Aqidah

Berdo’a Memohon Miskin

Nafsu masyarakat untuk menjadi kaya sudah ada pada titik nadir. Mereka sudah tidak malu lagi menempuh jalan pintas bergabung dengan aliran spiritualisme sesat seperti padepokan Dimas Kanjeng atau mempercayai “uang-uang” yang tidak jelas wujudnya. Masyarakat juga sudah tidak malu lagi melegalkan korupsi, suap sana suap sini, hanya untuk meraih kekayaan. Riba pun menjadi halal hanya karena ingin cepat kaya. Padahal Nabi saw sendiri mencontohkan berdo’a memohon miskin. Enggankah hidup seperti Nabi saw?

Do’a Nabi saw memohon hidup miskin diriwayatkan oleh Anas ibn Malik, Abu Sa’id al-Khudri, ‘Ubadah ibn as-Shamit, dan ‘Abdullah ibn ‘Abbas. Berikut dikutip salah satunya:

mohon miskin

Dari Anas ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, dan matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku bersama kelompok orang-orang miskin pada hari kiamat.” ‘Aisyah bertanya: “Mengapa berdo’a seperti itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Karena sungguh mereka masuk surga sebelum orang-orang kaya40 tahun lebih cepat. Wahai ‘Aisyah, janganlah engkau enggan memberi kepada orang miskin meski hanya dengan sebelah kurma. Wahai ‘Aisyah, cinatilah orang-orang miskin, dan dekatkanlah mereka kepadamu, maka pasti Allah akan mendekatkanmu pada hari kiamat.” (Sunan at-Tirmidzi bab anna fuqara`al-muhajirin yadkhulunal-jannah qabla aghniya`ihim no. 2352)
Dalam kesempatan yang lain shahabat Abu Sa’id al-Khudri berkata:

mohon miskin 23

Cintailah orang-orang miskin, karena sungguh aku pernah mendengar Rasulullah saw memanjatkan permohonan dalam do’anya: “Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, dan matikanlah aku dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku bersama kelompok orang-orang miskin.” (Sunan Ibn Majah bab mujalasatil-fuqara` no. 4126)

Syaikh al-Albani dalam kitab Irwa`ul-Ghalil hadits no. 861, menguraikan panjang lebar analisa sanad hadits di atas. Dari keempat jalur periwayatannya, tidak ada satu pun yang luput dari kelemahan. Akan tetapi kelemahannya tidak parah. Sehingga masing-masingnya saling menguatkan (yuqawwi ba’dluha ba’dlan). Status hadits pun naik menjadi hasan li ghairihi. Penilaian serupa sudah dikemukakan juga sebelumnya oleh al-Hafizh Shalahuddin al-‘Ala`i sebagaimana dikemukakan as-Suyuthi dalam Syarah Sunan Ibn Majah.

Terkait hadits di atas, al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari kitab ar-riqaq bab fadllil-faqr menjelaskan bahwa maksud miskin di sana adalah miskin yang masih berada dalam kafaf (kecukupan); tidak kurang dari cukup, dan tidak lebih dari cukup. Miskin yang tidak sampai meminta-minta, dan kaya yang banyak memberi.

Mengutip penjelasan Ibn Baththal, al-Hafizh Ibn Hajar mengemukakan bahwa Nabi saw membenarkan bahwa orang kaya banyak pahalanya karena banyak memberi; Sa’ad ibn Abi Waqqash dianjurkan oleh Nabi saw tetap menyisakan hartanya untuk warisan keluarganya dan jangan diinfaqkan semuanya; Nabi saw juga memohon rizki untuk umatnya berupa makanan yang cukup; Nabi saw juga memohon kecukupan; berlindung dari banyak utang sehingga banyak dosa karena banyak berjanji yang tidak ditepati. Benang merah dari itu semua adalah do’a Nabi saw:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ النَّارِ وَعَذَابِ النَّارِ وَفِتْنَةِ الْقَبْرِ وَعَذَابِ الْقَبْرِ وَشَرِّ فِتْنَةِ الْغِنَى وَشَرِّ فِتْنَةِ الْفَقْرِ

Ya Allah, sungguh aku berlindung kepadamu dari ujian dan siksa neraka, ujian dan siksa kubur, dari kejelekan ujian kaya dan kejelekan ujian faqir (Shahih al-Bukhari bab at-ta’awwudz min fitnatil-faqri no. 6377).

Artinya, Nabi saw tidak ingin hidup kaya yang melenakan, juga hidup miskin yang menyengsarakan dan menyibukkan dari akhirat. Maka maksud permohonan miskin dalam do’a di atas maksudnya, menurut Ibn Hajar, adalah memohon kecukupan dan tidak sampai kaya berlebihan.

Gaya hidup Nabi saw seperti ini tergambar jelas dalam hadits-hadits berikut:

mohon miskin 2

Dari ‘Aisyah ra, ia berkata: “Keluarga Muhammad saw tidak pernah kenyang dari gandum halus selama tiga malam berturut-turut sejak tiba di Madinah hingga beliau wafat.” (Shahih al-Bukhari kitab ar-riqaq bab kaifa kana ‘aisyun-Nabiy saw wa ashhabuhu no. 6454).

mohon miskin 22

Dari ‘Abdullah ibn Mas’ud, ia berkata: Nabi saw berbaring di atas tikar sampai membekas pada kulitnya. Aku pun berkata: “Atas nama ayah dan ibuku wahai Rasulullah, seandainya saja engkau memberitahu kami sebelumnya pasti kami akan memberikan hamparan yang bisa melindungimu.” Rasulullah saw menjawab: “Apalah artinya dunia untukku, hanyasanya aku dan dunia ini ibarat seorang pengendara yang beristirahat sejenak di bawah pohon kemudian ia pergi lagi.” (Sunan Ibn Majah kitab az-zuhd bab matsalid-dunya no. 4109; Sunan at-Tirmidzi kitab az-zuhd bab akhdzil-mal no. 2377; Musnad Ahmad bab hadits ‘Abdullah ibn Mas’ud no. 3709)

Jangan dipahami bahwa gaya hidup Nabi saw yang sederhana ini karena Nabi saw tidak bekerja dan mencari nafkah. ‘Aisyah menjelaskan bahwa Nabi saw biasa bekerja untuk menghidupi keluarganya. Apalagi faktanya istri Nabi saw lebih dari satu:

mohon miskin 7al-Aswad berkata: Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah tentang apa yang dikerjakan Nabi saw di rumahnya. Ia menjawab: “Beliau bekerja untuk menghidupi (mihnah) keluarganya yakni bekerja untuk keluarganya. Apabila datang waktu shalat, beliau keluar menuju shalat.” (Shahih al-Bukhari kitab al-adzan bab man kana fi hajati ahlihi fa uqimat as-shalat fa kharaja no. 635)

Jangan juga berasumsi bahwa Nabi saw mengandalkan pemberian dari umatnya. Yang terjadi justru Nabi saw banyak memberi kepada umatnya.

mohon miskin 6

Dari Ibn ‘Abbas ra, ia berkata: “Rasulullah saw itu orang yang paling dermawanBeliau tidak diminta dari sesuatu apapun kecuali akan memberinya. (Musnad Ahmad musnad ‘Abdullah ibn ‘Abbas no. 2042).

Shahabat Jabir ra mengemukakan:
mohon miskin 5
Nabi saw tidak pernah sekalipun ketika diminta sesuatu apapun lalu menjawab: Tidak (Shahih al-Bukhari kitab al-adab bab husnil-khuluq was-sakha` no. 6034)
Shahabat Abu Sa’id al-Khudri juga menginformasikan:
mohon miskin 4 Ada beberapa orang Anshar yang meminta kepada Rasulullah saw, lalu beliau pun memberinya. Kemudian mereka meminta lagi, lalu beliau memberinya lagi. Kemudian mereka meminta lagi, dan beliau pun memberinya lagi, sampai habis apa yang dimiliki beliau. Waktu itu beliau pun bersabda: “Harta yang ada padaku tidak mungkin aku sisakan dan sembunyikan dari kalian.” (Shahih al-Bukhari kitab az-zakat bab al-isti’faf ‘anil-mas`alah no. 1469; Shahih Muslim kitab az-zakat bab fadllit-ta’affuf was-shabr no. 2471).

Nabi saw bekerja dan berjihad fi sabilillah sehingga memperoleh banyak ghanimah. Tetapi itu semua tidak disimpannya dalam bentuk tabungan atau investasi masa depan duniawinya. Harta beliau diperuntukkan untuk dishadaqahkan kepada umat yang membutuhkan, tentunya setelah kebutuhan pokok keluarganya terpenuhi. Nabi saw tidak ingin hidup kaya banyak harta. Nabi saw hanya ingin hidup sederhana, secukupnya, atau miskin, agar bisa tetap dekat berbaur dengan orang-orang miskin yang hidup sederhana pula. Abu Dzar pernah mengatakan bahwa Nabi saw pernah bersabda:

مَا يَسُرُّنِي أَنَّ عِنْدِي مِثْلَ أُحُدٍ هَذَا ذَهَبًا تَمْضِي عَلَيَّ ثَالِثَةٌ وَعِنْدِي مِنْهُ دِينَارٌ إِلَّا شَيْئًا أَرْصُدُهُ لِدَيْنٍ إِلَّا أَنْ أَقُولَ بِهِ فِي عِبَادِ اللَّهِ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ وَمِنْ خَلْفِهِ ثُمَّ مَشَى فَقَالَ إِنَّ الْأَكْثَرِينَ هُمْ الْأَقَلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَّا مَنْ قَالَ هَكَذَا وَهَكَذَا وَهَكَذَا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ وَمِنْ خَلْفِهِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ

“Sungguh aku tidak bahagia seandainya aku punya emas sebesar bukit Uhud ini dan ada tersisa padaku satu dinar (keping uang emas) sampai hari ke-3 terkecuali yang aku sengaja simpan untuk membayar utang, melainkan akan aku bagikan kepada hamba-hamba Allah seperti ini, ini dan ini—ke arah kanan, kiri dan belakangnya. Kemudian beliau berjalan lagi dan bersabda: “Sesungguhnya orang yang banyak hartanya mereka akan menjadi orang yang sedikit hartanya pada hari kiamat, kecuali orang yang membagikannya seperti ini, ini dan ini—ke arah kanan, kiri dan belakangnya—dan sedikit sekali mereka itu.” (Shahih al-Bukhari kitab ar-riqaq bab qaulin-Nabi saw ma uhibbu anna li mitsla uhidn dzahaban no. 6444; Shahih Muslim kitab az-zakat bab at-targhib fis-shadaqah no. 2351)

Maka dari itu, Nabi saw menganjurkan kepada umatnya:

لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِى اثْنَتَيْنِ، رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِى الْحَقِّ، وَآخَرُ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِى بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

Tidak ada hasud kecuali pada dua orang; seseorang yang diberi harta oleh Allah lalu ia mengerahkan tenaganya untuk menghabiskannya dalam kebenaran dan seseorang yang diberi hikmah oleh Allah lalu ia memutuskan dengannya dan mengajarkannya (Shahih al-Bukhari kitab al-‘ilm bab al-ightibath fil-‘ilm no. 73).

Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fathul-Bari menjelaskan bahwa yang dimaksud fa sallathahu artinya ia benar-benar mengeluarkan kemampuan maksimalnya. Halakatihi maksudnya sampai habis. Artinya, setiap muslim dianjurkan untuk berminat menjadi orang kaya, tetapi bukan kaya yang banyak harta, simpanan, dan investasinya. Melainkan orang kaya yang tetap memilih hidup miskin karena kekayaannya banyak dihabiskan dalam al-haqq. Inilah realisasi konkrit permohonan Nabi saw untuk hidup miskin. Berani? Wal-‘Llahu a’lam.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button