Akhlaq

Hukum Menerima Bantuan dari Caleg atau Capres

Bagaimana hukumnya menerima bantuan dari seorang calon legislatif atau timnya, termasuk dari tim sukses capres tertentu? Apalagi yang sampai meminta komitmen dukungan? Apakah halal ataukah haram? 
Bantuan dari seorang caleg/capres yang dimaksudkan untuk meminta komitmen dukungan, baik diungkapkan langsung atau tidak langsung, adalah politik uang/money politics. Jangankan hukum langsung dari al-Qur`an dan Sunnah, hukum perundang-undangan pun sudah mengharamkannya. UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan bahwa politik uang termasuk pelanggaran pidana. Politik uang yang dimaksud adalah “setiap orang yang sengaja memberi uang atau materi sebagai imbalan untuk memengaruhi pemilih”. Hukumannya adalah penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, plus denda paling sedikit Rp 200 juta hingga maksimal Rp 1 miliar. Hukuman ini tidak hanya mengikat kepada pemberinya, tetapi juga yang diberinya, meski itu baru sebatas janji.
Dalam hadits, Nabi saw mengingatkan bahwa orang yang memilih karena terpengaruh pemberian maka akan sangat tergantung pada pemberian tersebut, bukan kebenaran. Jika diberi, ia puas, meski salah. Jika tidak diberi, ia murka, meskipun benar.

ثَلَاثَةٌ لَا يُكَلِّمُهُمْ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ رَجُلٌ عَلَى فَضْلِ مَاءٍ بِالطَّرِيقِ يَمْنَعُ مِنْهُ ابْنَ السَّبِيلِ وَرَجُلٌ بَايَعَ إِمَامًا لَا يُبَايِعُهُ إِلَّا لِدُنْيَاهُ إِنْ أَعْطَاهُ مَا يُرِيدُ وَفَى لَهُ وَإِلَّا لَمْ يَفِ لَهُ وَرَجُلٌ يُبَايِعُ رَجُلًا بِسِلْعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ فَحَلَفَ بِاللَّهِ لَقَدْ أُعْطِيَ بِهَا كَذَا وَكَذَا فَصَدَّقَهُ فَأَخَذَهَا وَلَمْ يُعْطَ بِهَا

Ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak akan dibersihkan, dan bagi mereka siksa yang pedih: (1) Seseorang yang memiliki kelebihan air di satu perjalanan tetapi ia enggan berbagi dengan yang kehabisan air [ibnus-sabil]. (2) Seseorang yang berbai’at kepada imam tetapi motifnya hanya karena dunia. Jika imam itu memberi apa yang diinginkannya maka ia memenuhinya, tetapi jika tidak maka ia pun tidak memenuhinya. (3) Seseorang yang bertransaksi satu barang dengan orang lain  ba’da ashar. Ia lalu bersumpah dengan nama Allah, bahwa ia diberi demikian dan demikian (berbohong sambil bersumpah). Pembeli pun percaya dan mengambilnya. Padahal ia tidak diberi demikian. (Shahih al-Bukhari bab man baya’a rajulan la yubayi’uhu illa lid-dunya no. 7212; Shahih Muslim bab bayan ghilazh tahrim isbalil-izar no. 310)
Hadits di atas jelas menyalahkan pihak pemberi bai’at/pemilih yang berbai’at/memilih karena faktor duniawi, yakni ingin diberi sesuatu yang sifatnya materi. Kelak ia akan memenuhi bai’at atau ta’at seukuran pemberian dari pemimpinnya, bukan lagi sesuai kebenaran atau tidaknya.
Sementara dalam hadits lain tentang risywah, yang dilaknat oleh Rasulullah saw adalah kedua-duanya; baik pemberi atau yang diberi.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللهِ ﷺ الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ

Dari ‘Abdullah ibn ‘Amr, ia berkata: “Rasulullah saw melaknat pemberi dan yang diberi suap.” (Sunan Abi Dawud kitab al-aqdliyah bab fi karahiyatir-risywah no. 3582)
Makna asal dari risywah itu sendiri adalah “seekor anak burung yang menyodorkan kepalanya kepada induknya untuk diberi makan dari paruhnya”. Menurut Ibnul-Atsir, risywah itu adalah “al-wushlah ilal-hajah bil-mushana’ah; segala bentuk pemberian untuk menghubungkan pada keinginan dengan cara berpura-pura” (Lisanul-‘Arab).
Memang kemudian ada penjelasan dari para ulama, dikecualikan jika tujuannya hendak mengambil hak dan menolak kezhaliman (Lisanul-‘Arab). Tetapi itu tentunya dalam konteks dlarurat, sebagaimana umumnya hukum kedlaruratan. Jika dikaitkan dengan pileg, pilpres, atau pilkada di Indonesia yang demokratis, maka alasan pemberian atau menerima pemberian karena kedlaruratan itu sangat salah, sebab siapa pun diberi kebebasan untuk memilih dan dipilih, tanpa ada paksaan. Justru dengan adanya politik uang itu, jadinya ada keterpaksaan.
Maka setiap caleg atau tim sukses haram memberikan pemberian apapun dalam konteks pemilihan. Setiap orang atau lembaga pun haram menerima pemberian apapun dalam konteks pemilihan. Baik itu memberi langsung atau menjanjikan akan memberi sesudah pemilihan berlangsung. Bagi yang ingin memberi atau menerima pemberian maka harus menunggu ajang pemilihan selesai. Tetapi tentu tidak boleh didahului oleh janji sebelumnya, karena itu termasuk risywah juga. Wal-‘Llahu a’lam.

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button