Kebetulan seorang rekan saya ada yang kerja di Jepang dan di sana sulit untuk menemukan masjid. Adapun masjid besar itu jaraknya sangat jauh. Apa itu termasuk udzur? Mohon pencerahannya. 0857-9469-xxxx
Syari’at shalat Jum’at tidak sama dengan shalat zhuhur. Meski kewajiban shalat Jum’at kena ke setiap orang lelaki, tetapi ada syarat harus berjama’ah dan di tempat yang jami’; menghimpun masyarakat setempat (bukan musafir) di satu tempat, yakni masjid. Bisa di-qiyas-kan (dipersamakan) padanya aula, gedung, halaman luas, atau tempat lainnya. Bukan berjama’ah secara terpisah di tempat masing-masing seperti rumah, mushalla kecil, kantor, dan semacamnya. Syari’at shalat Jum’at juga berlaku bagi daerah yang sudah mapan (qaryah jami’ah); ada penduduk tetap muslim, ada struktur pemerintahan, dan terdapat fasilitas umum seperti pasar dan masjid.
Jika kasusnya seperti yang anda tanyakan, yakni seseorang tinggal di satu daerah yang tidak ada masjid/tempat yang menyelenggarakan shalat Jum’at, kalaupun ada jaraknya jauh untuk ditempuh, maka berarti syari’at shalat Jum’at tidak berlaku bagi orang tersebut. Seandainya ada temannya sekantor sesama muslim, mereka tidak boleh melaksanakan shalat Jum’at, melainkan shalat zhuhur saja.
Dalil-dalilnya dituliskan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya bab min aina tu`tal-jumu’ah wa ‘ala man tajibu (dari mana didatangi shalat Jum’at dan siapa yang wajib shalat Jum’at) sebagai berikut:
Pertama, pada zaman Nabi saw shalat Jum’at hanya diwajibkan bagi penduduk Madinah. Sementara penduduk yang tinggal di pinggiran kota Madinah dan daerah tersebut belum menjadi qaryah jami’ah maka tidak wajib dan tidak ada penyelenggaraan shalat Jum’at di sana. Meski demikian, penduduk di daerah tersebut dibolehkan datang ke Madinah untuk ikut shalat Jum’at.
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَتْ كَانَ النَّاسُ يَنْتَابُونَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ مِنْ مَنَازِلِهِمْ وَالْعَوَالِيِّ فَيَأْتُونَ فِي الْغُبَارِ يُصِيبُهُمْ الْغُبَارُ وَالْعَرَقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُمْ الْعَرَقُ فَأَتَى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ إِنْسَانٌ مِنْهُمْ وَهُوَ عِنْدِي فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ لَوْ أَنَّكُمْ تَطَهَّرْتُمْ لِيَوْمِكُمْ هَذَا
Dari ‘Aisyah, istri Nabi saw, ia berkata: Ada beberapa orang yang saling bergantian datang pada hari Jum’at dari rumah mereka di penjuru kota. Mereka datang melewati padang berdebu. Mereka terkena debu-debu tersebut sampai berkeringat. Salah seorang di antara mereka datang kepada Rasulullah saw ketika beliau berada di dekatku. Nabi saw bersabda: “Seandainya saja kalian bersuci untuk hari kalian ini.” (Shahih al-Bukhari bab min aina tu`tal-jumu’ah wa ‘ala man tajibu no. 902)
Keterangan ‘Aisyah ra bahwa penduduk dari penjuru kota yantabuna; saling bergantian datang, menunjukkan bahwa mereka tidak selalu datang semuanya. Sebagian ada yang datang, sebagian lagi ada yang tidak datang. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak wajib shalat Jum’at, tetapi mereka boleh datang dan ikut shalat Jum’at. Ini juga menunjukkan bahwa di daerah pinggiran Madinah tidak disyari’atkan shalat Jum’at.
Kedua, atsar dari Anas ibn Malik ra bahwa ketika ia berkunjung ke Irak, ke perkebunannya dan ia punya qashr (semacam villa atau kastil) di sana, ia kadang-kadang ikut jum’atan, kadang juga tidak.
وَكَانَ أَنَسٌ فِي قَصْرِهِ أَحْيَانًا يُجَمِّعُ وَأَحْيَانًا لَا يُجَمِّعُ وَهُوَ بِالزَّاوِيَةِ عَلَى فَرْسَخَيْنِ
Anas ketika berada di rumah besarnya, terkadang ia ikut shalat jum’at dan terkadang tidak ikut shalat jum’at, yakni ketika di zawiyah (semacam mushalla) yang berjarak dua farsakh (dari Bashrah [1 farsakh : 3 mil]).
Disebutkan dalam riwayat lain bahwa Anas di zawiyah tersebut bersama keluarganya, putra-putranya, dan maulanya Ibn Abi ‘Utbah (bab idza fatahul-‘id). Sikap Anas ra yang sengaja tidak ikut shalat Jum’at menunjukkan bahwa bagi dirinya tidak wajib, meski diperbolehkan, maka dari itu sekali-kali ia ikut shalat Jum’at ke Bashrah. Sikap Anas ra juga menunjukkan bahwa ia tidak shalat Jum’at di qashr-nya meski ia tidak tinggal sendiri, tetapi hanya shalat zhuhur. Padahal untuk shalat ‘Id, terkadang Anas melaksanakannya bersama keluarganya di zawiyah tersebut (Shahih al-Bukhari bab idza fatahul-‘id).
Catatan: Menurut al-Hafizh Ibn Hajar maksud kata yujammi’u dalam atsar di atas bisa “ikut jum’atan ke Bashrah”, bisa juga “menyelenggarakan shalat Jum’at” bersama keluarganya. Jika demikian berarti diperbolehkan shalat Jum’at di zawiyah, tetapi tidak wajib. Maka dari itu terkadang jum’atan, terkadang juga tidak.
Ketiga, atsar dari ‘Atha` (tabi’in, w. 114 H) bahwa syari’at shalat Jum’at berlaku bagi orang yang tinggal di daerah yang sudah menjadi qaryah jami’ah. Wal-‘Llahu a’lam.