Menyikapi Ustadz Perokok
Ustadz bagaimana padangan Ustadz, apabila saya tidak respek ketika mendengar dan menyimak ceramah atau dakwah seorang Ustadz perokok? Sebab menurut saya walaupun rokok itu makruh, madlaratnya lebih besar daripada manfaatnya. Mohon dengan sangat jawabannya.
Para ulama sebenarnya lebih banyak yang menyatakan hukum merokok haram. Hanya sedikit saja yang menyatakan hukumnya makruh. Yang jelas tidak ditemukan satu pun ulama yang menyatakan bahwa merokok hukumnya mubah. Jadi pada titik ini disepakati bahwa merokok itu jelek dan tidak baik.
Bahkan jika hendak dilirik dalil-dalil yang dikemukakan oleh para ulama yang mengharamkan seyogianya membuat waspada karena menjadi jelas syubhatnya.
Pertama, merokok jelas khabits (jelek dan merusak)-nya. Hukum asal yang khabits adalah haram:
وَيُحِلُّ لَهُمُ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡخَبَٰٓئِثَ
“…dan ia (Muhammad saw) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk…” (QS. al-A’raf [7] : 157).
Kedua, para ahli kesehatan sepakat bahwa rokok mengandung racun-racun yang bisa membunuh meski tidak seketika. Menghisap racun hukumnya tentu haram.
وَمَنْ تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمُّهُ فِي يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا
Siapa yang minum racun sampai membunuh dirinya, maka kelak ia akan memegang racun di tangannya dan meminumnya di neraka Jahannam, kekal selama-lamanya. (Shahih al-Bukhari bab syurbis-sum no. 5778)
Ketiga, merokok adalah perbuatan tabdzir (mengeluarkan harta pada hal yang tidak bermanfaat). Tabdzir adalah perbuatan setan, sehingga jatuhnya haram:
إِنَّ ٱلۡمُبَذِّرِينَ كَانُوٓاْ إِخۡوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِۖ وَكَانَ ٱلشَّيۡطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورٗا ٢٧
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS. al-Isra` [17] : 27)
Keempat, merokok minimalnya syubhat, karena lebih banyak ulama yang mengharamkan. Perkara yang syubhat wajib dijauhi.
فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدِ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَ عِرْضِهِ وَ مَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ
Siapa yang menjauhi perkara syubhat, sesungguhnya ia telah menjaga kesucian agama dan kehormatannya, dan siapa yang kena pada perkara syubhat, maka ia telah kena pada perkara yang haram (Shahih al-Bukhari kitab al-iman bab fadli man istabra`a li dinihi no. 52).
Akan tetapi seorang muslim tentu harus bijak menyikapi ragam ijtihad dari para muballigh/ustadz, karena itu adalah manifestasi taqwa yang paling puncak (inna akramakum ‘indal-‘Llah atqakum). Tidak boleh sampai merendahkan karena bisa jadi amal ibadah perokok, kecuali merokoknya, lebih baik daripada yang tidak merokok; tidak boleh mencela dan memanggil dengan panggilan yang jelek; tidak boleh su`u-zhan karena mungkin bagi mereka istidlal ulama yang mengharamkan rokok belum jelas sehingga harus lebih banyak lagi dialog; tidak boleh tajassus (mengorek-ngorek kesalahan perokok); dan tidak boleh ghibah (membicarakan kejelekan seseorang yang merokok). Semuanya sudah Allah swt ajarkan dalam QS. al-Hujurat [49] : 10-13.
Hati anda berhak untuk tidak respek kepada perokok, tetapi anda tetap wajib menghormati mereka yang berbicara. Apalagi di dalam majelis ilmu yang terikat dengan adab-adab majelis. Termasuk kepada orang-orang tua di sekitar kita yang mereka berhak untuk tetap dihormati karena usia mereka yang lebih tua daripada kita.
Wal-‘Llahu a’lam.