Spiritualisme Sesat

Geger Padepokan Dimas Kanjeng pimpinan Taat Pribadi, mengingatkan masyarakat pada aktor-aktor spiritualis sebelumnya seperti Gatot Brajamusti, Guntur Bumi, Eyang Subur, dan Anand Krisna. Sebuah pertanda bahwa banyak artis dan orang-orang berduit kehausan spiritual. Akan tetapi sayang mereka malah menghilangkan dahaga spiritual tersebut dengan spiritualisme yang memang sesat.

Spirit artinya jiwa, rohani, atau batin. Spiritual artinya sesuatu yang berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan, rohani atau batin. Maka spiritualisme artinya faham atau aliran yang mengutamakan kerohanian atau kejiwaan. Pada awal mulanya ia adalah salah satu aliran filsafat Barat yang mengutamakan hati/rohani seperti digagas Augustinus, Thomas Aquinas, dan Immanuel Kant. Mereka muak dengan filsafat Yunani Kuno yang terlalu berorientasi akal. Meski kemudian ujung-ujungnya aliran filsafat spiritualisme ini malah memusuhi akal dan ilmu pengetahuan.

Dalam perkembangan makna selanjutnya, sebagaimana dijelaskan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia, spiritualisme menjadi berarti kepercayaan untuk memanggil roh orang yang sudah meninggal. Spiritualisme menjadi sebuah kepercayaan bahwa jiwa-jiwa yang sudah meninggal tetap bisa mengadakan hubungan dengan jasad. Hubungan ini umumnya dilaksanakan melalui seorang perantara yang masih hidup dan memerankan tokoh sebagai sang spiritualis. Sebuah hubungan yang khas dan sulit dibuktikan secara empiris/inderawi, sehingga diyakini—atau dijadikan dalih—bahwa segala kebenaran yang diajarkan spiritualisme memang tidak bisa dan tidak mungkin dibuktikan secara empiris/inderawi. Jadinya harus diyakini sepenuhnya saja oleh jiwa.

Menurut kamus wikipedia, spiritualisme ini sedikit berbeda dengan spiritisme yang alirannya adalah animisme dan dinamisme. Animisme adalah kepercayaan bahwa semua benda dan kejadian alam memiliki roh. Sementara dinamisme adalah kepercayaan bahwa ada kekuatan tertentu di balik semua dinamika semesta dan fenomena-fenomena alam. Spiritisme identik dengan masyarakat primitif, sementara spiritualisme identik dengan masyarakat modern.

Suprapto, Guru Besar sosiologi UGM, mempunyai penjelasan tersendiri. Sebagaimana dikutip oleh m.tempo.co, ia menjelaskan bahwa guru spiritual harus dibedakan dengan dukun. Guru spiritual adalah seorang tokoh agama yang membimbing masyarakat pada ajaran agama yang benar dan diyakininya. Sementara dukun adalah seseorang yang diyakini memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dengan jampi-jampi dan guna-duna yang tidak masuk akal. Orang-orang yang diyakini sebagai guru spiritual seperti Eyang Subur, Ki Joko Bodo—tentunya sebelum mereka bertaubat—dan Anand Krisna, mereka sebenarnya bukan guru spiritual, melainkan dukun. Termasuk tentunya Taat Pribadi, Gatot Brajamusti, dan Guntur Bumi. Akan tetapi akibat kebodohan masyarakat modern, maka mereka tidak bisa lagi membedakan mana dukun dan mana guru spiritual.

Terlepas dari apa makna spiritualisme yang sebenarnya menurut sosiologi, faktanya spiritualisme adalah ajaran-ajaran kejiwaan yang tidak dibimbing wahyu. Baik itu spiritualisme ala Augustinus, Aquinas, ataupun Kant di Barat yang kental agama Kristennya, ataupun spiritualisme yang meyakini bahwa seorang tokoh spiritual bisa berhubungan dengan dunia roh. Semuanya tidak ada yang dibimbing oleh wahyu, maka artinya semua spiritualisme adalah sesat.

Islam tentu bukan spiritualisme sebagaimana diuraikan di atas, Islam adalah agama yang diwahyukan Allah swt melalui para Nabi-Nya ‘alaihimus-salam. Islam mengajarkan bahwa dunia ghaib itu ada, tetapi itu cukup untuk diimani (QS. al-Baqarah [2] : 3), bukan diselidiki apalagi sampai melakukan kontak batin dengan dunia ghaib tersebut.

Dunia ghaib yang benar hanya bisa dikontak batin bahkan lahir oleh para Nabi dan Rasul ‘alaihimus-salam. Itupun dengan keterbatasan yang dibatasi oleh Allah swt.

عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ فَلَا يُظۡهِرُ عَلَىٰ غَيۡبِهِۦٓ أَحَدًا ٢٦ إِلَّا مَنِ ٱرۡتَضَىٰ مِن رَّسُولٖ فَإِنَّهُۥ يَسۡلُكُ مِنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ رَصَدٗا ٢٧ لِّيَعۡلَمَ أَن قَدۡ أَبۡلَغُواْ رِسَٰلَٰتِ رَبِّهِمۡ وَأَحَاطَ بِمَا لَدَيۡهِمۡ وَأَحۡصَىٰ كُلَّ شَيۡءٍ عَدَدَۢا ٢٨

(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. (QS. al-Jinn [72] : 26-28).

Malaikat dijadikan penjaga, sebab memang setan dari bangsa jin selalu berusaha mencampuri perkara ghaib yang diperlihatkan kepada Rasul, terutama dalam hal wahyu. Dengan adanya malaikat itu, maka wahyu dipastikan benar dan semua hal ghaib yang diperlihatkan kepada Nabi juga dipastikan benar.

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٖ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّآ إِذَا تَمَنَّىٰٓ أَلۡقَى ٱلشَّيۡطَٰنُ فِيٓ أُمۡنِيَّتِهِۦ فَيَنسَخُ ٱللَّهُ مَا يُلۡقِي ٱلشَّيۡطَٰنُ ثُمَّ يُحۡكِمُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ ٥٢ لِّيَجۡعَلَ مَا يُلۡقِي ٱلشَّيۡطَٰنُ فِتۡنَةٗ لِّلَّذِينَ فِي قُلُوبِهِم مَّرَضٞ وَٱلۡقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمۡۗ وَإِنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ لَفِي شِقَاقِۢ بَعِيدٖ ٥٣ وَلِيَعۡلَمَ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكَ فَيُؤۡمِنُواْ بِهِۦ فَتُخۡبِتَ لَهُۥ قُلُوبُهُمۡۗ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَهَادِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ ٥٤

Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, Agar Dia menjadikan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, sebagai cobaan bagi orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan yang kasar hatinya. Dan sesungguhnya orang-orang yang dzalim itu, benar-benar dalam permusuhan yang sangat. dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Qur’an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya, dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus (QS. al-Hajj [22] : 52-54).

Maka dari itu, jika ada orang-orang yang mengaku bisa beriteraksi dengan alam ghaib, maka pengakuan mereka bisa dibenarkan. Tetapi pengamalan mereka tersebut tetap tidak bisa dibenarkan, sebab yang mereka akui itu faktanya berinteraksi dengan jin-jin yang sesat, sehingga faktanya ajaran para spiritualis ini pun selalu kental dengan kesesatan.

وَأَنَّهُۥ كَانَ رِجَالٞ مِّنَ ٱلۡإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٖ مِّنَ ٱلۡجِنِّ فَزَادُوهُمۡ رَهَقٗا ٦

Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan (QS. al-Jinn [72] : 6).

Para ulama tafsir salaf dari kalangan shahabat dan tabi’in, sebagaimana dikutip oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitab tafsirnya, menjelaskan, ini banyak terjadi di saat orang-orang jahiliyyah masuk ke satu daerah asing lalu tiba-tiba mereka meminta perlindungan kepada ‘penguasa’ daerah tersebut. Otomatis yang dituju oleh mereka adalah jin-jin yang sesat. Sehingga kemudian mulailah hubungan ghaib dengan bangsa jin pun dijajaki, yang hanya menambah dosa dan kesalahan.

Lebih lanjut bangsa jin pun mengakui jujur, sebagiamana difirmankan Allah swt:

وَأَنَّا لَمَسۡنَا ٱلسَّمَآءَ فَوَجَدۡنَٰهَا مُلِئَتۡ حَرَسٗا شَدِيدٗا وَشُهُبٗا ٨ وَأَنَّا كُنَّا نَقۡعُدُ مِنۡهَا مَقَٰعِدَ لِلسَّمۡعِۖ فَمَن يَسۡتَمِعِ ٱلۡأٓنَ يَجِدۡ لَهُۥ شِهَابٗا رَّصَدٗا ٩ وَأَنَّا لَا نَدۡرِيٓ أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَن فِي ٱلۡأَرۡضِ أَمۡ أَرَادَ بِهِمۡ رَبُّهُمۡ رَشَدٗا ١٠

Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui (rahasia) langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang kuat (dari malaikat) dan panah-panah api. Dan sesungguhnya kami dahulu dapat menduduki beberapa tempat di langit itu untuk mendengar-dengarkan (berita-beritanya). Tetapi sekarang barang siapa yang (mencoba) mendengar-dengarkan (seperti itu) tentu akan menjumpai panah api yang mengintai (untuk membakarnya). Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka (QS. al-Jinn [72] : 8-10).

Jika seseorang haus spiritual—dan memang sudah seyogianya demikian—maka jalan yang harus ditempuhnya adalah jalan yang diajarkan oleh Allah swt melalui para Nabi-Nya sampai Nabi Muhammad saw. Bukan jalan setan yang diajarkannya melalui orang-orang yang diklaim sebagai guru spiritualis. Ajaran Allah swt melalui Nabi-Nya saw sudah lebih dari cukup untuk memenuhi dahaga spiritual setiap orang.

Ajaran shalat sudah Allah swt sediakan mulai dari shalat wajib sampai shalat sunat. Shalat sunat yang rutin dalam satu hari satu malam saja, sebagaimana dihitung oleh Imam as-Shan’ani dalam kitab Subulus-Salam bab shalatit-tathawwu’, tidak kurang dari 40 raka’at, mulai dari shalat malam/Tahajjud, shalat Dluha, shalat Rawatib, Tahiyyatul-Masjid, sampai Syukrul-Wudlu. Shalat merupakan sarana utama seseorang “berdialog dengan Sang Penguasa ghaib” melalui pelafalan dzikir dan do’a yang memenuhi shalat dari awal sampai akhir. Nabi saw mengajarkan:

إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ أَوْ إِنَّ رَبَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ فَلَا يَبْزُقَنَّ أَحَدُكُمْ قِبَلَ قِبْلَتِهِ وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ أَوْ تَحْتَ قَدَمَيْهِ

Sesungguhnya salah seorang di antaramu apabila melaksanakan shalat maka sungguh ia sedang bermunajat (berdialog intim) dengan Rabbnya atau sungguh Rabbnya ada di antara dia dan qiblat. Maka janganlah meludah—ketika terdesak harus meludah—ke arah qiblatnya, tetapi ke arah kiri atau ke bawah kakinya (Shahih al-Bukhari bab hakkil-buzaq bil-yad minal-masjid no. 405).

Ajaran shalat yang benar akan menguatkan mental dan kesabaran. Seseorang tidak akan mudah jatuh atau stress, jika shalatnya benar. Atau bahkan jika perlu, dalam menghadapi kekosongan jiwa dan tekanan batin, shalat menjadi solusi terbaik yang harus dipilih, sebagaimana firman Allah swt: wa-sta’inu bis-shabri was-shalat; minta tolonglah (kepada Allah) melalui sabar dan shalat (QS. al-Baqarah [2] : 45 dan 153). Shahabat Ibn ‘Abbas sendiri pernah menyengajakan shalat dua raka’at dan memarkirkan dahulu kendaraannya di saat beliau sedang safar, ketika mendengar kabar kematian saudaranya (Tafsir at-Thabari.  Ahmad Syakir: Sanad shahih). Ini contoh yang jelas dari generasi terbaik bahwa shalat solusi utama kedahagaan spiritual.

Ajaran dzikir dari Nabi saw juga sudah sangat cukup untuk memenuhi kehampaan spiritual. Mulai dari dzikir ba’da shalat yang mencakup bacaan-bacaan panjang sebagaimana Nabi saw ajarkan (bisa dirujuk Bulughul-Maram bagian akhir bab shifat shalat). Belum lagi dzikir-dzikir khusus di waktu pagi, petang, dan saat-saat akhir malam (rujuk Bulughul-Maram bab terakhir/bab dzikr wad-du’a atau satu bab khusus tentang adzkar dalam Riyadlus-Shalihin). Dan dzikir yang paling utama, yakni membaca dan atau menghafal al-Qur`an satu hari minimal satu juz (Shahih al-Bukhari bab fi kam yuqra`ul-qur`an no. 5054).

Ajaran shaum juga sudah lebih dari cukup. Jika ajaran shaum sunat yang Nabi saw ajarkan diamalkan semuanya, maka seseorang akan shaum dalam satu bulan setidaknya 20 hari. Itu tentunya di luar shaum Sya’ban, Ramadlan, dan Muharram, yang ada sunnah shaum hampir satu bulan atau wajib satu bulan khusus untuk bulan Ramadlan saja.

Bagi orang yang ingin kaya, Nabi saw mengajarkan shadaqah setiap hari. Bukan setor uang ke “guru spiritual” sekian juta. Sebab di setiap harinya ada dua malaikat yang berdo’a: Allahumma a’thi munfiqan khalafan; Ya Allah berikanlah gantinya kepada orang yang infaq. Malaikat satunya lagi berdo’a: Allahumma a’thi mumsikan talafan; Ya Allah berikanlah kehancuran kepada orang yang tidak infaq” (Shahih al-Bukhari bab qaulil-‘Llah ta’ala fa amma man a’tha wa-ttaqa no. 1442). Wal-‘Llahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *