Seorang Anak Yang Ingin Shalat Malam seperti Rasulullah ﷺ

Nama anak itu adalah ‘Abdullah ibn ‘Abbas, dipanggil Ibn ‘Abbas (3 SH-68 H/619-687 M). Ketika Rasulullah saw wafat usianya baru 13 tahun. Hidup bersama Rasulullah saw di Madinah pun hanya sekitar 30 bulan/2,5 tahun, karena ia baru hijrah bersama kedua orangtuanya pada tahun Fathu Makkah/8 H. Dalam rentang usia 10-13 tahun tersebut ia banyak belajar dari Nabi saw dan para shahabat senior. Di antaranya belajar langsung shalat malam kepada Rasulullah saw dengan sengaja bermalam di rumah bibinya yang juga istri Rasulullah saw, Maimunah binti al-Harits. Padahal saat itu ia masih tergolong anak kecil.


Ibn ‘Abbas ra dikenal sebagai ulama dari kalangan shahabat yang majelisnya paling banyak dikunjungi oleh jama’ah pencari ilmu. Sebagaimana diceritakan ‘Amr ibn Dinar (w. 126 H) dan ‘Atha` (w. 114 H) dari ulama tabi’in, hal itu disebabkan Ibn ‘Abbas mengajar di majelisnya berbagai disiplin ilmu di hari-hari yang berbeda; tafsir, fiqih, bahasa Arab, sya’ir, dan sejarah (al-A’lam, az-Zarkali). Kesempurnaan ilmu yang dimilikinya tersebut telah menyebabkan umat Islam menyematkan padanya gelar habrul-ummah (tinta umat), al-bahr (lautan ilmu), faqihul-‘ashr (ahli fiqih utama di masanya), dan imam tafsir (Siyar A’lamin-Nubala`, adz-Dzahabi).
Itu semua tidak terlepas dari do’a Nabi saw untuknya karena melihat keshalihannya meski saat itu Ibn ‘Abbas ra masih berusia anak SD menjelang baligh. Ia sengaja bermalam di rumah bibinya yang juga istri Rasulullah saw, Maimunah bintil-Harits, hanya untuk belajar shalat malam dari Rasulullah saw (Ibu Ibn ‘Abbas itu sendiri bernama Lubabah bintil-Harits, dan sering dipanggil Ummul-Fadl, dinisbatkan kepada kakak Ibn ‘Abbas yang paling besar, al-Fadl ibn ‘Abbas). Bahkan pada malam hari itu Ibn ‘Abbas ra bangun lebih dahulu dari Rasulullah saw dan menyiapkan air wudlu untuk beliau. Orangtua mana yang tidak akan tersentuh hatinya menyaksikan seorang anak kecil yang sudah sangat ingin shalat malam dan ia bisa bangun malam lebih awal daripada dirinya sendiri. Bahkan shalat malam yang ingin diamalkan anak tersebut bukan shalat malam yang biasa-biasa saja, melainkan shalat malam yang berkualitas sekelas shalat malam Rasulullah saw. Hati orangtua yang menyaksikan anak shalih seperti itu pasti akan refleks berdo’a dengan penuh keikhlasan. Bahkan meski anak tersebut bukan anak kandungnya sendiri. Itulah yang kemudian terucap dari mulut Rasulullah saw ketika melihat keshalihan Ibn ‘Abbas ra di usianya yang masih anak-anak, beliau langsung mendo’akannya agar diberi ilmu yang sempurna sambil mendekapnya.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ دَخَلَ الْخَلَاءَ فَوَضَعْتُ لَهُ وَضُوءًا قَالَ مَنْ وَضَعَ هَذَا فَأُخْبِرَ فَقَالَ اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

Dari Ibn ‘Abbas ra, bahwasanya Nabi saw masuk toilet dan aku sudah menyediakan air wudlu untuknya. Beliau bertanya: “Siapa yang menyediakan air ini?” Lalu diberitahukan kepada beliau bahwa air itu disediakan oleh Ibn ‘Abbas. Maka Nabi saw langsung mendo’akan: “Ya Allah, fahamkanlah ia dalam agama.” (Shahih al-Bukhari bab wad’il-ma`i ‘indal-khala` no. 143).
Dalam riwayat al-Hakim disebutkan bahwa yang menjawab pertanyaan Rasulullah saw adalah Maimunah ra, istri Nabi saw. Dalam sanad ini, petikan do’a Nabi saw untuk Ibn ‘Abbas itu redaksinya:

اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ

Ya Allah, fahamkanlah ia dalam agama dan ajarkanlah kepadanya ta`wil/tafsir (al-Mustadrak al-Hakim kitab ma’rifatis-shahabah no. 6280).
Dalam sanad lain yang diriwayatkan al-Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah saw mendo’akan Ibn ‘Abbas ra tersebut sambil memeluknya:

ضَمَّنِي النَّبِيُّ ﷺ إِلَى صَدْرِهِ وَقَالَ اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الْحِكْمَةَ

Nabi saw memelukku ke dadanya dan berdo’a: “Ya Allah, ajarkanlah kepadanya hikmah (ilmu).” (Shahih al-Bukhari bab dzikr Ibn ‘Abbas ra no. 3756).
Dalam sanad lain, redaksi do’a Nabi saw tersebut adalah:

اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الْكِتَابَ

Ya Allah, ajarkanlah kepadanya kitab (Shahih al-Bukhari bab qaulin-Nabi saw Allahumma ‘allimhul-kitab no. 75).

اللَّهُمَّ عَلِّمْهُ الْحِكْمَةَ وَ تَأْوِيلَ الْكِتَابَ

Ya Allah, ajarkanlah kepadanya hikmah (ilmu) dan ta`wil (tafsir) kitab (Sunan Ibn Majah bab fadll Ibn ‘Abbas no. 166).
Dalam sanad Imam Ahmad dijelaskan bahwa selain memeluk Ibn ‘Abbas, Nabi saw juga mengusap kepalanya:

مَسَحَ النَّبِيُّ ﷺ رَأْسِي وَدَعَا لِي بِالْحِكْمَةِ

Nabi saw mengusap kepalaku dan mendo’akan untukku hikmah (Musnad Ahmad musnad ‘Abdillah ibn ‘Abbas no. 1840).
Dari kesemua riwayat tersebut, al-Hafizh Ibn Hajar menyimpulkan bahwa Nabi saw mendo’akan Ibn ‘Abbas agar dianugerahi ilmu al-Qur`an dan fiqih dalam agama (Fathul-Bari bab qaulin-Nabi saw Allahumma ‘allimhul-kitab).
Do’a Nabi saw tersebut diijabah sehingga Ibn ‘Abbas ra sudah menjadi ulama yang mumpuni dari sejak usia anak-anak. Ini terlihat dari panggilan ‘Umar ibn al-Khaththab ra kepada Ibn ‘Abbas ra untuk menghadiri sebuah majelis yang dibuatnya ketika turun surat an-Nashr [110]. Saat itu ‘Umar memanggil beberapa orang shahabat untuk mendiskusikan tafsir dari surat an-Nashr [110], termasuk seorang anak kecil, Ibn ‘Abbas ra. Kehadiran Ibn ‘Abbas saat itu bahkan sempat diprotes oleh ‘Abdurrahman ibn ‘Auf, tetapi dibela oleh ‘Umar sendiri sebagai pengundangnya. Ketika para shahabat senior menjelaskan bahwa maksud surat tersebut adalah sudah masuk masanya umat Islam akan meraih beberapa kemenangan dan dalam saat seperti itu maka harus banyak bertasbih, tahmid, dan istighfar, maka Ibn ‘Abbas ra menyampaikan ta`wil yang berbeda:

فَقَالَ أَجَلُ رَسُولِ اللهِ ﷺ أَعْلَمَهُ إِيَّاهُ قَالَ مَا أَعْلَمُ مِنْهَا إِلَّا مَا تَعْلَمُ

Ibn ‘Abbas berkata: “Itu adalah ajal Rasulullah saw yang diberitahukan kepada beliau.” ‘Umar berkata: “Aku tidak tahu darinya melainkan seperti apa yang kamu ketahui.” (Shahih al-Bukhari bab ‘alamatin-nubuwwah fil-Islam no. 3627 dan bab manzilin-Nabiy saw yaumal-fath no. 4294).
Ta`wil Ibn ‘Abbas itu sendiri didasarkan pada sabda Nabi saw sendiri kepada Fathimah bahwa dengan turunnya surat tersebut maka itu adalah pengumuman (na’yun) dari Allah swt bahwa ajalnya sudah dekat (Tafsir Ibn Katsir mengutip riwayat dari al-Baihaqi dalam ad-Dala`il).
Dalam shalat malam bersama Rasulullah saw itulah Ibn ‘Abbas ra yang sempat berdiri di sebelah kiri Rasulullah saw kemudian beliau pindahkan ke sebelah kanannya:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي مَيْمُونَةَ فَقُلْتُ لَأَنْظُرَنَّ إِلَى صَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَطُرِحَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ وِسَادَةٌ فَنَامَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فِي طُولِهَا فَجَعَلَ يَمْسَحُ النَّوْمَ عَنْ وَجْهِهِ ثُمَّ قَرَأَ الْآيَاتِ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ آلِ عِمْرَانَ حَتَّى خَتَمَ ثُمَّ أَتَى شَنًّا مُعَلَّقًا فَأَخَذَهُ فَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي فَقُمْتُ فَصَنَعْتُ مِثْلَ مَا صَنَعَ ثُمَّ جِئْتُ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِي ثُمَّ أَخَذَ بِأُذُنِي فَجَعَلَ يَفْتِلُهَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ أَوْتَرَ

Dari Ibn ‘Abbas ra, ia berkata: “Aku sengaja bermalam di rumah bibiku, Maimunah, untuk melihat shalat Rasulullah saw. Sebuah bantal disediakan untuk Rasulullah, lalu beliau tidur di sepanjang malamnya. Selepas itu beliau mengusap tidur dari wajahnya, kemudian membaca 10 ayat terakhir dari surat Ali ‘Imran sampai tamat. Kemudian beliau menuju wadah air yang digantungkan, lalu mengambilnya, dan berwudlu, kemudian shalat. Aku pun bangun dan melakukan seperti yang beliau lakukan (dzikir dan wudlu), kemudian datang dan berdiri di samping (kiri)-nya. Kemudian tangan beliau diletakkan ke kepalaku dan menarik pada telingaku lalu memindahkanku (ke sebelah kanannya). Beliau shalat dua raka’at, lalu dua raka’at, dua raka’at, dua raka’at, dua raka’at, dua raka’at, kemudian beliau witir.” (Shahih al-Bukhari bab alladzina yadzkurunal-‘Llah qiyaman no. 4570. Keterangan pindahnya dari sebelah kiri ke sebelah kanan disebutkan jelas dalam Shahih al-Bukhari bab idza lam yanwil-imam an ya`umma no. 699).
Dalam kesempatan lain, shalat malam Rasul saw pada saat Ibn ‘Abbas ra bermalam di rumah Maimunah ra dijelaskan olehnya sebagai berikut:

فَصَلَّى النَّبِيُّ ﷺ الْعِشَاءَ ثُمَّ جَاءَ إِلَى مَنْزِلِهِ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ نَامَ ثُمَّ قَامَ ثُمَّ قَالَ نَامَ الْغُلَيِّمُ أَوْ كَلِمَةً تُشْبِهُهَا ثُمَّ قَامَ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ فَصَلَّى خَمْسَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ

Nabi saw shalat ‘Isya, kemudian pulang ke rumahnya lalu shalat 4 raka’at. Kemudian beliau tidur lalu bangun (tengah malam) dan berkata: “Anak kecil (Ibn ‘Abbas) telah tidur.” Atau kata-kata yang seperti itu (mengira Ibn ‘Abbas tidur, padahal tidak). Kemudian beliau shalat dan aku pun shalat di sebelah kirinya. Tetapi beliau menarikku ke sebelah kanannya. Beliau lalu shalat 5 raka’at, kemudian shalat 2 raka’at (Shahih al-Bukhari bab as-samar fil-‘ilm no. 117).