
Zaman Nabi ﷺ adalah zaman terbaik. Model kehidupan terbaik ada pada zaman ini. Kegiatan pendidikan al-Qur`an untuk masyarakat pun yang terbaiknya ada pada zaman Nabi ﷺ. Umat Islam di mana pun dan kapan pun beradanya wajib menjadikan model pendidikan al-Qur`an pada zaman Nabi ﷺ sebagai uswah hasanah.
Pendidikan al-Qur`an pada zaman Nabi saw dilakukan secara lisan dan tulisan dengan Nabi saw langsung yang menjadi gurunya. Untuk pengajaran lisan, Nabi saw sendiri yang langsung membacakannya. Sementara untuk tulisan, Nabi saw sebatas mengarahkannya, mengingat beliau diberi mukjizat oleh Allah swt tidak bisa membaca dan menulis tulisan (QS. Al-‘Ankabut [29] : 48).
Shahabat Ibn ‘Abbas ra meriwayatkan bahwa Nabi saw semula merasa berat dari proses turunnya wahyu karena takut tidak mampu menghafalnya hingga beliau menggerak-gerakkan lisannya ketika proses wahyu turun kepada beliau. Sampai turun firman Allah swt dalam surat al-Qiyamah sebagai berikut:
فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ إِنَّ عَلَيْنَا جَمْعَهُ وَقُرْآنَهُ قَالَ جَمْعُهُ لَكَ فِي صَدْرِكَ وَتَقْرَأَهُ فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتَّبِعْ قُرْآنَهُ قَالَ فَاسْتَمِعْ لَهُ وَأَنْصِتْ ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا أَنْ تَقْرَأَهُ فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ بَعْدَ ذَلِكَ إِذَا أَتَاهُ جِبْرِيلُ اسْتَمَعَ فَإِذَا انْطَلَقَ جِبْرِيلُ قَرَأَهُ النَّبِيُّ ﷺ كَمَا قَرَأَهُ
Maka Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya: {Janganlah kamu gerak-gerakkan lisanmu karena tergesa-gesa. Sesungguhnya tanggung jawab kami mengumpulkannya dan membacakannya—QS. 75 : 16-17}. Ibn ‘Abbas berkata: “Yaitu mengumpulkannya dalam dadamu (menghafalnya) dan kamu mampu membacanya.” {Maka apabila Kami membacakannya, maka ikutilah bacaannya—QS. 75 : 18}. Ibn ‘Abbas berkata: “Maksudnya perhatikanlah dan diamlah.” {Kemudian sesungguhnya tanggung jawab kami menjelaskannya—QS. 75 : 19}. Ibn ‘Abbas berkata: “Yaitu sesungguhnya tanggung jawab Kami kamu dapat membacakannya. Maka Rasul saw setelah itu apabila Jibril datang kepadanya, beliau menyimaknya. Dan apabila Jibril telah pergi, Nabi saw membacakannya sebagaimana Jibril membacakannya.” (Shahih al-Bukhari kitab bad`il-wahyi bab kaifa kana bad`ul-wahyi ila Rasulillah no. 5; Shahih Muslim kitab as-shalat bab al-istima’ lil-qira`ah no. 448).
Ayat-ayat di atas menjamin Nabi saw mampu hafal semua yang dibacakan Jibril as dan pasti mampu membacakannya kembali kepada para shahabat secara akurat, demikian juga penjelasannya. Ini menginformasikan jelas bahwa Nabi saw langsung membacakan al-Qur`an dalam pengajarannya kepada para shahabat.
Di samping itu, Nabi saw juga mendiktekan penulisan al-Qur`an kepada para shahabat, sebagaimana dijelaskan shahabat ‘Utsman ibn ‘Affan ra ketika ditanya oleh Ibn ‘Abbas ra mengapa surat at-Taubah disandingkan penulisannya dengan al-Anfal tanpa ditulis basmalah pemisah surat, sebagai berikut:
قال عثمان: … فَكَانَ إِذَا نَزَلَ عَلَيْهِ الشَّيْءُ دَعَا بَعْضَ مَنْ كَانَ يَكْتُبُ فَيَقُولُ ضَعُوا هَؤُلَاءِ الْآيَاتِ فِي السُّورَةِ الَّتِي يُذْكَرُ فِيهَا كَذَا وَكَذَا وَإِذَا نَزَلَتْ عَلَيْهِ الْآيَةَ فَيَقُولُ ضَعُوا هَذِهِ الْآيَةَ فِي السُّورَةِ الَّتِي يُذْكَرُ فِيهَا كَذَا وَكَذَا. وَكَانَتْ الْأَنْفَالُ مِنْ أَوَائِلِ مَا أُنْزِلَتْ بِالْمَدِينَةِ وَكَانَتْ بَرَاءَةٌ مِنْ آخِرِ الْقُرْآنِ وَكَانَتْ قِصَّتُهَا شَبِيهَةً بِقِصَّتِهَا فَظَنَنْتُ أَنَّهَا مِنْهَا فَقُبِضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَلَمْ يُبَيِّنْ لَنَا أَنَّهَا مِنْهَا فَمِنْ أَجْلِ ذَلِكَ قَرَنْتُ بَيْنَهُمَا وَلَمْ أَكْتُبْ بَيْنَهُمَا سَطْرَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فَوَضَعْتُهَا فِي السَّبْعِ الطُّوَلِ
‘Utsman berkata: “… apabila turun wahyu beliau memanggil sebagian sekretarisnya sambil bersabda: “Letakkanlah ayat-ayat ini dalam surat yang menyebutkan ini dan itu.” Dan apabila turun kepadanya satu ayat, beliau bersabda: “Letakkanlah ayat ini dalam surat yang menyebutkan ini dan itu.” Surat al-Anfal itu memang diturunkan di awal periode Madinah, sedangkan al-Bara`ah di akhirnya. Tetapi kisahnya serupa dengan al-Bara`ah. Aku mengira bahwa al-Anfal itu bagian dari al-Bara`ah. Lalu Rasulullah saw wafat tanpa sempat menjelaskannya kepada kita. Oleh karena itu aku menyandingkan keduanya dan aku tidak tuliskan bismillâhir-rahmânir-rahîm. Aku pun lalu memasukkannya pada as-sab’ut-thuwal [tujuh surat pertama yang panjang dari mulai al-Baqarah sampai at-Taubah dengan menghitung al-Anfal dan at-Taubah sebagai satu kesatuan] (Sunan at-Tirmidzi kitab tafsir al-Qur`an min Rasulillah bab wa min surat at-Taubah no. 3086).
Hadits di atas menunjukkan bahwa proses penulisan al-Qur`an urutan ayat per ayatnya, langsung diarahkan oleh Rasulullah saw (tauqifi) bukan berdasarkan ijtihad shahabat. Berbeda dengan urutan suratnya yang tidak diarahkan langsung oleh Rasulullah saw melainkan dirujukkan pada arahan Khalifah ’Utsman ibn ’Affan sehingga disebut rasm ’Utsmani. Hal ini tidak menjadi masalah sebab tidak ada kewajiban membaca surat harus berurutan sebagaimana urutan pada rasm ’Utsmani. Berbeda halnya dengan membaca urutan ayat yang wajib sesuai dengan yang diarahkan oleh Nabi saw.
Dalam proses pengajaran tersebut, Nabi saw memberlakukan batasan materi sekitar 10 ayat di setiap kegiatan pembelajarannya. Dari setiap 10 ayat tersebut para shahabat harus sampai bisa membacanya, menghafalnya, memahaminya, dan sampai mengamalkannya.
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قال: كَانَ الرَّجُلُ مِنَّا إِذَا تَعَلَّمَ عَشْرَ آيَاتٍ لَمْ يُجَاوِزْهُنَّ حَتَّى يَعْرِفَ مَعَانِيَهُنَّ وَالْعَمَلَ بِهِنَّ
Dari Ibn Mas’ud ra ia berkata: ”Seseorang dari kami (shahabat) apabila belajar 10 ayat, tidak akan beranjak darinya hingga mengetahui maknanya dan mampu mengamalkannya.” (riwayat at-Thabari dikutip dari muqaddimah Tafsir Ibn Katsir).
وَقال أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِي: حَدَّثَنَا الَّذِيْنَ كَانُوْا يَقْرَئُوْنَنَا أَنَّهُمْ كَانُوا يَسْتَقْرِئُوْنَ مِنَ النَّبِيِّ ﷺ فَكَانُوا إِذَا تَعَلَّمُوا عَشْرَ آيَاتٍ لَمْ يَخْلُفُوْهَا حَتَّى يَعْمَلُوا بِمَا فِيهَا مِنَ الْعَمَلِ فَتَعَلَّمْنَا الْقُرْآنَ وَالْعَمَلَ جَمِيْعًا
Abu ’Abdirrahman as-Sulami (kibar tabi’in, wafat 72 H) berkata: ”Memberitahukan kepada kami orang-orang yang mengajari kami al-Qur`an (para shahabat) bahwasanya mereka belajar al-Qur`an dari Nabi saw. Apabila mereka telah mempelajari 10 ayat, mereka tidak akan melewatkannya dahulu sehingga mampu mengamalkannya. Maka kami belajar al-Qur`an dan pengamalannya sekaligus.” (riwayat at-Thabari dikutip dari muqaddimah Tafsir Ibn Katsir).
Kompetensi al-Qur`an ini harus dididikkan semuanya, tentunya secara bertahap. Tahapannya itu mulai dari membaca, menghafal, memahami, sampai mengamalkannya. Jangan sebatas membaca atau menghafal saja dan abai dari memahaminya. Atau melompat pada memahaminya dengan melewatkan membaca dan menghafalnya. Puncaknya ada pada pengamalan. Idealnya semuanya dilaksanakan secara bersamaan untuk setiap 10 ayat yang dipelajari sebagaimana berlaku pada zaman Nabi saw berdasarkan keterangan di atas. Jika tidak memungkinkan maka bisa disesuaikan dengan kemampuan maksimal masing-masing peserta didiknya.
Kegiatan pembelajaran al-Qur`an ini tentunya tidak hanya melibatkan kaum lelaki saja, melainkan juga kaum ibu-ibu dan anak-anak. Terkait kegiatan untuk ibu-ibu ada yang modelnya mengadakan kegiatan khusus untuk ibu-ibu, atau ibu-ibu ikut menyimak pengajian kaum lelaki sebagaimana diinformasikan dua hadits berikut ini.
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَتْ النِّسَاءُ لِلنَّبِيِّ ﷺ غَلَبَنَا عَلَيْكَ الرِّجَالُ فَاجْعَلْ لَنَا يَوْمًا مِنْ نَفْسِكَ فَوَعَدَهُنَّ يَوْمًا لَقِيَهُنَّ فِيهِ فَوَعَظَهُنَّ وَأَمَرَهُنَّ فَكَانَ فِيمَا قَالَ لَهُنَّ مَا مِنْكُنَّ امْرَأَةٌ تُقَدِّمُ ثَلَاثَةً مِنْ وَلَدِهَا إِلَّا كَانَ لَهَا حِجَابًا مِنْ النَّارِ فَقَالَتْ امْرَأَةٌ وَاثْنَتَيْنِ فَقَالَ وَاثْنَتَيْنِ
Dari Abu Sa’id al-Khudri ra, ia berkata: Ibu-ibu berkata kepada Nabi saw: “Bapak-bapak telah menghabiskan waktu anda dari kami. Mohon tentukanlah hari khusus untuk kami dari anda.” Nabi saw kemudian menjanjikan mereka satu hari tertentu untuk menemui mereka, mengajari, dan memberikan perintah kepada mereka. Di antara yang beliau ajarkan kepada ibu-ibu: “Tidak ada seorang perempuan pun dari kalian yang ditinggal mati lebih dahulu oleh tiga orang putranya melainkan mereka akan menjadi hijabnya dari neraka.” Seorang perempuan bertanya: “Kalau ditinggal dua putra?” Beliau menjawab: “Dua juga termasuk.” (Shahih al-Bukhari bab hal yuj’alu lin-nisa` ‘ala hidah fil-‘ilm no. 101).
عَنْ أُمِّ هِشَامٍ بِنْتِ حَارِثَةَ بْنِ النُّعْمَانِ قَالَتْ لَقَدْ كَانَ تَنُّورُنَا وَتَنُّورُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَاحِدًا سَنَتَيْنِ أَوْ سَنَةً وَبَعْضَ سَنَةٍ وَمَا أَخَذْتُ (ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ) إِلاَّ عَنْ لِسَانِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ يَقْرَؤُهَا كُلَّ يَوْمِ جُمُعَةٍ عَلَى الْمِنْبَرِ إِذَا خَطَبَ النَّاسَ
Dari Ummu Hisyam binti Haritsah ibn an-Nu’man, ia berkata: “Dapur kami dan dapur Rasulullah saw menyatu selama dua tahun atau satu tahun setengah. Aku tidak hafal surat Qaf wal-qur`anil-majid kecuali dari lisan Rasulullah saw yang membacanya setiap hari Jum’at di atas mimbar ketika berkhutbah kepada jama’ah.” (Shahih Muslim bab takhfifis-shalat wal-khutbah no. 2052).
Sementara kegiatan pendidikan al-Qur`an khusus untuk anak-anak tergambar dari judul bab yang ditulis Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihnya kitab fadla`ilil-Qur`an bab ta’limis-shibyan al-Qur`an; mengajarkan anak-anak al-Qur`an. Imam al-Bukhari menuliskan hadits Ibn ‘Abbas ra dari dua jalur periwayatan:
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ قَالَ إِنَّ الَّذِي تَدْعُونَهُ الْمُفَصَّلَ هُوَ الْمُحْكَمُ قَالَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَأَنَا ابْنُ عَشْرِ سِنِينَ وَقَدْ قَرَأْتُ الْمُحْكَمَ
Dari Sa’id ibn Jubair, ia berkata: “Sungguh yang kalian sebut mufashshal itu adalah muhkam. Ibn ‘Abbas ra berkata: “Rasulullah saw wafat ketika sa berusia sekitar 10 tahunan dan saya sudah hafal mufashshal.” (Shahih al-Bukhari bab ta’limis-shibyan al-Qur`an no. 5036)
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ ﷺ جَمَعْتُ الْمُحْكَمَ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقُلْتُ لَهُ وَمَا الْمُحْكَمُ قَالَ الْمُفَصَّلُ
Dari Sa’id ibn Jubair, dari Ibn ‘Abbas ra, ia berkata: “Aku sudah hafal muhkam pada zaman Rasulullah saw.” Aku (Sa’id) bertanya kepadanya: “Apa muhkam itu?” Ibn ‘Abbas ra menjawab: “Mufashshal.” (Shahih al-Bukhari bab ta’limis-shibyan al-Qur`an no. 5037)
Mufashshal artinya yang terpenggal-penggal. Maksudnya bagian akhir al-Qur`an yang terdiri dari surat-surat yang ayatnya pendek-pendek. Menurut al-Hafizh Ibn Hajar, pendapat yang paling shahih seputar mufashshal adalah dari surat al-Hujurat sampai an-Nas. Ada juga yang menyatakannya dari surat al-Ahqaf, ada juga dari Qaf. Intinya lima juz terakhir dari al-Qur`an.
Hadits di atas menunjukkan bahwa anak-anak kecil pada zaman Nabi saw diajarkan al-Qur`an mulai dari mufashshal, dan untuk anak-anak yang pintar seperti Ibn ‘Abbas ra sudah hafal mufashshal tersebut sejak usia sepuluh tahunan. Ini menunjukkan bagaimana kegiatan pendidikan al-Qur`an pada zaman Nabi saw untuk anak-anak. Dari sejak dini mereka sudah digerakkan untuk belajar menghafal al-Qur`an. Hal ini tidak bertentangan dengan anjuran sebagian ulama untuk tidak memaksakan pendidikan al-Qur`an kepada anak-anak hingga dewasa. Menurut al-Hafizh, intinya anak-anak sudah diajarkan al-Qur`an. Batasan kompetensinya dikembalikan pada kemampuan masing-masing anak-anak tersebut (Fathul-Bari bab ta’limis-shibyan al-Qur`an).