka masih sah berstatus muslim, tetapi muslim yang berakhlaq munafiq. Akhlaq munafiqnya tersebut dikategorikan dosa besar yang diancam neraka, meski tidak sampai kafir atau kekal selamanya di neraka. Dalam pemahaman seperti inilah hadits-hadits Nabi saw berikut hendaknya dipahami.

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Tanda orang munafiq itu ada tiga: Apabila berkata dusta, berjanji ingkar, dan apabila diamanati khianat (Shahih al-Bukhari kitab al-iman bab ‘alamat al-munafiq no. 33).

Hadits ini tidak membatasi pada jumlah tertentu, sebab dalam riwayat lain disebutkan ciri munafiq ada empat dengan tambahan: apabila berselisih melebihi batas (Shahih al-Bukhari no. 34). Lebih jelasnya, dalam riwayat Muslim no. 221 Nabi saw bersabda: Di antara tanda-tanda munafiq itu…

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

Ada empat perkara, yang jika empat perkara ini ada pada seseorang, maka orang tersebut munafiq tulen. Tapi kalau hanya ada sebagian saja, maka hanya sebagian munafiq yang ada padanya sampai ia meninggalkannya: Apabila diamanati khianat, berbicara dusta, berjanji ingkar, dan apabila berselisih melebihi batas (Shahih al-Bukhari kitab al-iman bab ‘alamat al-munafiq no. 34).

مِنْ خِلالِ الْمُنَافِقِ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ

Di antara karakter orang munafiq itu adalah apabila berbicara ia dusta, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila diamanahi ia khianat (al-Mu’jamul-Kabir at-Thabrani 6 : 87 no. 6063).

Bagi sebagian ulama, hadits ini dinilai isykal (janggal). Sebabnya, mungkinkah seorang muslim yang jelas muslimnya divonis munafiq (kafir) disebabkan ketiga kriteria ini? Terkait penilaian isykal tersebut, Imam an-Nawawi menepisnya, sebab hadits ini jelas shahih-nya dan tidak mungkin Nabi saw menentang al-Qur`an atau ajaran pokok Islam. Maksud dari hadits ini, pertama, hadits ini ditujukan kepada orang-orang munafiq yang kafir di zaman Nabi saw, dimana mereka mengaku iman padahal dusta, diamanahi dalam urusan agama malah khianat, berjanji akan menolong kaum muslimin tapi kemudian ingkar, dan mereka fujur (melampaui batas) dalam setiap kali bersengketa dengan orang Islam. Kedua, orang yang memiliki ketiga kriteria di atas berarti ia ‘seperti’ orang munafiq. Ketiga, masuk kategori munafiq asli apabila seseorang selalu berdusta, ingkar dan khianat, tidak pernah ada jujur dan amanahnya. Keempat, hadits ini hakikatnya merupakan peringatan keras bagi setiap muslim untuk menjauhi tanda-tanda munafiq di atas, sebab akan mendorong seseorang pada munafiq yang sebenarnya (Syarah an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim).

Sikap orang-orang munafiq yang manis di muka tetapi busuk di hati ini disebutkan dalam ayat lain di surat khusus yang membahas orang-orang munafiq:

۞وَإِذَا رَأَيۡتَهُمۡ تُعۡجِبُكَ أَجۡسَامُهُمۡۖ وَإِن يَقُولُواْ تَسۡمَعۡ لِقَوۡلِهِمۡۖ كَأَنَّهُمۡ خُشُبٞ مُّسَنَّدَةٞۖ يَحۡسَبُونَ كُلَّ صَيۡحَةٍ عَلَيۡهِمۡۚ هُمُ ٱلۡعَدُوُّ فَٱحۡذَرۡهُمۡۚ قَٰتَلَهُمُ ٱللَّهُۖ أَنَّىٰ يُؤۡفَكُونَ  ٤

Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka adalah seakan-akan kayu yang tersandar (menarik perhatian). Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka (waspada dan antikritik). Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)? (QS. Al-Munafiqun [63] : 4).

Wal-‘Llahu a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button