Peringatan Nabi ﷺ Akan Adanya Muslim Teroris

Dengan bimbingan wahyu, Nabi ﷺ mampu memberi tahu apa yang akan terjadi sesudah kewafatannya. Salah satunya akan adanya kelompok muslim yang berideologi terror. Pemberitahuan tersebut bahkan sudah terbukti sejak masa kekhilafahan ‘Ali ibn Abi Thalib I. Kelompok ini beragama Islam tetapi berideologi terror karena sembarangan memvonis kafir kepada sesama muslim.
Ketika muncul kelompok Haruriyyah (yang berpusat di Harura, Irak) yang berani memvonis ‘Ali ibn Abi Thalib ra dan para shahabat lainnya kafir karena dituduh tidak menyerahkan urusan hukum kepada Allah swt setelah kesepakatan tahkim (kesepakatan hukum untuk gencatan senjata) yang problematis, banyak masyarakat Islam bertanya-tanya kenapa sampai ada kelompok muslim yang berani bersikap keras seperti itu. Kelompok tersebut bahkan tidak segan lagi untuk mengangkat senjata kepada umat Islam yang sudah mereka vonis kafir, dan di masa kemudian berhasil membunuh ‘Ali ibn Abi Thalib ra.
Di antara yang merasa resah itu adalah dua ulama tabi’in; Abu Salamah dan ‘Atha` ibn Yasar. Keduanya sengaja bertanya kepada shahabat Abu Sa’id al-Khudri ra.
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ وَعَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّهُمَا أَتَيَا أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ فَسَأَلَاهُ عَنْ الْحَرُورِيَّةِ أَسَمِعْتَ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ لَا أَدْرِي مَا الْحَرُورِيَّةُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ ﷺ يَقُولُ يَخْرُجُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ وَلَمْ يَقُلْ مِنْهَا قَوْمٌ تَحْقِرُونَ صَلَاتَكُمْ مَعَ صَلَاتِهِمْ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حُلُوقَهُمْ أَوْ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ فَيَنْظُرُ الرَّامِي إِلَى سَهْمِهِ إِلَى نَصْلِهِ إِلَى رِصَافِهِ فَيَتَمَارَى فِي الْفُوقَةِ هَلْ عَلِقَ بِهَا مِنْ الدَّمِ شَيْءٌ
Dari Abu Salamah dan ‘Atha’ ibn Yasar, keduanya pernah mendatangi Abu Sa’id Al-Khudri dan menanyainya tentang Haruriyyah: “Apakah engkau mendengar riwayat dari Nabi saw?” Ia mengatakan: “Saya tidak tahu menahu tentang Haruriyyah. Hanyasaja aku mendengar Nabi saw bersabda: ‘Akan muncul di kalangan umat ini—dan ia tidak mengatakan dari umat ini—suatu kaum yang kalian akan meremehkan shalat kalian bila dibandingkan dengan shalat mereka, mereka membaca al-Qur`an namun tidak melewati kerongkongan atau tenggorokan mereka, tetapi mereka keluar dari agama sebagaimana anak panah keluar dari busurnya, lantas sang pelempar melihat anak panahnya, mata panahnya hingga kain panahnya, hingga seolah-olah anak panah itu keluar dalam tempat senar, apakah ada darah yang menempel?” (Shahih al-Bukhari kitab istitabah al-murtaddin bab qatlil-khawarij wal-mulhidin no. 6931).
Jawaban yang sama dengan Abu Sa’id di atas dikemukakan juga oleh shahabat Ibn ‘Umar:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ وَذَكَرَ الْحَرُورِيَّةَ فَقَالَ قَالَ النَّبِيُّ ﷺ يَمْرُقُونَ مِنْ الْإِسْلَامِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنْ الرَّمِيَّةِ
Dari Abdullah ibn Umar ketika ia menceritakan tentang Haruriyyah (Khawarij), ia menyatakan: “Nabi saw bersabda: ‘Mereka keluar dari Islam, sebagaimana anak panah keluar dari busurnya.’ (Shahih al-Bukhari kitab istitabah al-murtaddin bab qatlil-khawarij wal-mulhidin no. 6932).
Dalam kesempatan lain Ibn ‘Umar mengomentari dengan pedas dan menjelaskan penyebabnya, sebagaimana ditulis oleh Imam al-Bukhari:
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ وَقَالَ إِنَّهُمْ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Ibn ‘Umar menilai mereka sebagai makhluk Allah yang jahat. Ia berkata: “Sesungguhnya mereka menggunakan ayat-ayat yang ditujukan untuk orang kafir dengan memberlakukannya kepada orang-orang beriman.” (Shahih al-Bukhari kitab istitabatil-murtaddin wal-mu’anidin wa qitalihim bab qatlil-khawarij wal-mulhidin).
Dengan kata lain, mengkafirkan orang Islam dengan memakai dalil-dalil al-Qur`an yang sebenarnya ditujukan untuk orang-orang kafir.
Dalam perjalanannya kelompok ini dikenal dengan sebutan Khawarij. Khawarij, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama hadits, merupakan bentuk jama’ dari kharijah yang berarti tha`ifah (kelompok/golongan). Asal katanya dari kharaja yang bisa berarti keluar (kharaja ‘an) atau memberontak (kharaja ‘ala). Artinya khawarij adalah mereka yang keluar dari Islam dan memberontak kepada kaum muslimin, bahkan kaum muslimin yang terbaik, yakni para shahabat dan generasi salaf sesudahnya.
Menurut Abu Bakar Ibn al-‘Arabi, identitas utama dari Khawarij itu ada dua: (1) Menilai siapa yang menyerahkan urusan hukum kepada manusia (tahkim) sebagai kafir. (2) Menilai siapa yang melakukan dosa besar sebagai orang kafir dan akan kekal di neraka. Termasuk para shahabat yang terlibat dalam konflik politik seperti peristiwa Jamal dan Shiffin. Maka dari itu ‘Ali, ‘Aisyah dan semua shahabat yang terlibat dalam peristiwa tersebut dinyatakan kafir karena sudah melakukan dosa besar yaitu berperang sesama muslim (Fathul-Bari 14 : 287-289 kitab istitabah al-murtaddin bab qatlil-khawarij wal-mulhidin ba’da iqamah al-hujjah ‘alaihim).
Peringatan Nabi saw dalam hadits di atas harus dicamkan oleh semua umat Islam agar tidak terjebak pada ideologi terror. Sebuah ideologi yang sembarangan memvonis kafir kemudian menghalalkan darah mereka yang sudah divonis kafir. Batasan kafir dalam al-Qur`an itu jelas yakni sudah mengingkari syahadat, shalat, dan zakat (QS. an-Nisa` [4] : 150-151). Selama zhahirnya seorang muslim bersyahadat, shalat, dan zakat maka haram divonis kafir atau bahkan haram diperangi.
فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ فَإِخۡوَٰنُكُمۡ فِي ٱلدِّينِۗ وَنُفَصِّلُ ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَعۡلَمُونَ ١١
Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui (QS. At-Taubah [9] : 11).
Nabi saw sendiri menegaskan:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَالِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اْلإِسْلاَمِ، وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ
Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad rasul Allah, menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Jika mereka melakukannya, maka mereka telah memelihara darah dan harta mereka, kecuali karena haq (kewajiban) Islam, dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah (Shahih al-Bukhari kitab al-iman bab fa in tabu wa aqamus-shalat wa atauz-zakat fa khallu sabilahum no. 25; Shahih Muslim kitab al-iman bab al-amr bi qitalin-nas hatta yaqulu la ilaha illal-‘Llah no. 138).
Hak Islam yang membolehkan seseorang yang bersyahadat, shalat, dan zakat, dibunuh dalam perang atau dihukum mati dijelaskan dalam hadits lain:
لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ زِنًا بَعْدَ إِحْصَانٍ أَوْ ارْتِدَادٍ بَعْدَ إِسْلَامٍ أَوْ قَتْلِ نَفْسٍ بِغَيْرِ حَقٍّ فَقُتِلَ بِهِ
Darah seorang muslim tidaklah halal kecuali dengan salah satu sebab dari tiga perkara, yakni berzina setelah nikah, atau murtad setelah memeluk Islam, atau membunuh jiwa secara tidak benar, sehingga ia pun dibunuh karenanya (Sunan at-Tirmidzi kitab al-fitan bab ma ja`a la yahillu damu-mri`in muslim no. 2158).
Pengertian murtad itu sendiri adalah pernyataan seseorang bahwa ia membatalkan syahadatnya, lalu meninggalkan shalat dan zakat. Bukan karena tidak menetapkan hukum Allah swt. Tidak menetapkan hukum Allah swt memang divonis kafir, tetapi kafirnya sebatas kafir amali sepanjang tidak menyatakan mencabut syahadatnya dan meninggalkan shalat juga zakat (Tafsir Ibn Katsir). Bersikukuh menilai kafir kepada muslim yang tidak menetapkan hukum Allah swt berarti sudah ceroboh dalam menempatkan ayat-ayat yang memvonis kafir, sebagaimana diingatkan shahabat Ibn ‘Umar ra di atas. Seharusnya itu ditujukan untuk orang-orang kafir mutlak, bukan orang-orang Islam yang belum sempurna keislamannya sehingga mereka divonis kafir juga. Dalam hadits lain Nabi saw mengingatkan:
سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا
“Akan ada pemimpin-pemimpin yang kalian kenal tapi kalian mengingkari mereka. Siapa yang mengenali (dan tidak terbawa arus), maka ia terbebas dari dosa. Siapa yang mengingkari, maka ia selamat. Akan tetapi siapa yang simpati dan mengikuti, maka ia tidak selamat.” Para shahabat bertanya: “Apakah kita boleh memerangi mereka?” Rasul saw menjawab: “Tidak boleh, selama mereka shalat.” (Shahih Muslim kitab al-imarah bab wujubil-inkar ‘alal-umara` fima yukhalifus-syar’a no. 3445-3446).
Na’udzu bil-‘Llah min dzalik.