
Pada zaman Nabi ﷺ kegiatan pendidikan al-Qur`an tidak hanya dipimpin oleh Nabi ﷺ sendiri. Banyak para shahabat yang berstatus sebagai qurra` (ahli-ahli al-Qur`an) yang juga turut menggerakkan pendidikan al-Qur`an pada zaman itu. Para qurra` ini telah berhasil menjadikan pendidikan al-Qur`an merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Imam al-Bukhari menuliskan bab khusus dalam kitab Shahihnya kitab fadla`ilil-Qur`an dengan tarjamah: Bab al-qurra` min ashhabin-Nabiy saw; ahli-ahli al-Qur`an dari kalangan shahabat Nabi saw. Dalam Fathul-Bari, al-Hafizh Ibn Hajar menjelaskan siapa yang dimaksud al-qurra` tersebut:
أَيْ الَّذِينَ اُشْتُهِرُوا بِحِفْظِ الْقُرْآن وَالتَّصَدِّي لِتَعْلِيمِهِ، وَهَذَا اللَّفْظ كَانَ فِي عُرْف السَّلَف أَيْضًا لِمَنْ تَفَقَّهَ فِي الْقُرْآن
Yaitu mereka yang dikenal dengan hafalan al-Qur`annya dan mengkhususkan diri untuk mengajarkannya. Dalam pemahaman generasi salaf istilah ini juga berlaku untuk orang yang secara khusus memperdalam pemahaman seputar al-Qur`an (Fathul-Bari bab al-qurra` min ashhabi Rasulillah saw).
Terdapat tiga hadits yang menyebutkan tujuh orang shahabat yang dijadikan guru al-Qur`an pada zaman itu:
عَنْ مَسْرُوقٍ ذَكَرَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ فَقَالَ لَا أَزَالُ أُحِبُّهُ سَمِعْتُ النَّبِيَّ ﷺ يَقُولُ خُذُوا الْقُرْآنَ مِنْ أَرْبَعَةٍ مِنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ وَسَالِمٍ وَمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ وَأُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ
Dari Masruq, ‘Abdullah ibn ‘Amr menceritakan ‘Abdullah ibn Mas’ud ra, ia berkata: “Aku selalu mencintainya karena aku mendengar Nabi saw bersabda: “Ambillah/belajarlah al-Qur`an dari empat orang; ‘Abdullah ibn Mas’ud, Salim (maula Abi Hudzaifah), Mu’adz ibn Jabal, dan Ubay ibn Ka’ab.” (Shahih al-Bukhari bab al-qurra` min ashhabi Rasulillah saw no. 4999).
قَالَ قَتَادَةُ سَأَلْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ مَنْ جَمَعَ الْقُرْآنَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ أَرْبَعَةٌ كُلُّهُمْ مِنْ الْأَنْصَارِ أُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَأَبُو زَيْدٍ
Qatadah berkata: Aku bertanya kepada Anas ibn Malik ra siapa yang sudah hafal al-Qur`an dengan bacaan dan pemahaman sempurna pada zaman Nabi saw, ia menjawab: “Empat orang, semuanya dari Anshar; Ubay ibn Ka’ab, Mu’adz ibn Jabal, Zaid ibn Tsabit, dan Abu Zaid.” (Shahih al-Bukhari bab al-qurra` min ashhabi Rasulillah saw no. 5003)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَاتَ النَّبِيُّ ﷺ وَلَمْ يَجْمَعْ الْقُرْآنَ غَيْرُ أَرْبَعَةٍ أَبُو الدَّرْدَاءِ وَمُعَاذُ بْنُ جَبَلٍ وَزَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ وَأَبُو زَيْدٍ
Dari Anas ibn Malik ra, ia berkata: “Ketika Nabi saw wafat tidak ada yang hafal al-Qur`an dengan bacaan dan pemahaman sempurna selain empat orang; Abud-Darda`, Mu’adz ibn Jabal, Zaid ibn Tsabit, dan Abu Zaid.” (Shahih al-Bukhari bab al-qurra` min ashhabi Rasulillah saw no. 5004)
Catatan: Hadits Anas ibn Malik ra di atas (dua hadits terakhir) dalam riwayat lain diketahui merupakan jawaban atas kaum Aus yang berbangga dengan tokoh-tokoh mereka yakni Sa’ad ibn Mu’adz, Khuzaimah ibn Tsabit, Hanzhalah ibn Abi ‘Amir, dan ‘Ashim ibn Tsabit. Maka Anas ibn Malik ra menjawab dengan fakta bahwa ahli al-Qur`an dari Anshar semuanya dari kaum Khazraj yang Anas ra sebutkan di atas. Jadi keterangan Anas ra tersebut tidak membatasi ahli al-Qur`an pada lima orang kaum Anshar saja, melainkan untuk menjawab bahwa dari kaum Khazraj pun ada tokoh-tokoh istimewa yakni para ahli al-Qur`an (Fathul-Bari).
Dari tiga hadits di atas diketahui ada tujuh shahabat yang dikenal ahli al-Qur`an dan spesialis pengajar al-Qur`an pada zaman Nabi saw, yaitu: ‘Abdullah ibn Mas’ud, Salim maula Abi Hudzaifah, Mu’adz ibn Jabal, Ubay ibn Ka’ab, Mu’adz ibn Jabal, Abud-Darda`, Zaid ibn Tsabit, dan Abu Zaid. Tentunya, tegas al-Hafizh, hadits di atas tidak membatasi bahwa hanya tujuh orang shahabat di atas saja yang berperan sebagai pengajar al-Qur`an, melainkan ada juga shahabat lainnya. Dalam Fathul-Bari, al-Hafizh merincinya lagi berdasarkan riwayat lain dan menyebutkan di antaranya khalifah yang empat, Thalhah, Sa’ad, Abu Hurairah, shahabat-shahabat yang bernama ‘Abdullah (ibn Mas’ud, ibn ‘Umar, ibn ‘Amr, ibn ‘Abbas, ibnuz-Zubair), Tamim ad-Dari, ‘Uqbah ibn ‘Amir, Hudzaifah, ‘Abdullah ibnus-Sa`ib, ‘Ubadah ibnus-Shamit, Mujammi’ ibn Haritsah, Fadlalah ibn ‘Ubaid, Maslamah ibn Makhlad, Abu Musa al-Asy’ari, ‘Amr ibn ‘Ash, ‘Aisyah, Hafshah, Ummu Salamah, Ummu Waraqah, 70 orang yang dibunuh dan dimasukkan ke sumur Ma’unah, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Khusus 70 orang yang dibunuh dan dimasukkan ke sumur Ma’unah, mereka adalah qurra` dari kalangan remaja. Mereka adalah anak-anak muda yang sudah aktif mengajar al-Qur`an dan sudah siap diterjunkan sebagai pengajar ke daerah luar Madinah. Meski taqdir kemudian menjemput mereka sebagai syuhada karena dibunuh para penjahat. Keseharian mereka aktif belajar al-Qur`an, saling tadarus dengan sesamanya, dan merutinkan shalat malam. Di siang harinya mereka aktif mencari kayu bakar yang hasilnya untuk dibelikan makanan bagi faqir miskin juga aktif mencari air untuk disimpan di masjid guna keperluan masyarakat sekitar. Anas ibn Malik ra menceritakan kisah mereka:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ جَاءَ نَاسٌ إِلَى النَّبِىِّ ﷺ فَقَالُوا أَنِ ابْعَثْ مَعَنَا رِجَالاً يُعَلِّمُونَا الْقُرْآنَ وَالسُّنَّةَ. فَبَعَثَ إِلَيْهِمْ سَبْعِينَ رَجُلاً مِنَ الأَنْصَارِ يُقَالُ لَهُمُ الْقُرَّاءُ فِيهِمْ خَالِى حَرَامٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ وَيَتَدَارَسُونَ بِاللَّيْلِ يَتَعَلَّمُونَ وَكَانُوا بِالنَّهَارِ يَجِيئُونَ بِالْمَاءِ فَيَضَعُونَهُ فِى الْمَسْجِدِ وَيَحْتَطِبُونَ فَيَبِيعُونَهُ وَيَشْتَرُونَ بِهِ الطَّعَامَ لأَهْلِ الصُّفَّةِ وَلِلْفُقَرَاءِ فَبَعَثَهُمُ النَّبِىُّ ﷺ إِلَيْهِمْ فَعَرَضُوا لَهُمْ فَقَتَلُوهُمْ قَبْلَ أَنْ يَبْلُغُوا الْمَكَانَ. فَقَالُوا اللَّهُمَّ بَلِّغْ عَنَّا نَبِيَّنَا أَنَّا قَدْ لَقِينَاكَ فَرَضِينَا عَنْكَ وَرَضِيتَ عَنَّا – قَالَ – وَأَتَى رَجُلٌ حَرَامًا خَالَ أَنَسٍ مِنْ خَلْفِهِ فَطَعَنَهُ بِرُمْحٍ حَتَّى أَنْفَذَهُ. فَقَالَ حَرَامٌ فُزْتُ وَرَبِّ الْكَعْبَةِ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ لأَصْحَابِهِ إِنَّ إِخْوَانَكُمْ قَدْ قُتِلُوا وَإِنَّهُمْ قَالُوا اللَّهُمَّ بَلِّغْ عَنَّا نَبِيَّنَا أَنَّا قَدْ لَقِينَاكَ فَرَضِينَا عَنْكَ وَرَضِيتَ عَنَّا
Dari Anas ibn Malik ra, ia berkata: Ada beberapa kaum (dari Bani Salim) datang kepada Nabi saw lalu berkata: “Utuslah kepada kami beberapa orang yang dapat mengajari kami al-Qur`an dan sunnah.” Maka beliau mengirimkan kepada mereka 70 orang dari kaum Anshar yang biasa dipanggil qurra`, di antara mereka adalah pamanku, Haram. Mereka rutin membaca al-Qur`an dan tadarus (saling menyetorkan hafalan) di waktu malam, juga mempelajari ilmu-ilmunya. Di siang hari mereka mencari air dan membawanya ke masjid. Mereka juga mencari kayu bakar lalu mereka jual. Ada juga di antara mereka yang membeli makanan dari hasil penjualannya untuk diberikan kepada para penghuni shuffah (pelataran masjid) dan kaum fuqara. Nabi saw mengutus mereka (qurra`), tetapi mereka (Bani Salim) malah menghadang dan membunuh mereka sebelum sampai ke tempat yang dituju. Mereka (qurra`) menyeru: “Ya Allah, sampaikanlah dari kami kepada Nabi kami bahwa kami telah bertemu dengan-Mu, kami ridla kepada-Mu dan Engkau pun ridla kepada kami.” Ada seseorang yang menyerang Haram, pamannya Anas, dari belakang, menusuknya dengan tombak sampai menembus tubuhnya. Haram saat itu berkata: “Aku beruntung, demi Rabb Ka’bah.” Rasulullah saw bersabda kepada para shahabatnya: “Sesungguhnya saudara-saudara kalian yang terbunuh berkata: ‘Ya Allah, sampaikanlah dari kami kepada Nabi kami bahwa kami telah bertemu dengan-Mu, kami ridla kepada-Mu dan Engkau pun ridla kepada kami.’” (Shahih Muslim kitab al-imarah bab tsubutil-jannah lis-syahid no. 5026)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: كَانَ شَبَابٌ مِنَ الْأَنْصَارِ سَبْعِينَ رَجُلًا يُسَمَّوْنَ الْقُرَّاءَ قَالَ: كَانُوا يَكُونُونَ فِي الْمَسْجِدِ فَإِذَا أَمْسَوْا انْتَحَوْا نَاحِيَةً مِنَ الْمَدِينَةِ، فَيَتَدَارَسُونَ وَيُصَلُّونَ يَحْسِبُ أَهْلُوهُمْ أَنَّهُمْ فِي الْمَسْجِدِ، وَيَحْسِبُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ أَنَّهُمْ عِنْدَ أَهْلِيهِمْ
Dari Anas ibn Malik, ia berkata: “Ada beberapa pemuda Anshar berjumlah 70 orang, mereka disebut qurra`. Mereka selalu berada di masjid. Jika malam tiba mereka pergi ke satu tempat di penjuru Madinah untuk tadarus dan shalat. Keluarga mereka mengira bahwa mereka ada di masjid, dan jama’ah masjid mengira bahwa mereka pulang ke keluarga mereka.” (Musnad Ahmad bab musnad Anas ibn Malik no. 13462).
Al-Hafizh Ibn Hajar juga menyinggung peran nyata Abu Bakar ra yang dari sejak awal sudah menjadi pengajar al-Qur`an di Makkah. Bahkan ketika ia terusir dari Masjidil-Haram pun, masih bisa mengajar al-Qur`an di tempat tinggalnya untuk anak-anak dan ibu-ibu. Satu hal yang membuktikan Abu Bakar ra pelopor dalam kemahiran al-Qur`an sehingga Nabi saw mempercayakan hanya kepadanya untuk menjadi imam shalat berjama’ah ketika beliau sakit menjelang wafatnya.
Sebagaimana diceritakan ulang oleh ‘Aisyah ra, ketika penindasan yang dialami kaum muslimin meningkat dan menyasar Abu Bakar juga, ia kemudian memutuskan untuk hijrah ke Habasyah menyusul shahabat-shahabat lainnya yang sudah lebih dahulu hijrah. Tetapi di perjalanan ia dihalang oleh Ibnud-Daghinah yang meyarankannya untuk tidak hijrah karena peran Abu Bakar di Makkah sangat penting bagi masyarakat; memberi pekerjaan kepada yang tidak punya, menyambung rahim, menanggung yang tidak mampu, menjamu tamu, dan menolong pembela kebenaran. Ibnud-Daghinah kemudian berjanji akan menemui tokoh-tokoh Quraisy untuk memberikan perlindungan kepada Abu Bakar dengan jaminan dari dirinya sendiri. Tokoh-tokoh Quraisy kemudian memberikannya perlindungan tetapi dengan syarat tertentu:
مُرْ أَبَا بَكْرٍ فَلْيَعْبُدْ رَبَّهُ فِي دَارِهِ فَلْيُصَلِّ فِيهَا وَلْيَقْرَأْ مَا شَاءَ وَلَا يُؤْذِينَا بِذَلِكَ وَلَا يَسْتَعْلِنْ بِهِ فَإِنَّا نَخْشَى أَنْ يَفْتِنَ نِسَاءَنَا وَأَبْنَاءَنَا
Suruhlah Abu Bakar beribadah kepada Rabbnya di rumahnya, shalat di sana, dan membaca al-Qur`an semau dia. Jangan mengganggu kami dengan itu semua. Jangan memperlihatkannya kepada masyarakat karena kami takut itu akan menyihir istri-istri dan anak-anak kami (Shahih al-Bukhari bab hijratin-Nabiy saw wa ashhabihi ilal-madinah no. 3905).
Setelah berlangsung lama beribadah di rumahnya, Abu Bakar ra akhirnya berani menampakkan dirinya beribadah di halaman rumahnya. Dengan sebab itu, ibu-ibu dan anak-anak pun banyak yang menghampirinya kembali untuk belajar al-Qur`an. Tokoh-tokoh Quraisy marah dan kemudian mereka memutuskan untuk mengusir Abu Bakar ra. Singkat cerita berangkatlah Abu Bakar ra hijrah bersama Nabi saw ke Madinah.
Keterangan di atas juga menunjukkan bahwa dari sejak awal yang mudah untuk diajak belajar al-Qur`an adalah kaum ibu-ibu dan anak-anak. Abu Bakar menjadi pengajar al-Qur`an favorit bagi mereka sejak di Makkah.
Wal-‘Llahu a’lam.