Di akhir zaman akan ada banyak perempuan yang berpakaian tetapi telanjang. Ada juga yang berpakaian di dunia tetapi telanjangnya di akhirat. Perempuan muslimah hari ini harus mewaspadai sifat-sifat buruk ini agar tidak menjadi bagian darinya.
Dalam hadits Nabi saw banyak mengingatkan kaum perempuan agar tidak terbawa arus perempuan akhir zaman yang menyimpang. Mereka di antaranya adalah perempuan yang berpakaian tetapi telanjang di dunia atau berpakaian di dunia tetapi telanjang di akhirat.
Berpakaian tetapi Telanjang di Dunia
Hadits yang dimaksud adalah sabda Nabi saw sebagai berikut:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَتُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
Ada dua jenis penghuni neraka yang saya tidak pernah melihatnya. (Pertama) Kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi dan memukulkannya kepada orang-orang. (Kedua) Wanita yang berpakaian tetapi telanjang. Mereka melenggak-lenggokkan badannya lagi sombong, kepala mereka seperti punuk unta yang besar dan melenggak-lenggok. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium wanginya, padahal wangi surga tercium dari jarak sekian dan sekian [40 s.d 70 tahun] (Shahih Muslim kitab al-libas waz-zinah bab an-nisa`il-kasiyatil-‘ariyat no. 5704, kitab al-jannah wa shifati na’imiha bab an-nar yadkhuluhal-jabbarun no. 7373).
Maksud sabda Nabi saw: “Kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi dan memukulkannya kepada orang-orang,” adalah lelaki-lelaki yang kejam dan senang menyiksa. Sementara maksud “wanita yang berpakaian tetapi telanjang” adalah: (1) Berpakaian dengan nikmat Allah swt tetapi telanjang dari syukurnya. (2) Berpakaian baju dan semacamnya, tetapi telanjang dari beramal untuk akhirat, berbuat kebaikan dan ketaatan. (3) Berpakaian tetapi tidak menutup semua auratnya agar terlihat cantik. (4) Berpakaian tetapi dengan kain yang transparan atau tipis, yang meskipun wanita tersebut berpakaian, tetap saja tubuh di balik pakaiannya itu masih terlihat. Atau yang dimaksud adalah wanita yang berpakaian ketat, sehingga tetap memperlihatkan bentuk dan lekukan tubuhnya.
Dari keempat penjelasan di atas, yang paling tepat dengan maksud hadits, sebagaimana dikemukakan para ulama syarah hadits, adalah makna ketiga dan keempat, sebab sesuai dengan sabda Nabi saw berikutnya: Mereka melenggak-lenggokkan badannya lagi sombong, kepala mereka seperti punuk unta yang besar dan melenggak-lenggok. Kata mumîlât yang diterjemahkan dengan melenggak-lenggokkan badannya, maknanya bisa juga mengajak orang lain agar berperilaku mâ`ilât seperti dirinya. Kata mâ`ilât itu sendiri, maknanya bisa sombong atau berjalan seperti seorang pelacur (arti asalnya wanita yang menyimpang). Ini semua benar-benar sesuai fakta hari ini. Sebab hari ini banyak wanita yang berlagak sombong dengan kelebihan bentuk badannya, lalu diperlihatkan lewat pakaian yang transparan, tembus pandang, ngetat, ngaleupeut, berjalan seperti seorang pelacur yang jauh dari kesantunan dan keanggunan, sengaja melenggak-lenggokkan badannya, dan mengajak wanita lainnya untuk berpakaian seperti dirinya dengan dalih seksi dan sedap dipandang mata.
Berpakaian di Dunia tetapi Telanjang di Akhirat
Hadits yang dimaksud adalah sabda Nabi saw yang ditujukan kepada istri-istrinya:
اِسْتَيْقَظَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ لَيْلَةً فَزِعاً، يَقُوْلُ: سُبْحَانَ اللهِ، مَاذَا أَنْزَلَ اللهُ مِنَ الْخَزَائِنِ، وَمَاذَا أُنْزِلَ مِنَ الْفِتَنِ، مَنْ يُوْقِظُ صَوَاحِبَ الْحُجُرَاتِ – يُرِيْدُ أَزْوَاجَهُ لِكَيْ يُصَلِّيْنَ – رُبَّ كَاسِيَةٍ فِي الدُّنْيَا عَارِيَةٍ فِي الْآخِرَةِ
Pada suatu malam Rasulullah saw terbangun dalam keadaan terkejut, lantas beliau bersabda: “Subhanallah, betapa banyak kekayaan yang Allah turunkan dan betapa banyak pula turunnya fitnah. Siapa yang akan membangunkan penghuni-penghuni kamar?”—Ummu Salamah berkata: “Yang dimaksud istri-istrinya supaya mereka shalat malam.”— Nabi saw melanjutkan: “Banyak sekali yang berpakaian di dunia tetapi telanjang di akhirat.” (Shahih al-Bukhari kitab al-fitan bab la ya`ti zaman illal-ladzi ba’dahu syarrun minhu no. 7069).
Nabi saw mengancam banyak sekali yang. Maksud sabda Nabi saw “berpakaian di dunia telanjang di akhirat”, sebagaimana dijelaskan al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari, ada lima:
Pertama, berpakaian dalam arti zhahir, tetapi kelak di akhirat telanjang karena tidak punya pahala. Dalam hal ini salah satu contohnya adalah mereka yang tidak bangun shalat malam.
Kedua, orang-orang yang berpakaian tetapi tidak menutupi rapat auratnya. Bisa karena pakaiannya banyak celahnya atau karena transparan. Jadinya ia berpakaian tetapi hakikatnya tetap telanjang. Maka ia disiksa kelak di akhirat dengan amalnya serupa waktu di dunia, yakni telanjang.
Ketiga, berpakaian itu maknanya adalah ia memiliki nikmat-nikmat Allah, tetapi itu semua tidak menjadikannya banyak bersyukur kepada Allah. Akibatnya ia menjadi disiksa di akhirat yang disimbolkan dengan telanjang, sebagai pertanda kenikmatan-kenikmatan yang sudah hilang entah kemana.
Keempat, seorang wanita yang berpakaian bahkan berkerudung, tetapi kerudungnya ia ikatkan ke belakang kepalanya sehingga dadanya tetap terlihat. Jadi tetap saja pada hakikatnya wanita tersebut telanjang. Maka ia pun disiksa dengan ketelanjangan di akhirat nanti.
Apa yang diperingatkan al-Hafizh ini perlu diperhatikan lagi oleh setiap kaum perempuan, mengingat hari ini banyak sekali yang berkerudung tetapi asal-asalan saja. Padahal al-Qur`an mengajarkan agar setiap perempuan muslimah itu melabuhkan kerudungnya sampai menutupi dadanya, bukan malah sengaja memperlihatkan bagian dadanya: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya.” (QS. an-Nur [24] : 31).
Kelima, berpakaian dalam arti bersuamikan/beristrikan orang shalih—sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Baqarah [2] : 187 masing-masing dari suami istri itu adalah pakaian. Akan tetapi keshalihan suami/istrinya tersebut tidak bermanfaat baginya di akhirat karena amalnya tidak ikut shalih. Kondisi ini digambarkan dengan ketelanjangan di akhirat.
Menurut Imam at-Thibi, yang paling tepat dan sesuai dengan konteks hadits dari kelima penjelasan di atas adalah penjelasan terakhir ini. Meski hadits tersebut ditujukan kepada istri-istri Nabi saw, tetapi menurutnya, tentu berlaku secara umum kepada siapa pun yang mempunyai suami/istri yang shalih. Yakni jika seseorang tidak mengikuti jejak keshalihan suami/istrinya, keberadaan pasangannya yang shalih tersebut tidak akan bermanfaat baginya sedikit pun. Jika pasangannya selamat di surga, maka ia malah akan “telanjang” di akhirat. Salah satu contoh konkrit dari keshalihan itu sendiri adalah merutinkan shalat malam. Maka dari itu Nabi saw memerintahkan istri-istrinya untuk bangun shalat malam.
Kaitan sabda Nabi saw tentang bahaya fitnah dan kekayaan dengan perintahnya untuk membangunkan istri-istrinya shalat malam adalah sebagai sebuah pelajaran bahwa untuk menyelamatkan diri dari fitnah-fitnah dunia setiap orang harus tadlarru’ (merendah diri) kepada Allah swt di setiap malamnya. Waktu malam jadi pilihan Nabi saw karena pada waktu ini merupakan saat yang tepat untuk berdo’a dan diijabah do’a. Sehingga diharapkan setiap orang yang shalat malam dan berdo’a padanya diselamatkan dari bahaya fitnah kekayaan ini. Demikian al-Hafizh Ibn Hajar menjelaskan dalam Fathul-Bari. Maka dari itu tidak heran jika Imam al-Bukhari juga memasukkan hadits di atas dalam bab shalat tahajjud dengan tarjamah: bab tahridlin-Nabi ‘ala qiyamil-lail; Nabi saw menganjurkan keras shalat malam. Atau juga Imam al-Bukhari menuliskan hadits di atas dalam bab ilmu dengan tarjamah: bab al-‘ilm wal-‘izhah bil-lail; ilmu dan mengajar di malam hari. Maksudnya dianjurkan mengajari ilmu malam-malam terutama terkait shalat malam. Dan tidak perlu jauh-jauh mencari peserta belajarnya, sebagaimana Nabi saw contohkan, yang diajari malam-malam itu adalah istri dan keluarganya secara keseluruhan.