Dzikir

Hukum Dzikir Asma`ul-Husna

Bismillah. Ustadz apa boleh dalam satu majelis kita baca bareng-bareng Asma`ul-Husna? Jazakillah khair Ustadz. 0896-0940-xxxx

Dari semua tuntunan dzikir yang Nabi saw ajarkan, kami tidak menemukan satu dalil pun bahwa Nabi saw menganjurkan atau mempraktikkan dzikir Asma`ul-Husna. Dzikir-dzikir yang Nabi saw anjurkan dan contohkan adalah al-baqiyat as-shalihat (artinya amal-amalan yang kekal lagi baik, yakni subhanal-‘Llah, al-hamdu lil-‘Llah, la ilaha illal-‘Llah, Allahu Akbar), hauqalah (la haula wa la quwwata illa bil-‘Llah), basmalah, hasbalah (hasbiyal-‘Llah wa ni’mal-wakil), istighfar, dan do’a-do’a untuk kebaikan dunia dan akhirat. Selain itu menjaga amal-amal wajib dan sunat seperti membaca al-Qur`an, membaca hadits, mengkaji ilmu, dan mengamalkan shalat sunat (Fathul-Bari kitab ad-da’awat bab fadlli dzikril-‘Llah ‘azza wa jalla).

Mereka yang menganjurkan dzikir Asma`ul-Husna biasanya merujuk hadits berikut:

إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ

Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama, 100 kurang satu, siapa yang menjaganya pasti masuk surga (Shahih al-Bukhari bab inna lil-‘Llahi mi`ata ismin illa wahidan no. 7392; Shahih Muslim bab fi asma`il-‘Llah ta’ala wa fadlli man ahshaha no. 6986).

Terkait hadits di atas, ada dua catatan: Pertama, hadits di atas tidak membatasi Asma`ul-Husna hanya ada 99. Hadits di atas hanya menyatakan minimalnya ada 99 Asma`ul-Husna yang harus dijaga dari sekian ribu atau lebih Asma`ul-Husna yang ada. Nabi saw sendiri dalam hadits lain menegaskan bahwa asma Allah swt tidak terbatas. Terlebih lagi tidak ada perincian dari al-Qur`an ataupun hadits terkait 99 asma tersebut. Dalam hadits riwayat at-Tirmidzi ada uraian asma Allah swt, tetapi itu idraj (sisipan dari rawi) dan jumlahnya juga 101. Dalam al-Qur`an, jika asma` Allah swt dikumpulkan, jumlahnya lebih dari 99, belum ditambah dalam hadits. Imam al-Qurthubi merincinya sampai 200 asma. Dalam Tuhfatul-Ahwadzi disebutkan ada seorang ulama Maliki yang menginventarisir asma Allah sampai 1000 asma (Tafsir Ibn Katsir, Tafsir al-Qurthubi).

Kedua, makna ahshaha adalah ‘addaha; menghitungnya, maksudnya tidak mengurangi satu pun dari 99 nama itu. Termasuk tidak menyimpangkan maknanya sebagaimana difirmankan Allah swt:

وَلِلَّهِ ٱلۡأَسۡمَآءُ ٱلۡحُسۡنَىٰ فَٱدۡعُوهُ بِهَاۖ وَذَرُواْ ٱلَّذِينَ يُلۡحِدُونَ فِيٓ أَسۡمَٰٓئِهِۦۚ سَيُجۡزَوۡنَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ  ١٨٠

Hanya milik Allah asmaul-husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Mereka akan dibalas terhadap apa yang telah mereka kerjakan (QS. al-A’raf [7] : 180).

Keterangan: Maksud berdo’a dengan asma`ul-husna dalam ayat di atas adalah: Pertama, memohon kepada Allah swt dengan menyebut asma Allah yang sesuai. Contoh: Ya Ghafur, ampunilah dosaku. Jangan: Ya Syadidal-‘iqab, ampunilah dosaku. Kedua, do’a dalam arti ibadah, maksudnya beribadah dan hidup dengan keyakinan yang tinggi akan asma Allah swt. Seperti: khusyu’ dalam ibadah karena yakin Allah swt Maha Melihat. Selalu berkata baik, karena yakin Allah swt Maha Mendengar, dsb (al-Qaulul-Mufid Syarh Kitab at-Tauhid, bab at-tasammi bi qadlil-qudlat wa nahwihi).

Sementara larangan menyimpangkannya (ilhad) adalah menolak/tidak percaya, syirik, atau mencatut nama Allah swt untuk selain Allah swt, seperti berhala Lata dari Ilah, dan ‘Uzza dari ‘Aziz. Dikecualikan dalam hal ini nama-nama Allah swt yang juga Allah swt perkenankan untuk digunakan hamba-Nya; sami’, bashir, ‘aziz, ra`uf, rahim (QS. al-Insan [76] : 2, at-Taubah [9] : 128).

Makna lain dari ahshaha adalah ithaqah; usaha, kemampuan, seperti firman Allah swt dalam QS. al-Muzzammil [73] : 20. Maksudnya berusaha sekemampuan maksimal memenuhi haq asma itu dan beramal sesuai tuntutan asma tersebut. Makna yang terakhir adalah memahami maknanya, seperti ungkapan bahasa Arab dzu hashat artinya orang yang memiliki pengetahuan (Fathul-Bari).

Jika kemudian dibacakan bersama-sama dengan niatan ibadah hemat kami ini termasuk bid’ah. Terlebih al-Qur`an melarang dzikir dengan suara keras (QS. Al-A’raf [2] : 205). Wal-‘Llahu a’lam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button