Hukum Upacara Bendera

Bismillahir Rahmanir Rahim. Ustadz apa hukumnya seorang muslim mengikuti upacara bendera setiap hari Senin? Dan apakah dibolehkan menghormati bendera? Mohon penjelasannya. Jazakallah khairan. 089535158xxxx
Sepengetahuan kami ada dua aliran ulama dalam menyikapi persoalan ini. Pertama, ulama yang cenderung tasyaddud (memperketat hukum). Mereka menilai bahwa menghormati bendera sama dengan mengkultuskan benda-benda mati atau meyakini bahwa bendera tersebut punya keistimewaan yang tersembunyi. Ini jelas terlihat dalam ritual seremonial paskibra, khususnya paskibraka (pasukan pengibar bendera pusaka). Pengultusan semacam ini dinilai termasuk syirik.
Kedua, ulama yang cenderung tasahul (memperlonggar hukum). Mereka menilai bahwa bendera hanya simbol kenegaraan semata, tidak ada kultus atau keyakinan bahwa bendera tersebut punya keistimewaan yang tersembunyi. Menghormati bendera sama saja dengan menghormati negara atau ulil-amri. Alasannya, Nabi saw sendiri sering menggunakan bendera dalam setiap peperangannya guna dijadikan simbol kepemimpinan dan persatuan. Sebuah pertanda bahwa simbol persatuan bangsa melalui bendera merupakan hal yang mubah/halal. Ketika perang Khaibar misalnya Nabi saw menyatakan:

لَأُعْطِيَنَّ الرَّايَةَ رَجُلًا يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَى يَدَيْهِ فَقَامُوا يَرْجُونَ لِذَلِكَ أَيُّهُمْ يُعْطَى فَغَدَوْا وَكُلُّهُمْ يَرْجُو أَنْ يُعْطَى فَقَالَ أَيْنَ عَلِيٌّ

“Saya akan berikan bendera/panji kepada seseorang yang Allah akan memberikan kemenangan lewat kepemimpinannya.” Maka para shahabat beranjak dalam keadaan berharap bahwa mereka yang akan diberi bendera itu. Keesokan harinya mereka hadir seraya berharap bahwa ia yang akan diberi. Tetapi Nabi saw berkata: “Di mana ‘Ali?” (Shahih al-Bukhari bab du’a`in-Nabiy saw an-nas no. 2942).
Dalam perang Mu`tah yang Nabi saw tidak ikut demikian juga. Diberitahu melalui wahyu, Nabi saw mengumumkan kepada para shahabat di Madinah:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ  نَعَى زَيْدًا وَجَعْفَرًا وَابْنَ رَوَاحَةَ لِلنَّاسِ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَهُمْ خَبَرُهُمْ فَقَالَ أَخَذَ الرَّايَةَ زَيْدٌ فَأُصِيبَ ثُمَّ أَخَذَ جَعْفَرٌ فَأُصِيبَ ثُمَّ أَخَذَ ابْنُ رَوَاحَةَ فَأُصِيبَ وَعَيْنَاهُ تَذْرِفَانِ حَتَّى أَخَذَ الرَّايَةَ سَيْفٌ مِنْ سُيُوفِ اللَّهِ حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ

Dari Anas ra: Nabi saw mengumumkan kewafatan Zaid (ibn Haritsah), Ja’far (ibn Abi Thalib), dan (‘Abdullah) ibn Rawahah kepada kaum muslimin sebelum datang kabar langsung dari pasukan tersebut. Beliau bersabda: “Zaid memegang bendera/panji, tapi ia terbunuh. Kemudian Ja’far mengambil alih bendera tersebut, lalu ia pun terbunuh. Kemudian Ibn Rawahah mengambil bendera tersebut, tapi ia pun terbunuh.” Air mata Rasul saw sampai menetes. “Kemudian pedang Allah (Khalid ibn al-Walid) mengambil bendera itu hingga Allah memberikan kemenangan.” (Shahih al-Bukhari bab ghazwah Mu`tah no. 4262).
Ikhtilaf ulama semacam ini masuk kategori syubhat atau hukumnya makruh. Maka hemat kami, selama anda bisa menghindari upacara bendera, itu adalah yang terbaik dan lebih selamat. Tetapi jika tidak mungkin (atau dlarurat), maka anda diperbolehkan ikut menghormati bendera asal tanpa ada pengkultusan. Wal-‘Llahu a’lam.